Informasi Pribadi
- JabatanKepala Badan Intelijen Negara
- LahirSemarang, Jawa Tengah
- Tanggal6 Desember 1944
- KebangsaanIndonesia
- PartaiPartai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI)
- IstriSetyorini
- AnakYessy Riana Dilliyanti Renny Yosnita Ariyanti
- ProfesiPolitisi Pejabat Purnawirawan TNI
Kepala Badan Intelijen Negara Republik Indonesia
- Masa Jabatan8 Juli 2015 - Sekarang
- MenggantikanMarciano Norman
Gubernur DKI Jakarta ke-14 dan ke-15
- Masa Jabatan6 Oktober 1997 - 7 Oktober 2007
- MenggantikanSoerjadi Soerdirdja
- Digantikan
Ketua Umum Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI) ke-3
- Masa Jabatan13 April 2010 - 15 Juni 2015
- MenggantikanMeutia Hatta
- DigantikanIsran Noor
Ketua Umum Organisasi Amatir Radio Indonesia (ORARI)
- Masa Bakti2006 - 2011
Ketua Umum Persatuan Bulutangkis Seluruh Indonesia (PBSI)
- Masa Jabatan2004 - 2008
Letnan Jenderal TNI (Purn.) Dr. (H.C.) H. Sutiyoso yang lebih dikenal dengan Bang Yos lahir di Semarang pada 6 Desember 1944. Ia adalah mantan seorang tokoh militer Indonesia berbintang tiga. Kini ia menjabat sebagai Kepala Badan Intelijen Negara pemerintahan Jokowi-JK. Sutiyoso dilantik oleh Presiden Jokowi pada 8 Juli 2015.
Sutiyoso merupakan anak ke-6 dari 8 bersaudara. Ia dibesarkan di keluarga pendidik (guru). Ayahnya, Tjitrodihardjo, bekerja sebagai guru sekaligus Kepala Sekolah. Sejak kecil Sutiyoso dididik keras dan disiplin oleh ayahnya. Tak disangka didikan itu membuat SUtiyoso menjadi orang kua menahan rasa sakit. Namun berbeda dengan ayahnya, ibunda Sutiyoso, Sumini, tak tega melihat didikan yang keras terhadap anak-anaknya. Setelah menyelesaikan pendidikan SMA di Semarang, ia memilih masuk di Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil Tujuh Belas Agustus (UNTAG). Dunia kampus bukanlan dunia yang ia inginkan, Sutiyoso tetap berencana untuk menjadi tentara meskipun ibunya tidak setuju jka Sutiyoso menjadi tentara.
Sutiyoso terkenal sebagai mantan gubernur DKI Jakarta selama dua periode (1997-2007). Sepanjang masa jabatannya sebagai gubernur, Sutiyoso sering mengundang kontroversi lewat kebijakan-kebijakan yang dikeluarkannya. Ia merupakan orang yang mencetuskan proyek angkutan umum transjakarta (busway). Kebijakan ini awalnya ditentang dari beberapa pihak. Pihak yang paling menentang yaitu pengguna kendaraan pribadi. Mereka menganggap jalur busway mengurangi satu jalur jalan. Oktober 2007, Sutiyoso sempat menyebutkan dirinya akan maju sebagai calon presiden pada Pemilu Presiden 2009.
Selain di dunia politik, Sutiyoso juga menorehkan karir di dunia militer. Ia pernah bertugas di Kopassus menjadi Komando Peleton (1969) hingga Asisten Operasi Komandan Kopassus (1991). Tahun 1992, ia menjadi Wakil Komandan di Kopassus dan terlibat semua operasi militer pada masa itu. Penghargaan yang pernah didapatnya antara lain Komandan Korem Terbaik se-Indonesia tahun 1994.
Kopassus Itu Seperti Rambo
Pengadilan Militer merupakan tempat yang paling tepat untuk mengadili para anggota militer. Terlebih lagi bagi pasukan elite. Mengingat kemampuannya seperti Rambo.
"Bila tidak diadili melalui Pengadilan Militer, para pasukan elite itu dapat merepotkan berbagai pihak," kata mantan Wakil Komandan Jenderal (Wadanjen) Kopassus Letjen TNI Purn Sutiyoso dalam diskusi di Warung Daun, Cikini.
