Hingga saat kami berdua lulus kuliah dan mulai memikirkan tentang masa depan, aku mulai meragukannya.

Sudah aku bulatkan tekad untuk fokus dengan karier lebih dulu, tak terpikirkan untuk menjalin hubungan kembali dengan lelaki.

Aku mulai mengubah diriku menjadi lebih baik dan pastinya aku mulai belajar menjadi wanita yang feminin.

Jujur saja aku mulai takut dengannya, belum lagi semua yang kulakukan tampak salah dan selalu dicaci dengan kata-kata kotornya.

Harus kuapakan perasaan yang kini semakin jelas tumbuh di hatiku?

Awalnya saya berpikir itu hanya pertemuan keluarga dengan tujuan saling mengenal tapi ternyata saya dilamar.

Rencana pernikahan itu sebenarnya di luar dugaan. Bahkan beberapa teman langsung terkejut mendengar saya akan menikah muda.

Mungkin terdengar aneh jika pihak perempuan yang melamar pihak laki-laki. Tapi begitulah adanya.

Pernikahan yang sempurna dalam perspektif ayah adalah pernikahan yang hanya dihadiri orang-orang yang sepadan dengannya.

Keluargaku menginginkan kami meresmikan pernikahan ini secara Katholik tapi keluarga pasanganku menginginkan secara Kristen.

Ternyata semua itu tidak lantas semua orang menerima dengan baik juga, ada saja nyinyiran dan fitnah untuk kami.

Ayah dan ibuku menjadi takut atau mengkhawatirkan perkawinanku dengan Mas Yusuf kelak akan berakhir dengan perceraian.