Tidak hanya doa yang kupanjatkan, aku pun tidak mau “kasih kendor” dalam mewujudkan beberapa resolusi yang kupikir sangat penting untuk diwujudkan tahun ini.

Aku terjebak di situasi tanpa pekerjaan ini hampir 4 tahun. Aku marah sekali saat itu. Iya, aku marah karena Tuhan tidak adil.

Aku tempel kertas itu di dinding kamar dekat tempat tidurku. Salah satu poin dalam mimpi itu adalah menikah.

Sejak SMA saya ingin sekali masuk TV dan menjadi artis.

Ibu adalah jantungku dan melanjutkan pendidikan ke Australia adalah mimpiku.

Saya cukup sadar diri banyak hal kekurangan yang saya miliki. Terutama mengenai tingkat mendidik kedua buah hati saya.

Saya lelah sekali pada saat itu. Dada saya terasa sesak dan saya ingin menjerit sekuat-kuatnya.

Satu hal yang saat ini masih sangat ingin kuraih, aku ingin mengabdikan diri untuk dua anak perempuanku. Menjadi guru juga sahabat terbaiknya sampai remaja.

Hanya berselang satu bulan dari wisuda sarjana, saya berangkat ke Jepang untuk meraih gelar master di Yamanashi University.

Walaupun ada sedikit hambatan dari mama, aku tetap optimis untuk tetap melangkah mewujudkan mimpiku.

Masa lalu, sakit hati, kecewa ataupun luka yang pernah ditorehkan orang lain di tahun sebelumnya perlu dihempaskan.

12 bulan terasa amat singkat bagiku yang pengangguran, tepatnya belum kuliah karena beberapa faktor.