Menurut cerita pria yang akrab disapa Bang Yos ini, pernah ada kejadian seorang anggota Kopassus yang ditahan di Nusa Kambangan. Namun anggota pasukan elite itu berkali-kali dapat meloloskan diri dari penjara nomor wahid di Indonesia itu.
Sehingga sebaiknya, lanjut mantan Gubernur DKI Jakarta ini, Peradilan Militer merupakan tempat yang paling tepat untuk mengadili seorang pasukan khusus.
Jokowi Tunjuk Sutiyoso Jadi Kepala BIN
Selain mengajukan nama Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal Gatot Nurmantyo sebagai Panglima TNI, Presiden Joko Widodo atau Jokowi juga mengajukan mantan Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso ke Pimpinan DPR RI sebagai Kepala Badan Intelijen Nasional (BIN) menggantikan Marciano Norman. Hal itu disampaikan langsung Ketua DPR Setya Novanto.
"Sudah menerima surat, termasuk masalah Kepala BIN. Ini yang sudah beliau (Jokowi) tunjuk adalah Pak Sutiyoso menggantikan Pak Marciano," kata Setya di Gedung DPR, Senayan, Jakarta.
Presiden Jokowi memilih Letnan Jenderal TNI (Purn) Sutiyoso sebagai calon Kepala Badan Intelijen Negara (BIN). Pencalonan Sutiyoso sebagai calon Kepala BIN ini sudah melewati sejumlah pertimbangan.
Jokowi mengatakan pertimbangan itu terutama pada dunia intelijen. Baik itu rekam jejak maupun kompetensi yang dimiliki mantan Komandan Jenderal Komando Pasukan Khusus (Danjen Kopassus) TNI AD tersebut. "Juga sudah melalui banyak pertimbangan dan memperhatikan, baik rekam jejak maupun kompetensi dari Pak Sutiyoso. Terutama di dunia intelejen dan militer," ujar Jokowi di kediamannya, Jalan Kutai Utara, Sumber, Banjarsari, Solo, Jawa Tengah.
Peran Ulama Penting Cegah ISIS
Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Sutiyoso mengatakan, ulama dan kiai punya peran penting dalam mencegah berkembangnya paham Islamic State of Iraq and Syria (ISIS).
"Peran ulama dan kiai sangat penting. Karena pelajaran yang diberikan para kelompok teroris pelajaran ayat-ayat yang sepenggal, jadi artinya lain," kata Sutiyoso saat acara silaturahmi dengan PWNU Banten, di Kota Serang, Banten.
Untuk itu, kata dia, pelajaran agama dari para ulama dan kiai ini sangat penting. Mereka, kata dia, memberikan pencerahan kepada masyarakat arti penting jihad dan ilmu agama yang baik dan benar. Sehingga, masyarakat maupun keluarga terdekat tak terjebak dalam ideologi sempit agama dan jihad.
"Saya berharap hal yang ditakutkan ini tidak terjadi di Banten," ujar Sutiyoso.
BIN Perlu Kewenangan Menangkap dan Menahan
BIN meminta pemerintah bersama DPR merevisi UU No 15 Tahun 2003 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU No 1 Tahun 2002 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
Dengan revisi tersebut, kata pria yang akrab disapa Bang Yos itu, terorisme bisa diawasi. Itu pula yang dilakukan di Malaysia.
"Di Malaysia dipasang gelang elektronik. Dipantau 24 jam bagi mereka yang membahayakan," kata Sutiyoso. Bukan hanya peran BIN saja yang perlu ditambah. Dengan bisa mengawasi dan menangkap terduga teroris, kepolisian juga bisa lebih sigap.
Bukan hanya peran BIN saja yang perlu ditambah. Dengan bisa mengawasi dan menangkap terduga teroris, kepolisian juga bisa lebih sigap. "Kewenangan Polri juga terbatas. Misalnya memantau latihan (terduga teroris). "Waktu itu latihannya menggunakan kayu, jadi barang buktinya lemah (kalau mau menangkap)," tutup Sutiyoso.