Dimulai dari Bapak yang melempar air putih ke muka dia, Ibu yang pura-pura menjatuhkan gelas, Bapak yang tidak merespon percakapan.

Kegalauannya bukan karena memikirkan pendamping hidup yang tidak juga dipertemukan, melainkan tentang pertanggungjawabannya di hadapan Tuhannya.

Aku hanya bisa menggambarkan wajah ibu dalam ingatan saja karena aku belum pernah melihatnya sama sekali.

Saya tahu Ayah punya 2 istri, selain dari Ibu saya yang katanya sudah diceraikan sejak lama.

Mamah rela tidak tidur bermalam-malam ketika penyakit saya sedang kambuh.

Setelah ibu bertahan selama berbulan-bulan akhirnya ia berkata, “Ibu besok sembuh, jangan menangis jangan lupa makan, ikhlaskan ibu."

Pernikahan sejatinya adalah gerbang baru menuju kebahagiaan. Tetapi hal itu tak terlukis di wajah Teteh.

Bayangan perpisahan antara aku dengan orangtuaku, keluargaku, teman-temanku juga Ridho, kekasihku semakin membenamkan harapanku

Saya mendapat cerita dari Ibu bahwa ketika nama saya dipanggil maju ke depan Bapak meneteskan air mata bahagia.

Belakangan pun dia ketahuan berselingkuh dengan perempuan lain. Pada titik itulah aku merasa harus menyerah.

Hancur hati ini memikirkan bagaimana dia bisa hidup di keadaan yang seperti itu, tapi bagaimanapun masih ada perasaan kekecewaan dan kekesalanku padanya.

Butiran air matanya mengalir deras di penghujung malam, membasahii sajadah di setiap sujud salat tahajudnya.