Fimela.com, Jakarta Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering kali dihadapkan dengan berbagai tantangan dalam hubungan sosial, termasuk hubungan persahabatan. Salah satu tantangan yang mungkin kita temui adalah berurusan dengan teman yang cenderung berperilaku sebagai korban atau yang sering disebut dengan istilah playing victim. Perilaku ini bisa sangat merepotkan, karena individu yang suka bermain sebagai korban biasanya memiliki motivasi yang beragam.
Beberapa mungkin melakukannya untuk menarik perhatian orang lain, menciptakan rasa iba, atau berharap mendapatkan pemahaman lebih dari orang di sekitarnya. Dengan cara ini, mereka berharap dapat mencapai keinginan atau tujuan pribadi mereka dengan lebih mudah. Menghadapi teman yang suka playing victim memerlukan kebijaksanaan dan strategi yang tepat, agar anda tidak terjebak dalam permainan emosional yang mereka ciptakan.
Sikap ini tidak hanya dapat berdampak negatif pada kesehatan emosional kita, tetapi juga dapat mengganggu dinamika dalam pertemanan. Seringkali, individu yang selalu merasa menjadi korban cenderung menguras energi dan waktu anda, menciptakan suasana pertemanan yang tidak sehat dan penuh drama, simak ulasan lengkapnya dilansir Fimela.com dari berbagai sumber, Selasa(24/12).
Advertisement
Advertisement
1. Senang Menyudutkan Orang Lain
Individu yang memiliki pola pikir sebagai korban cenderung meyakini bahwa setiap kejadian buruk yang menimpanya disebabkan oleh faktor-faktor eksternal, bukan oleh perbuatannya sendiri. Dalam hal ini, mereka sangat mudah untuk menyalahkan berbagai hal atas kesulitan yang dihadapi, khususnya menyalahkan orang lain.
Mereka akan berusaha untuk menghindar dari tanggung jawab atas tindakan yang dilakukan, enggan untuk mengakui kesalahan yang ada, dan lebih memilih untuk melemparkan kesalahan kepada orang lain. Perilaku semacam ini dapat sangat merusak hubungan interpersonal, baik dalam konteks pertemanan, keluarga, maupun lingkungan kerja.
Seseorang yang cenderung menyalahkan orang lain biasanya juga menunjukkan tanda-tanda memiliki rasa percaya diri yang rendah serta ketidakamanan terhadap diri sendiri.
2. Sangat Mudah Dipengaruhi
Ketika seseorang cenderung menyalahkan orang lain untuk menutupi kesalahan dirinya, otak mereka secara otomatis akan mencari alasan untuk membenarkan tindakan tersebut. Sikap ini berujung pada munculnya perilaku manipulatif, di mana individu tersebut sangat terampil dalam memainkan perasaan orang lain dan dengan sengaja menciptakan rasa bersalah atau simpati atas masalah yang dihadapinya.
Seorang manipulator memiliki kemampuan luar biasa dalam memutarbalikkan kenyataan agar sesuai dengan sudut pandangnya. Dengan cara ini, mereka bisa mendapatkan keuntungan dari situasi yang ada. Manipulasi semacam ini dapat membuat orang lain merasa bingung dan meragukan diri sendiri, sehingga sangat penting untuk dapat mengenali tanda-tanda tersebut sejak awal.
Seperti yang dikatakan, "Manipulasi ini bisa membuat kamu merasa bingung dan mempertanyakan diri sendiri." Dengan memahami tanda-tanda ini, kita bisa melindungi diri dari pengaruh negatif yang mungkin ditimbulkan oleh orang-orang manipulatif.
Advertisement
3. Menyalahgunakan Orang Lain
Individu yang gemar berperan sebagai korban sering kali memiliki kemampuan untuk memanfaatkan orang lain dengan sangat efektif. Mereka mampu mengidentifikasi sifat dan psikologi dari orang yang menjadi targetnya, lalu berusaha menarik perhatian dengan tindakan kebaikan yang tidak tulus untuk meraih apa yang diinginkannya.
Ketika seseorang sudah terlanjur mempercayai si pelaku yang berperan sebagai korban, sering kali menjadi sulit untuk menyadarkannya bahwa dirinya sedang dieksploitasi. Umumnya, orang-orang yang mudah tertipu adalah mereka yang memiliki sifat baik hati dan cenderung patuh. Oleh sebab itu, sangat penting untuk tetap waspada dan tidak terbawa oleh bujuk rayu atau perilaku manis yang ditunjukkan oleh individu tersebut.
4. Tidak Mampu Menerima Masukan
Bagi banyak orang, menerima kritik merupakan hal yang cukup menantang, terutama bagi mereka yang memiliki sikap sebagai "playing victim". Individu ini cenderung menyalahkan orang lain atas kesalahan yang dilakukannya, sehingga kemungkinan besar ia akan sulit untuk menerima kritik yang diberikan.
Meskipun tidak menyenangkan mendengar hal-hal negatif tentang kesalahan dan kekurangan kita, kritik tersebut terkadang bisa menjadi sarana untuk meningkatkan kualitas diri. Namun, si playing victim akan menganggap hal itu sebagai serangan pribadi, beranggapan bahwa orang-orang tidak menyukainya. Sikap ini dapat menyebabkan komunikasi menjadi terhambat dan sering kali menimbulkan konflik yang tidak perlu.
Advertisement
5. Kehidupan Seperti Sebuah Drama
Anda mungkin pernah berjumpa dengan individu yang gemar menciptakan situasi dramatis dalam hidupnya, dan salah satu contohnya adalah mereka yang suka berperan sebagai korban. Sikap ini menjadi karakteristik khas bagi orang yang berperilaku demikian, karena mereka menginginkan perhatian dari orang lain.
Kehidupan mereka sering kali terlihat seperti sebuah sinetron, di mana mereka cenderung membesar-besarkan masalah kecil dan mengeluhkan berbagai hal. Seolah-olah selalu ada saja peristiwa yang terjadi dalam hidup mereka, sehingga orang di sekitarnya merasa terdorong untuk bersimpati dan merasa kasihan. Keberadaan drama yang terus-menerus ini bisa sangat menguras energi bagi orang-orang di sekelilingnya.
Mereka yang terlibat dalam kehidupan orang yang suka berperan sebagai korban sering kali merasa lelah dan tertekan. "Kehidupan mereka bagai sinetron," seolah-olah setiap masalah yang dihadapi harus diperbesar dan dibagikan kepada orang lain. Hal ini membuat interaksi sosial menjadi tidak nyaman, karena orang lain mungkin merasa terjebak dalam permainan emosional yang tidak berujung.