Fimela.com, Jakarta Menjalani pernikahan bukan sekadar menyatukan dua kepala, melainkan juga dua dunia. Dua kebiasaan berbeda, dua cara berpikir yang tidak selalu sama, bahkan dua pengalaman hidup yang kadang saling bertolak belakang. Akan tetapi, di situlah letak seni sebuah pernikahan—bukan tentang siapa yang menang atau siapa yang mengalah, melainkan bagaimana keduanya mampu membangun ruang aman tempat mereka bisa tumbuh bersama, tanpa harus kehilangan identitas diri.
Sahabat Fimela, banyak yang mengira bahwa kebahagiaan dalam pernikahan hanya bertumpu pada rasa cinta. Padahal, rasa pengertian yang saling tumbuh setiap hari justru menjadi pondasi kuat untuk membuat bahtera rumah tangga tidak mudah goyah.
Alih-alih mengukur siapa yang lebih banyak berkorban atau siapa yang lebih mengalah, ada sikap-sikap saling pengertian yang kerap luput dari perhatian. Sikap-sikap ini bukan sekadar basa-basi manis, melainkan keterampilan emosional yang butuh kesadaran penuh untuk diterapkan. Yuk, Sahabat Fimela, kita kupas tuntas tujuh sikap saling pengertian yang sering kali menjadi rahasia di balik pernikahan yang awet bahagia.
Advertisement
What's On Fimela
powered by
Advertisement
1. Memberi Ruang untuk Bernafas, Bukan Mengikat
Sikap pengertian pertama yang jarang dibicarakan adalah memberikan ruang bagi pasangan untuk tetap menjadi dirinya sendiri. Banyak orang mengira bahwa semakin sering bersama, semakin erat pula ikatan pernikahan. Padahal, Sahabat Fimela, terlalu melekat tanpa jeda justru bisa membuat keduanya merasa tercekik.
Setiap individu butuh ruang pribadi. Entah itu waktu untuk menekuni hobi, bersosialisasi dengan teman, atau sekadar menikmati kesendirian. Memberi ruang ini bukan berarti menjauh, melainkan bentuk penghormatan pada kemandirian pasangan. Ketika pasangan merasa dipercaya dan tidak terus-menerus diawasi, justru kelekatan emosional akan tumbuh dengan lebih sehat.
Menjalin kedekatan bukan tentang kehilangan batas, tetapi tentang menjaga keseimbangan antara "kita" dan "aku". Sikap inilah yang membuat masing-masing tidak merasa kehilangan jati diri, sekaligus menumbuhkan rasa saling percaya.
2. Tidak Menganggap Pikiran Sendiri yang Paling Benar
Sikap pengertian juga terwujud dari kesediaan untuk mengakui bahwa perspektif pribadi tidak selalu lebih baik dari pasangan. Banyak konflik rumah tangga sebenarnya berawal dari keengganan untuk mendengarkan tanpa menyelipkan pembelaan diri.
Sahabat Fimela, ketika pasangan berpendapat berbeda, bukan berarti ia menentang atau menyerang. Bisa jadi, ia membawa sudut pandang yang dipengaruhi pengalaman masa lalunya yang belum kita pahami sepenuhnya. Menahan diri untuk tidak buru-buru menyanggah, melainkan memberi kesempatan pasangan mengutarakan isi pikirannya sampai tuntas, adalah bentuk saling pengertian yang tidak terlihat, tapi sangat berarti.
Dengan begitu, komunikasi tidak berubah menjadi ajang adu argumen, melainkan proses saling belajar memahami bagaimana cara pasangan memandang dunia.
Advertisement
3. Menghargai Luka Lama yang Tidak Selalu Bisa Diceritakan
Banyak luka di masa lalu yang tidak selalu sempat terucap di meja makan atau di sela obrolan malam. Sahabat Fimela, sering kali seseorang membawa beban emosional tertentu dalam pernikahan tanpa mengungkapkannya terang-terangan.
Sikap pengertian dalam hal ini adalah peka terhadap reaksi pasangan tanpa perlu mendesak penjelasan. Ketika pasangan tiba-tiba menarik diri atau tampak sensitif terhadap topik tertentu, sahabat Fimela bisa memilih untuk menghormati prosesnya daripada memaksa jawaban. Menghargai luka yang belum selesai diproses sama halnya dengan menghargai kemanusiaan pasangan.
