Tak pernah terbayangkan bahwa akad nikah kami akan dilangsungkan di rumah sakit, karena permintaan dari ibu mempelai pria.

Pernikahan yang sempurna dalam perspektif ayah adalah pernikahan yang hanya dihadiri orang-orang yang sepadan dengannya.

Keluargaku menginginkan kami meresmikan pernikahan ini secara Katholik tapi keluarga pasanganku menginginkan secara Kristen.

Langit serasa hancur berkeping. Tidak ada yang lebih sakit selain rasa kehilangan ini.

Ternyata semua itu tidak lantas semua orang menerima dengan baik juga, ada saja nyinyiran dan fitnah untuk kami.

Mungkin mantanku agaknya lebih kurang ajar dari kebanyakan tipe mantan yang ada di luar sana.

Ayah dan ibuku menjadi takut atau mengkhawatirkan perkawinanku dengan Mas Yusuf kelak akan berakhir dengan perceraian.

Di kampung, orang-orang masih menjustifikasi jika orang yang menikahnya sederhana biasanya sudah ”kecolongan”.

Dia sedang bimbang karena wanita cinta pertamanya yang kemarin belum selesai datang lagi.

Awal kedekatan kami justru ketika saya berada dalam situasi yang kurang menyenangkan. Mama sakit dan harus dirawat di rumah sakit.

Ternyata mertua saya adalah orang yang temperamental, mertua saya membentak ayah saya pada saat itu.

Kulupakan cita-citaku untuk menikah muda. Trauma masih terasa sampai saat ini.