Kami memang tidak pernah bertemu sebelumnya selain baru kenal 3 bulan lewat sahabat saya yang jadi mak comblangnya.

Saya menginginkan pernikahan yang modern dan tidak ribet, sedangkan beliau terlalu banyak keinginannya.

Mempersiapkan segala keperluan untuk menikah memang sangat melelahkan, menyita waktu dan pikiran.

Boro-boro perawatan diri, seminggu sebelum nikah aja aku masih keluyuran di pasar nyari perlengkapan yang kurang hihi.

Drama sebelum pernikahan yang saya alami yaitu sulitnya menentukan tanggal pernikahan.

Dengan orangtua saya yang sudah mengenal 25 tahun saja ada perdebatan, apalagi dengan calon mertua yang baru mengenal 3 tahun.

Aku merasa dicampakkan, terasingkan, terbuang, dan seperti sampah.

Memang benar kata orang kalau kita akan mengadakan hajat, pasti ada saja halangannya.

Namaku pernah menjadi perbincangan hangat seantero kampung terutama di kalangan emak-emak yang lagi cari-cari kandidat calon menantu.

Aku hanya bisa menggambarkan wajah ibu dalam ingatan saja karena aku belum pernah melihatnya sama sekali.

Didikan keluarga yang bagai kutub utara dan kutub selatan tersebut benar-benar membuatku ingin menyerah ketika menuju tahap lamaran.

Aku menangis, ayahku menangis, dan dia pun juga menangis karena bahagia, karena pernikahan seindah itu.