Fimela.com, Jakarta Inner child, atau sisi anak kecil dalam diri kita, menyimpan kenangan, emosi, dan luka dari masa lalu yang belum terselesaikan. Inner child seringkali menjadi sumber konflik dalam hubungan, terutama jika luka emosional masa kecil tersebut memengaruhi cara kita berinteraksi dengan pasangan. Berikut adalah empat alasan mengapa inner child bisa membuatmu mudah ribut dengan pasangan.
Advertisement
1. Inner Child Membawa Luka Emosional dari Masa Kecil
Inner child seringkali membawa luka emosional yang belum sembuh, seperti trauma, rasa ditinggalkan, atau perasaan tidak dihargai yang dialami saat kecil. Luka-luka ini bisa memicu reaksi berlebihan dalam hubungan. Misalnya, jika di masa kecil kamu sering merasa diabaikan oleh orang tua, kamu mungkin akan merasa sangat tersinggung ketika pasangan tidak memberikan perhatian penuh, meskipun mereka sebenarnya sedang sibuk atau tidak bermaksud mengabaikanmu.
Contoh lainnya, pengalaman masa kecil seperti kekerasan verbal atau kurangnya apresiasi bisa membuatmu mudah tersinggung saat pasangan memberikan kritik. Reaksi yang timbul bukanlah sekadar tentang kritik tersebut, melainkan tentang perasaan lama yang kembali muncul karena inner child yang belum terselesaikan.
2. Pola Komunikasi yang Tidak Sehat
Pola komunikasi yang kita gunakan dalam hubungan sering kali terbentuk sejak masa kecil, terutama jika kita tidak diajarkan cara mengungkapkan perasaan dengan sehat. Inner child yang belum sembuh dapat membuatmu kesulitan mengekspresikan emosi dengan cara yang baik, sehingga kamu cenderung marah, diam, atau menyalahkan pasangan ketika ada masalah.
Misalnya, jika di masa kecil kamu diajarkan untuk menekan perasaan atau tidak boleh menunjukkan emosi, inner child-mu akan membuatmu kesulitan untuk terbuka pada pasangan. Ini bisa menyebabkan miskomunikasi dan kesalahpahaman yang berujung pada pertengkaran.
Advertisement
3. Mudah Terpicu oleh Hal-Hal Sepele
Inner child membuat kita lebih sensitif terhadap situasi yang mengingatkan pada pengalaman masa kecil yang kurang menyenangkan. Hal-hal sepele yang dilakukan pasangan bisa memicu reaksi berlebihan jika itu menyentuh luka lama yang belum sembuh. Contohnya, jika inner child-mu pernah merasa tidak dianggap penting, kamu mungkin akan sangat tersinggung jika pasangan lupa mengabarimu atau terlambat pulang.
Kondisi ini bisa memperbesar masalah kecil menjadi konflik yang serius, karena inner child berusaha melindungi diri dari rasa sakit yang pernah dialami di masa lalu. Akibatnya, kamu lebih sering bereaksi berdasarkan perasaan inner child daripada menghadapi situasi dengan kepala dingin.
4. Rasa Tidak Aman yang Mendalam
Inner child sering membawa perasaan tidak aman, seperti takut ditinggalkan atau tidak dicintai. Perasaan ini bisa muncul sebagai kecemasan, rasa cemburu berlebihan, atau kebutuhan konstan untuk divalidasi oleh pasangan. Misalnya, inner child yang pernah merasa ditinggalkan oleh figur penting di masa kecil akan sangat takut jika pasangan terlihat kurang perhatian atau sibuk dengan hal lain.
Rasa tidak aman ini bisa membuatmu sering mencari pembuktian atau validasi dari pasangan, dan ketika harapan ini tidak terpenuhi, kamu akan merasa terluka dan kesal. Ketidakmampuan untuk merespons rasa tidak aman ini dengan dewasa membuat inner child mengendalikan emosimu, sehingga konflik dengan pasangan menjadi tak terhindarkan.
Inner child yang belum disembuhkan bisa sangat memengaruhi dinamika hubungan dengan pasangan. Dengan memahami inner child, kamu bisa lebih bijak dalam mengelola emosi dan berkomunikasi dengan pasangan, sehingga konflik dapat diminimalisir dan hubungan menjadi lebih sehat.