Pengertian
Hipertensi sekunder, atau peningkatan tekanan darah sekunder, merupakan kondisi peningkatan tekanan darah yang disebabkan oleh kondisi kesehatan lain yang mendasarinya. Hipertensi sekunder dapat disebabkan oleh kondisi kesehatan yang melibatkan ginjal, arteri, jantung, atau sistem endokrin pada tubuh. Kondisi ini juga dapat terjadi pada kehamilan.
Hipertensi sekunder berbeda dengan tipe peningkatan tekanan darah pada umumnya (hipertensi primer), yang umumnya dikenal dengan istilah hipertensi. Penyebab dari hipertensi primer tidak diketahui secara pasti, dan diduga berkaitan dengan genetik, pola makan yang kurang ideal, aktivitas fisik yang rendah, dan obesitas.
Penanganan yang baik pada hipertensi sekunder dapat mengendalikan baik kondisi peningkatan tekanan darah maupun kondisi medis yang mendasarinya. Hal ini dapat menurunkan risiko terjadinya komplikasi serius seperti gagal jantung dan stroke.
Penyebab
Terdapat berbagai kondisi kesehatan yang dapat menyebabkan hipertensi sekunder, termasuk:
- Komplikasi ginjal dari diabetes (nefropati diabetik). Diabetes dapat memengaruhi kemampuan filtrasi dari ginjal, yang dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah.
- Penyakit ginjal polikistik. Pada kondisi yang diturunkan ini, adanya kista pada ginjal dapat menghambat ginjal untuk berfungsi secara normal dan meningkatkan tekanan darah.
- Sindrom Cushing. Pengobatan kortikosteroid yang digunakan untuk menangani kondisi ini dapat menyebabkan terjadinya hipertensi sekunder. Selain itu, hipertensi juga dapat disebabkan oleh adanya tumor pada kelenjar pituitari atau faktor lain pada kelenjar adrenal yang mengakibatkan peningkatan produksi hormon kortisol.
- Feokromositoma. Tumor pada kelenjar adrenal yang relatif jarang terjadi ini dapat meningkatkan produksi dari hormon adrenalin dan noradrenalin, yang dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang.
- Penyakit tiroid. Peningkatan tekanan darah dapat disebabkan oleh kondisi penurunan hormon tiroid (hipotiroid) maupun peningkatan hormon tiroid (hipertiroid).
- Hiperparatiroidisme. Kelenjar paratiroid berfungsi meregulasi kadar kalsium dan fosfat pada tubuh. Bila kelenjar tersebut memproduksi hormon paratiroid secara berlebih, jumlah kalsium dalam darah dapat meningkat, yang memicu peningkatan tekanan darah.
- Obesitas. Seiring dengan peningkatan berat badan, jumlah darah yang bersirkulasi di dalam tubuh juga meningkat. Hal ini dapat menambah tekanan pada dinding arteri, yang meningkatkan tekanan darah.
- Berat badan yang berlebih dikaitkan dengan peningkatan denyut jantung dan penurunan kemampuan pembuluh darah untuk mengantarkan darah. Sebagai tambahan, deposit lemak dalam tubuh dapat mengeluarkan zat kimiawi yang meningkatkan tekanan darah. Semua faktor tersebut dapat menyebabkan terjadinya hipertensi.
- Kehamilan. Kondisi kehamilan diketahui dapat menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan darah, baik pada orang yang sebelumnya memiliki tekanan darah normal maupun pada orang yang sudah mengalami hipertensi sebelumnya.
- Konsumsi pengobatan atau suplementasi tertentu. Beberapa jenis pengobatan diketahui dapat meningkatkan tekanan darah pada sebagian orang. Oleh sebab itu, sangat penting untuk berkonsultasi dengan dokter terlebih dahulu sebelum mengonsumsi obat-obatan.
Gejala
Serupa dengan hipertensi primer, hipertensi sekunder umumnya tidak memiliki tanda atau gejala tertentu yang spesifik, walaupun terkadang tekanan darah dapat sangat tinggi.
Selain peningkatan tekanan darah, terkadang terdapat beberapa hal yang mengindikasikan adanya hipertensi sekunder. Misalnya peningkatan tekanan darah yang tiba-tiba sebelum usia 30 tahun atau setelah usia 55 tahun, tidak adanya riwayat peningkatan tekanan darah pada anggota keluarga, tidak terdapat obesitas, dan sebagainya.
Diagnosis
Untuk menentukan diagnosis hipertensi sekunder, dokter dapat melakukan wawancara medis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Dokter dapat mengukur tekanan darah secara berkala.
Selain itu, beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan mencakup:
- Pemeriksaan darah. Dokter dapat memeriksa kadar kalium, natrium, kreatinin, gula darah puasa, kolesterol total, trigliserida, dan zat kimiawi lainnya dalam darah untuk menentukan diagnosis.
- Pemeriksaan urine. Dokter dapat meminta untuk dilakukan pemeriksaan urine guna melihat adanya penanda tertentu yang dapat menunjukkan bahwa peningkatan tekanan darah yang dialami disebabkan oleh kondisi medis lain.
- Pemeriksaan ultrasonografi (USG) ginjal. Karena terdapat beberapa kelainan ginjal yang dikaitkan dengan peningkatan tekanan darah, dokter dapat meminta untuk dilakukan pemeriksaan USG ginjal dan pembuluh darah. Pemeriksaan ini menggunakan gelombang suara untuk menghasilkan pencitraan dari ginjal dan arteri.
- Pemeriksaan elektrokardiogram (EKG). Bila dokter menduga bahwa hipertensi sekunder yang dialami terjadi akibat kelainan jantung, dapat dilakukan pemeriksaan EKG. Pemeriksaan ini dilakukan untuk mendeteksi aktivitas listrik dari jantung.
Penanganan
Penanganan pada hipertensi sekunder ditujukan untuk mengatasi kondisi medis yang mendasari peningkatan tekanan darah yang terjadi. Bila kondisi tersebut teratasi dengan baik, tekanan darah yang tinggi akibat hipertensi sekunder juga dapat kembali normal.
Beberapa jenis penanganan yang dapat dilakukan adalah:
- Perubahan gaya hidup. Konsumsi makanan yang sehat, diet rendah garam, menghindari merokok, mengatasi stres, membatasi asupan alkohol, meningkatkan aktivitas fisik, dan menjaga berat badan agar tetap proporsional dapat membantu menjaga tekanan darah agar berada dalam rentang normal.
- Pengobatan untuk menurunkan tekanan darah. Terdapat beberapa jenis pengobatan yang dapat diresepkan oleh dokter untuk membantu mengendalikan tekanan darah, bergantung dari penyakit lain yang menyertai. Terkadang, dapat dibutuhkan kombinasi lebih dari satu pengobatan, bergantung dari kadar tekanan darah pada orang tersebut.
Pencegahan
Menjalani gaya hidup yang baik dapat membantu mencegah terjadinya hipertensi. Beberapa hal yang dapat dilakukan adalah:
- Mengonsumsi diet yang sehat
- Membatasi asupan garam
- Menghindari merokok
- Membatasi konsumsi alkohol
- Mengatasi stres
- Melakukan aktivitas fisik secara rutin
- Menjaga berat badan agar tetap stabil