Setiap mengingat wajahnya, aku hanya bisa menahan amarah.

Urusan jodoh dan cinta kadang penuh liku dan kejutannya sendiri.

Sesungguhnya kehidupan ini telah ada yang mengatur, jodoh, rezeki, tidak akan pernah tertukar dengan orang lain.

Aku bertanya kepada dia, "Kalau punya tunangan, buat apa sekarang kamu hubungin aku?" Lalu dia bercerita bahwa tunangannya selingkuh.

Ada foto suamiku sedang berfoto memeluk perempuan pengirim pesan itu. Tidak hanya satu foto, dua foto, tiga foto hingga empat foto.

Aku tahu keluarga besar tidak menyetujui hubungan kami karena keluarga kami berkerabat. Tetapi dia tidak menyerah.

Saya sedih ternyata saling sayang dan saling cinta bukan jaminan untuk dapatkan kebahagiaan.

Berbulan-bulan bersama, hingga hari di mana saya dinyatakan hamil pun tiba. Rasanya berkecamuk.

Aku tidak tahu sejak kapan aku menaruh rasa melebihi sekadar simpati ini padanya. Awalnya aku tidak terlalu seperti ini saat melihatnya.

Jauh setelahnya aku baru mengetahui semua drama penuh air mata karena putusnya hubungan kami itu dia lakukan untukku, demi kebahagiaanku.

Belum lulus kuliah aku memutuskan untuk menikah. Papah dan mamah melarang, tidak setuju.

Pengorbanan terbesarku adalah ketika aku menyerahkan semuanya pada takdir dan lebih memilih berhenti berjuang.