Pernah suatu hari aku didorong ke tepi jalan hingga badanku mengalami luka-luka.

Dulu, mengamini setiap perkataan orang adalah sampah bagiku.

Karena sangat lelah, aku pun mengabaikannya dan kemudian kutinggalkan dia.

Meski suamiku juga tidak bisa seratus persen sempurna sesuai harapanku, aku berusaha melapangkan dada.

Saya tidak menceritakan kepada keluarga maupun orang tua saya karena saya tidak terbiasa untuk mencurahkan perasaan saya.

Tak disangka ia memang sudah memiliki seseorang yang menggantikan posisiku di hatinya.

Sekali sampai beberapa kali topik bunuh diri sudah biasa mampir dalam hati.

Aku tersenyum samar kala inginku hanya bisa kukubur dalam dan sebatas angan.

Saya sadar mencari satu teman tidak lebih mudah dengan mencari 1.000 musuh.

Saya dapati sebuah pesan dari nomor yang sama menjelaskan bahwa mereka sudah menikah.

Aku ingin sekali lekas pulang, ingin mengecup kening keriput wajah bapak dan ibuk.

Empat kali saya hampir menikah tetapi gagal.