Sukses

Relationship

Kontroversi Doa untuk Nonmuslim yang Meninggal, Dilihat Sudut Pandang Hukum Islam

Fimela.com, Jakarta Kontroversi mengenai doa untuk nonmuslim yang telah meninggal dunia sering kali menjadi perdebatan di kalangan umat Islam. Dalam konteks hubungan sosial, Islam mengajarkan pentingnya menjalin hubungan baik dengan semua orang, termasuk nonmuslim, tanpa memandang latar belakang agama mereka. Rasulullah SAW sendiri memberikan contoh yang jelas tentang bagaimana berbuat baik kepada semua orang, terlepas dari perbedaan keyakinan. Namun, pertanyaan muncul ketika seorang Muslim ingin mendoakan nonmuslim yang telah meninggal.

Ini menjadi topik yang menarik dan kompleks, karena melibatkan pemahaman yang mendalam tentang hukum Islam dan bagaimana ajaran agama ini mengatur hubungan antarumat beragama, khususnya dalam hal spiritual dan doa. Dari sudut pandang hukum Islam, terdapat berbagai pendapat ulama mengenai apakah doa untuk nonmuslim yang telah meninggal diperbolehkan atau tidak.

Beberapa ulama berpendapat bahwa doa semacam itu tidak diperbolehkan berdasarkan interpretasi terhadap ayat-ayat Al-Quran dan hadits yang mengatur hubungan antara Muslim dan nonmuslim. Mereka menekankan bahwa doa adalah bentuk ibadah yang khusus ditujukan kepada sesama Muslim, simak informasi lengkapnya dilansir Fimela.com dari berbagai sumber, Selasa(3/12).

Tidak Boleh Mendoakan Nonmuslim yang Telah Meninggal Dunia

Berdasarkan informasi dari NU Online, isu mengenai hukum mendoakan non-Muslim yang telah meninggal dunia banyak dibahas dalam kitab-kitab fikih, khususnya pada bab yang membahas tentang pemulasaraan jenazah. Para ulama umumnya sepakat bahwa mendoakan non-Muslim yang telah meninggal adalah haram. Pendapat ini diungkapkan oleh Imam An-Nawawi dan Imam Ar-Ramli, yang mengacu pada Al-Qur'an dan konsensus ulama.

Pendapat Imam An-Nawawi

Imam An-Nawawi, dalam bukunya Al-Majmu', menyatakan:

"Adapun menshalati orang kafir dan mendoakannya agar mendapat ampunan, hukumnya haram berdasarkan nash Al-Qur'an dan Ijma' (konsensus ulama)." (Al-Majmu', juz V, hal. 258)

Pendapat Imam Ar-Ramli

Imam Ar-Ramli juga menegaskan hal serupa dalam karyanya Nihayatul Muhtaj:

"Haram hukumnya menshalati non-muslim meskipun berstatus dzimmi karena firman Allah: 'Dan janganlah kamu sekali-kali menshalati (jenazah) seorang yang mati di antara mereka' (At-Taubah: 84). Selain itu, tidak diperbolehkan mendoakan non-muslim untuk mendapatkan ampunan karena firman Allah: 'Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik' (An-Nisa': 48)." (Nihayatul Muhtaj, juz II, hal. 493)

Kisah Abu Thalib dan Rasulullah SAW

Imam Al-Bukhari menceritakan kisah yang menarik mengenai Abu Thalib menjelang wafatnya. Rasulullah SAW mendampinginya dan berusaha agar Abu Thalib mengucapkan syahadat. Namun, kehadiran Abu Jahl yang meyakinkan Abu Thalib untuk tidak mengucapkan syahadat menyebabkan Abu Thalib meninggal tanpa mengucapkannya. Rasulullah SAW bersabda:

"Demi Allah, sungguh aku akan memintakan ampunan untukmu selagi aku tidak dilarang." Kemudian Allah menurunkan ayat 113 dari surah At-Taubah.

Ayat yang Dimaksud

Ayat yang disebutkan dalam hadits tersebut adalah:

"Tidak ada hak bagi Nabi dan orang-orang yang beriman untuk memohonkan ampunan (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik sekalipun mereka ini kerabat(-nya), setelah jelas baginya bahwa sesungguhnya mereka adalah penghuni (neraka) Jahim." (At-Taubah: 113)

Kesimpulannya, mendoakan non-Muslim yang telah meninggal dunia dianggap haram menurut pandangan mayoritas ulama, berdasarkan dalil-dalil dari Al-Qur'an dan hadis. Pemahaman ini penting untuk dijadikan pedoman dalam menjalani kehidupan beragama dan berinteraksi dengan sesama.

Pendapat Lain

Dalam dunia keilmuan Islam, terdapat beragam pandangan mengenai doa memintakan ampunan bagi non-muslim. Sebagian ulama berpendapat bahwa larangan ini hanya berlaku untuk dosa kekufuran. Dengan kata lain, umat Muslim diperbolehkan untuk memintakan ampunan bagi non-muslim terkait dosa-dosa lainnya.

Pendapat Syekh Ahmad Al-Qalyubi

Syekh Ahmad Al-Qalyubi (w. 1068 H) menegaskan bahwa:

"Boleh mendoakan non-muslim meskipun dengan doa memintakan ampunan dan rahmat. Kecuali untuk dosa kekufuran bagi orang yang meninggal dalam keadaan kufur, maka tidak diperbolehkan."

Pernyataan ini menunjukkan adanya perbedaan pandangan dengan Imam An-Nawawi yang lebih ketat dalam hal ini. Referensi ini dapat ditemukan dalam kitab Hasyiyah Qulyubi 'alal Mahalli (Beirut: Darul Fikr, 1995), juz I, halaman 367.

Pendapat Syekh 'Ali Syabromallisi

Selaras dengan pandangan Al-Qalyubi, Syekh 'Ali Syabromallisi (w. 1087 H) juga memberikan penjelasan mengenai hal ini. Ia merujuk pada ayat dalam Surat An-Nisa ayat 48, yang menyebutkan bahwa:

"Allah tidak mengampuni dosa syirik, dan bisa jadi dosa selain syirik dapat diampuni. Dalam ayat tersebut, Allah berfirman: 'Dan mengampuni dosa selain syirik bagi siapapun yang Ia kehendaki' (An-Nisa: 48). Ini menunjukkan bahwa mendoakan non-muslim untuk mendapatkan ampunan dosa selain syirik adalah diperbolehkan."

Pernyataan ini tercantum dalam Hasyiyah Syabromallisi (Beirut: Darul Fikr, 1984), juz II, halaman 493.

Pendapat Ulama Lainnya

Beberapa ulama lainnya, seperti Syekh Sulaiman Al-Jamal (w. 1204 H) dalam kitab Hasyiyatul Jamal 'alal Manhaj, Syekh Sulaiman Al-Bujairimi (w. 1221 H) dalam Hasyiyatul Bujairimi 'alal Khathib, dan Syekh Abdul Hamid Asy-Syarwani (w. 1301 H) dalam Hasyiyah Syarwani, juga mengemukakan pandangan serupa. Mereka menyatakan:

"Jika seorang muslim menggunjing (ghibah) non-muslim dzimmi (yang tidak memusuhi umat Islam), apakah ia boleh memintakan ampunan untuk non-muslim tersebut agar ia terbebas dari dosa menggunjing? Keduanya memiliki kemungkinan benar. Namun, yang paling mendekati kebenaran adalah memintakan ampunan untuk dosa selain syirik atau mendoakannya berlimpah harta, disertai penyesalan atas tindakannya.".

 

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

What's On Fimela
Loading