Air mataku tumpah begitu saja saat mereka mengatakan mereka mampu melihat rasa tidak percaya diriku yang begitu besar.

Sepanjang malam aku menangis. Aku menyesal mengapa tidak mengungkapkan keadaanku yang sebenarnya terlebih dulu.

Jika nanti diteruskan bisa menyebabkan kematian, bisa calon pengantin yang mati, orangtua yang mati, atau anak kami nanti yang akan mati terlebih dahulu.

Orangtuaku menentang keras dan memberikan keputusan bahwa silakan saja menikah tanpa restu mereka.

Jujur, saya dan suami saya ini sudah benar-benar terlambat sekali untuk menikah karena usia kami.

Terus didesak orangtua untuk segera menikah dan punya anak, aku memutuskan untuk mengambil pilihan ini.

Rangkul takdirmu dengan penuh rasa syukur, dengan menjaganya dan meningkatkan kualitas dirimu baik jiwa maupun raga.

Aku sempat memberikan sebuah amplop berisi uang untuk Bapak. Refleks Bapak mengusap air matanya.

Setiap malam aku menangis melihat wajah pucat ibuku. Aku rela melakukan apapun demi bisa menyembuhkan ibuku.

Cinta yang dewasa, cinta yang tidak mencatat setiap kekeliruan, cinta yang rela berkorban, cinta yang percaya.

Di umur 52 tahun tiba-tiba Mbah Samiran datang ke rumah nenek dan mereka kembali berteman.

Nasi sudah menjadi bubur. Dia datang terlambat. Ke mana saja dirinya selama ini.