Fimela.com, Jakarta Aya merupakan alpha female yang memiliki pandangannya tentang dunia, passionnya terhadap Ilmu Hukum, dan sempat punya daftar panjang kriteria pasangan yang ideal.
Di 2017, Aya yang saat itu berusia 25 tahun, merupakan mahasiswa S2 yang sedang merantau dan ingin mencari teman baru lewat aplikasi jodoh seperti Tinder.
“Waktu itu cuma cari teman ngobrol, bukan hubungan yang serius. Aku dulu mikir kalau bertemu seseorang dengan value yang sama di kehidupan nyata saja sulit, apalagi di internet. Dari beberapa pengalaman sebelumnya, aku lebih sering bertemu dengan cowok yang konservatif. Aku pernah nge-date dengan cowok yang meminta aku untuk berhenti bekerja saat kami menikah nanti, yang mana kurang sesuai dengan hal yang ingin aku lakukan, makanya kami tidak lanjut.” jelas Aya seperti rilis yang diterima Fimela.
Advertisement
Terlepas dari keraguannya, Aya tetap mencoba nge-date dengan match aplikasi jodoh. “Waktu aku masih lajang, biasanya aku suka ngopi bareng match Tinder aku, pernah ada yang langsung tiga kali dengan tiga orang berbeda dalam seminggu. Ngobrolin soal kehidupan, pekerjaan, sampai permasalahan sosial yang menarik buat aku. Aku juga jadi punya kesempatan buat melatih Bahasa Inggrisku saat bertemu match orang asing!,' katanya.
Tidak tahu jodoh datangnya kapan, suatu hari, Aya match dengan seorang cowok yang profil Tinder-nya menarik di mata Aya. “Dia pasang foto mirror selfie yang simple dan natural. Aku juga tertarik dengan bio-nya yang lucu, ‘Harus nikah sebelum umur 30; atau, aku bakal berubah jadi penyihir.’ Menurutku itu lucu, dan menunjukan kalau dia punya kepribadian yang humoris," tambahnya.
Selesai hangout bareng, obrolan mereka terus berlanjut. Kemudian Aya mengetahui bahwa lelaki bernama Fikar itu tinggal di Pamulang, tempat Aya dibesarkan. Ia menanyakan tentang lokasi Tinder-nya, dan katanya ia tinggal di area sekitar tempat tinggalnya.
"Kemudian aku bertanya, ‘Jangan-jangan, kita juga sekolah di tempat yang sama?’ Kemudian dia bertanya apakah aku pernah menghadiri acara reuni sebuah SD di tahun 2012. ‘Kamu yang pakai baju abu-abu pada waktu itu ya?’.
Ternyata mereka dahulu adalah teman satu sekolah yang jarang ngobrol.
Advertisement
Obrolan masa depan bersama
Aya mengatakan setelah berpacaran 4 bulan, mereka berdua siap untuk melangkah ke babak yang lebih serius. “Jadi kami duduk bersama untuk berdiskusi tentang rencana kami kedepannya setelah menikah. Mulai dari tempat tinggal, anak, karir, hingga keuangan. Ternyata banyak kesamaan yang kami memiliki terkait rencana dan tujuan masa depan,” paparnya.
Untuk Aya, ini merupakan poin penting karena akan memengaruhi bagaimana pernikahannya nanti. Misalnya saat membicarakan rencana memiliki anak, kalian harus saling setuju tentang bagaimana cara membesarkannya nanti. Atau saat membicarakan topik finansial, tentunya kalian tidak ingin berakhir dengan seseorang yang kurang bijak dalam mengatur uang.
Walaupun Aya dan suaminya pernah jadi teman satu sekolah, justru yang membuat Aya merasa siap untuk melanjutkan hubungannya adalah keterbukaan dan sikap menerima sang suami. Aya selalu tahu bahwa dia tidak akan menikahi seseorang yang tidak bisa menghargai pilihannya untuk menjadi wanita karir. “
Bersama Fikar membuat saya sadar bahwa yang dibutuhkannya, adalah seseorang yang dapat menerima dan menghargai pilihannya, dan perbedaan pendapat dari waktu ke waktu itu sangatlah normal, yang penting tetap bisa saling memahami satu sama lain. Dibutuhkan seseorang yang tepat untuk bisa berkomunikasi secara terbuka dan jujur, sehingga kamu sadar bahwa ada hubungan yang pantas diperjuangkan,” katanya,
Memiliki seseorang yang bisa diajak berdiskusi tentang masa depan membuat Aya merasa yakin. Menurutnya, menjunjung nilai dan prinsip kesetaraan perempuan dan laki-laki dalam berkembang serta memberikan kesempatan kepada pasangan untuk aktualisasi diri itu penting dalam perjalanan mencari cinta.