Fimela.com, Jakarta Di Indonesia berlaku sebuah standar dalam menentukan pasangan saat menjalin hubungan cinta. Standar ini dibentuk berdasarkan bibit, bebet, dan bobot. Pernah mendengar hal ini?
Filosofi dari bibit sendiri melihat seperti apa keturunan pasangan yang biasanya dilihat dari ras. Sedangkan bebet dilihat dari status sosial ekonomi atau kemampuan finansial. Sementara bobot melihat pasangan berdasarkan tingkat pendidikan dan keahlian yang dimiliki.
Filososi lama soal bibit, bebet, dan bobot ini masih banyak diterapkan di kehidupan modern yang diterapkan orangtua kepada anak-anak mereka. Sementara, pasangan yang menjalin hubungan cinta di masa modern kebanyakan merupakan unconventional love karena adanya perbedaan usia cukup jauh, perbedaan ras, dan status sosial ekonomi.
Advertisement
Tidak jarang pasangan yang menjalani unconventional love mendapat ejekan dari lingkungan sekitar yang membuat seseorang menjadi ragu menjalani hubungan cinta tersebut. Ejekan yang muncul biasanya karena menilai perbedaan usia yang cukup atau perbedaan ras yang memiliki stereotip karakter dan dinilai bertolak belakang.
Seperti misalnya perbedaan usia pasangan 10 tahun atau perempuan Chinese menikah dengan pria Jawa.
Advertisement
Jadi bahan love shamming
Secara studi, 5 dari 10 orang yang menjalani hubungan unconventional masih mendengarkan penilaian dari lingkungan sehingga ragu menjalani hubungan tersebut. Menurut psikolog Pingkan Rumondor, M.Psi, perilaku manusia memilih pasangan bisa ditentukan dari faktor personal dan lingkungan.
"Personal itu bicara soal preferensi penampilan yang sesuai dengan value pribadi. Sementara lingkungan ini dalam bentuk normal dan value sosial, seperti bibit, bebet, dan bobot," kata Pingkan dalam sebuah acara di Jakarta.
Pingkan menyebut tidak heran orang yang menjalani unconventional love merasa ragu karena masih memikirkan apa yang ideal menurut lingkungan sekitar.
"Mungkin cocok secara personal, tapi kalau ingat kata orang bikin jadi ragu," tambah Pingkan.
Ragu karena faktor lingkungan
Dengan kondisi ini bukan berarti hubungan cinta karena perbedaan usia dan ras tidak bisa berhasil. Pingkan menegaskan keberhasilan unconventional love bergantung pada pasangan itu sendiri.
Ketika pasangan berbeda usia dan ras memutuskan untuk berjuang bersama harus ada visi misi yang disepakati. Artinya, pasangan harus berkomunikasi setiap detil yang perlu dibahas berdua sebelum meminta restu dari orangtua.
Saat sudah merasa mantap untuk menjalani hubungan cinta yang tidak biasa ini, baru dikomunikasikan dengan orangtua seperti apa rencana ke depan.
Advertisement
Cara mengkomunikasikan dengan orangtua
"Samain dulu sama pasangan soal visi misi, sehingga mereka (orangtua) juga bisa menghargai, tunjukkan lewat perilaku kalau bahagia bersama pasangan," tutur Pingkan
Selain rencana, perlu jenis komunikasi yang tepat dengan orangtua. Dimulai dengan memiliki sikap mau menghormati dan mendengarkan apa yang menjadi concern orangtua akan masa depan anaknya.
"Pada akhirnya orangtua hanya menginginkan yang terbaik untuk anaknya. Ketika kita sudah memiliki rencana yang matang ini bisa menjadi jalan untuk meyakinkan orangtua," kata Pingkan.