Bersikap pengertian di titik ini adalah soal kesiapan menjadi sandaran yang tidak menghakimi, sekalipun tidak sepenuhnya memahami apa yang sedang dirasakan pasangan.
4. Tidak Menjadikan Kekurangan sebagai Bahan Lelucon
Banyak yang mengira candaan soal kelemahan pasangan adalah bentuk keakraban. Padahal, Sahabat Fimela, tidak semua tawa di depan orang lain mencerminkan kenyamanan di hati. Mengangkat kekurangan pasangan sebagai bahan candaan, terlebih di hadapan orang lain, tanpa sadar bisa melukai harga dirinya.
Sikap saling pengertian yang kadang dilupakan adalah menjaga martabat pasangan di ruang publik maupun privat. Setiap orang pasti punya sisi lemah, tapi menjadikannya bahan konsumsi umum membuat pasangan merasa tidak aman di rumah sendiri.
Bersikap pengertian berarti menahan lidah dari godaan melontarkan candaan yang meremehkan, karena kita tahu bagaimana dampaknya bagi rasa percaya diri pasangan.
Advertisement
5. Mau Menurunkan Standar yang Tidak Realistis
Banyak pernikahan terguncang bukan karena kurangnya cinta, melainkan karena standar-standar tidak realistis yang terus-menerus dibebankan pada pasangan. Sahabat Fimela, tanpa sadar kita bisa saja berharap pasangan selalu kuat, selalu ceria, atau selalu memenuhi ekspektasi tertentu.
Padahal, manusiawi jika pasangan mengalami hari-hari di mana ia merasa rapuh atau gagal. Sikap pengertian tercermin dari kesediaan kita menerima pasangan dalam kondisi tidak sempurna. Menurunkan ekspektasi bukan berarti menurunkan kualitas hubungan, melainkan memberi ruang bagi pasangan untuk menjadi manusia biasa.
Dengan cara ini, rumah tangga menjadi tempat nyaman di mana kedua belah pihak bisa saling menopang tanpa beban harus selalu tampil prima.
6. Tidak Mengukur Perhatian dengan Ukuran yang Sama
Sahabat Fimela, setiap orang punya cara berbeda dalam mengekspresikan perhatian. Ada yang rajin berkata manis, ada yang lebih nyaman menunjukkan cinta lewat tindakan kecil sehari-hari. Saling pengertian dalam pernikahan berarti tidak mengharuskan pasangan mencintai dengan cara yang sama persis seperti yang kita harapkan.
Alih-alih sibuk membandingkan bentuk perhatian, kita bisa belajar mengapresiasi upaya pasangan dari sudut pandangnya. Mungkin ia tidak selalu berkata romantis, tapi diam-diam memastikan lampu teras selalu menyala agar kita aman pulang malam.
Menerima bahasa cinta pasangan apa adanya, tanpa memaksakan standar pribadi, justru membuat hubungan terasa lebih tulus dan minim tuntutan.
Advertisement
7. Tidak Menganggap Permintaan Maaf sebagai Kekalahan
Salah satu sikap pengertian paling sulit diterapkan dalam pernikahan adalah berani meminta maaf tanpa merasa kalah. Ego sering kali membisikkan bahwa meminta maaf adalah tanda kelemahan. Padahal, Sahabat Fimela, justru dari kerendahan hati inilah hubungan mendapatkan kekuatannya.
Permintaan maaf yang tulus menciptakan jembatan yang menghubungkan dua hati yang sempat berjauhan karena konflik. Tidak perlu menunggu siapa yang lebih salah atau lebih benar. Saling mengalah dalam pernikahan bukan soal siapa yang tunduk, melainkan siapa yang lebih mencintai keutuhan hubungan.
Ketika kedua belah pihak sama-sama siap menurunkan ego demi harmoni, di situlah pernikahan bisa bertahan dalam jangka panjang.
Pernikahan bahagia bukan hasil dari serangkaian perayaan besar, melainkan akumulasi sikap-sikap kecil yang lahir dari kesadaran untuk saling mengerti tanpa syarat.
Sahabat Fimela, tujuh sikap di atas mungkin terdengar sederhana, tapi justru dari hal-hal sederhana inilah hubungan bisa tumbuh kuat, tahan banting, dan tetap hangat meski waktu terus berjalan.
Sebab, pada akhirnya, pernikahan bukan tentang menuntut sempurna, melainkan tentang bagaimana kita belajar mencintai ketidaksempurnaan satu sama lain.