Fimela.com, Jakarta Berjabat tangan atau salaman merupakan salah satu bentuk interaksi sosial yang memiliki makna mendalam dalam budaya dan agama Islam. Secara umum, salaman dianggap sebagai simbol hubungan baik dan persaudaraan antar sesama manusia. Dalam Islam, praktik ini juga dianjurkan oleh Rasulullah SAW dan dianggap memiliki keutamaan yang signifikan.
Salah satu hadis yang mendukung keutamaan berjabat tangan adalah yang diriwayatkan oleh Al-Bara' bin 'Azib RA, di mana Rasulullah SAW menyatakan bahwa dua orang Muslim yang berjabat tangan akan diampuni dosa-dosanya sebelum mereka berpisah. Namun, meskipun berjabat tangan dianjurkan, terdapat batasan tertentu yang diatur dalam fiqih Islam, khususnya terkait dengan interaksi antara pria dan wanita yang bukan mahram.
Buya Yahya, seorang ulama terkemuka, menjelaskan bahwa mahram adalah individu yang haram untuk dinikahi, dan ini menjadi dasar penting dalam menentukan siapa yang diperbolehkan untuk berjabat tangan. Beliau menekankan bahwa bersentuhan antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahram harus dihindari, meskipun ada perbedaan pendapat di kalangan ulama mengenai hal ini, simak penjelasan lengkapnya yang dilansir Fimela.com dari berbagai sumber Rabu (20/11).
Advertisement
Advertisement
Penjelasan Buya Yahya
Bersalaman atau berjabat tangan merupakan bentuk interaksi sosial yang umum dilakukan. Namun, dalam konteks hukum Islam, ada beberapa pertimbangan yang perlu diperhatikan, terutama terkait dengan bersentuhan antara lelaki dan perempuan yang bukan mahram. Buya Yahya menjelaskan bahwa hukum mengenai bersentuhan ini tidak hanya dibahas dalam konteks membatalkan wudhu, tetapi juga dalam kitab fiqih yang lebih luas.
Menurut Buya Yahya, hukum bersentuhan dijelaskan secara rinci dalam berbagai bab kitab fiqih, termasuk dalam bab yang membahas nikah. Dalam pembahasan tersebut, ada penjelasan yang jelas mengenai aurat dan larangan bersentuhan antara yang bukan mahram. âSebaiknya, selama Anda tidak memiliki hubungan mahram, hindarilah bersalaman,â tegas Buya Yahya.
Buya Yahya mengajak umat Islam untuk berusaha menghindari berjabat tangan dengan orang yang bukan mahram. Hal ini penting untuk menjaga batasan yang telah ditetapkan dalam syariat Islam. âKetika Anda sudah berusaha untuk menerapkan hal ini, jangan merasa rendah hati ketika melihat orang lain masih bersalaman. Mungkin saja mereka juga ingin menghindar tetapi merasa kesulitan,â tambahnya.
Â
Berjabat Tangan dengan Perempuan Tua yang Bukan Mahram
Sebagian besar ulama, kecuali dari mazhab Imam Syafi'i, memperbolehkan jabat tangan atau salaman (mushafahah) dengan perempuan tua yang bukan mahram. Hal ini berdasarkan beberapa referensi yang menjelaskan tentang hukum jabat tangan dalam konteks ini.
Hukum Jabat Tangan Menurut Hadis
Dalam sebuah hadis, Rasulullah SAW bersabda, "Aku tidak berjabat tangan dengan perempuan." (H.R. Al-Muwaththa', At-Tirmidzi, dan An-Nasa'i). Meskipun demikian, mayoritas ulama selain mazhab Syafi'i berpendapat bahwa jabat tangan dengan perempuan tua yang tidak menimbulkan syahwat adalah diperbolehkan, karena tidak ada kekhawatiran akan fitnah.
Pandangan Mazhab Hanbali
Mazhab Hanbali memiliki pandangan yang lebih ketat. Mereka memakruhkan jabat tangan dengan perempuan, termasuk mahram. Namun, ada pengecualian bagi seorang bapak yang boleh berjabat tangan dengan anaknya dan juga diperbolehkan untuk berjabat tangan dengan perempuan tua yang dianggap tidak menarik. Referensi ini dapat ditemukan dalam karya Syekh Wahbah Az-Zuhayli, "Al-Fiqhul Islami wa Adillatuh".
Pandangan Mazhab Syafi'i
Di sisi lain, mazhab Syafi'i mengharamkan jabat tangan dan melihat perempuan, termasuk perempuan tua. Namun, mereka memperbolehkan jabat tangan antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahram jika menggunakan penghalang, seperti sarung tangan. Hal ini menunjukkan bahwa mazhab Syafi'i sangat berhati-hati dalam masalah interaksi antara laki-laki dan perempuan.
Menurut Syekh Wahbah Az-Zuhayli, "Mazhab Syafi'i mengharamkan bersentuhan dan memandang perempuan secara mutlak, meskipun hanya perempuan tua. Tetapi boleh jabat tangan dengan alas (seperti sarung tangan atau kain) yang mencegah sentuhan langsung." Keterangan ini menegaskan pentingnya menjaga batasan dalam interaksi sosial.
Â