Sukses

Parenting

Mengatasi Tantrum Anak, Panduan Orang Tua untuk Membentuk Emosi yang Sehat

Fimela.com, Jakarta Anak-anak di bawah usia lima tahun sering kali menampilkan perilaku tantrum, yang ditandai dengan ledakan emosi seperti marah, mengamuk, atau menangis dengan keras. Namun, apakah ini berarti emosi mereka tidak stabil? Tidak selalu. Tantrum pada anak sebenarnya merupakan bagian dari proses perkembangan yang normal, di mana mereka sedang belajar mengelola emosi yang mereka rasakan. Sebagaimana dijelaskan oleh Dr. Amira Suryani, seorang psikolog anak, Tantrum adalah ekspresi alami anak untuk menunjukkan rasa marah atau kecewa, terutama ketika mereka belum dapat mengkomunikasikan perasaannya dengan baik.

Perilaku tantrum umumnya muncul karena anak merasa kesulitan dalam mengekspresikan dua jenis emosi yang kuat, yaitu kemarahan dan kesedihan. Pada usia dini, kemampuan komunikasi anak masih terbatas, sehingga mereka bisa merasa frustrasi ketika orang tua tidak dapat memahami keinginan mereka. Dr. Amira menambahkan, Sebagian besar tantrum terjadi karena anak merasa kesulitan mengungkapkan perasaannya dengan kata-kata. Keterbatasan ini membuat mereka lebih mudah merasa frustrasi, yang akhirnya memunculkan tantrum sebagai bentuk reaksi terhadap emosi yang tidak terkelola. Meskipun tantrum adalah bagian normal dari perkembangan anak, orang tua perlu waspada jika perilaku ini terjadi lebih sering atau berlangsung dalam durasi yang lama.

Jika frekuensinya berlebihan, atau anak sering kali sulit menenangkan diri, ini bisa menjadi indikasi adanya masalah perkembangan yang lebih serius. Dalam situasi seperti ini, mendapatkan bantuan dari psikolog bisa sangat bermanfaat untuk menilai kondisi anak dan memberikan dukungan yang diperlukan bagi perkembangan emosional mereka.

Kenali Penyebab Tantrum pada Anak

Tantrum pada anak sering kali menjadi misteri yang memicu kekhawatiran orang tua, namun sesungguhnya fenomena ini memiliki akar yang dapat ditelusuri. Salah satu pemicu utama adalah ketidakmampuan anak untuk mengekspresikan keinginan atau kebutuhannya dengan baik. Bayangkan seorang anak kecil yang merasa lapar atau lelah namun belum memiliki kata-kata yang tepat untuk menggambarkan perasaannya. Frustrasi yang mereka rasakan bisa berubah menjadi ledakan emosi yang tak terelakkan. Pada usia ini, anak tidak selalu bisa mengontrol emosinya atau menyampaikannya dengan kata-kata, jelas Dr. Amira, menyoroti betapa pentingnya peran orang tua dalam membantu anak mengenali dan mengekspresikan emosinya dengan cara yang lebih positif.

Selain faktor internal, lingkungan sekitar juga memegang peranan penting dalam mempengaruhi frekuensi dan intensitas tantrum. Ketika seorang anak merasa diabaikan atau tidak mendapatkan perhatian yang cukup, mereka mungkin merasa perlu untuk menarik perhatian dengan cara yang lebih dramatis, seperti mengamuk. Oleh karena itu, menciptakan lingkungan yang mendukung perkembangan emosi anak sangatlah krusial. Orang tua dapat berperan aktif dengan memberikan perhatian yang tulus dan memahami kebutuhan dasar anak, sehingga mereka merasa aman dan didengar. Dengan demikian, tantrum dapat diminimalkan, dan anak dapat belajar mengelola emosinya lebih baik seiring pertumbuhannya.

Tanda Tantrum yang Tidak Wajar

Tantrum pada anak memang merupakan bagian dari perkembangan yang normal, namun ketika intensitas dan frekuensinya melampaui batas wajar, ini bisa menjadi sinyal adanya masalah yang lebih serius. Dr. Amira menekankan bahwa perhatian khusus perlu diberikan jika tantrum terjadi lebih dari lima kali dalam sehari. Ketika seorang anak mengalami ledakan emosi hampir setiap hari dengan durasi yang panjang, hal ini dapat mengindikasikan adanya gangguan emosional atau psikologis yang memerlukan penanganan lebih lanjut.

Selain itu, durasi tantrum yang melebihi batas normal juga patut diwaspadai, terutama jika berlangsung antara 20 hingga 30 menit tanpa henti, atau bahkan lebih lama jika tidak ditangani dengan tepat. Tantrum yang berkepanjangan seperti ini sering kali ditemukan pada anak-anak dengan gangguan kesehatan mental. Oleh karena itu, jika orang tua mendapati anaknya mengalami tantrum yang berkepanjangan atau terlalu sering, sangat disarankan untuk segera berkonsultasi dengan psikolog anak guna mendapatkan bantuan dan arahan yang tepat.

Perilaku Agresif Saat Tantrum

Selain durasi dan frekuensi, penting untuk memperhatikan perilaku agresif yang mungkin muncul saat anak tantrum. Jika anak melukai diri sendiri atau orang lain, ini bisa menjadi tanda adanya masalah psikologis yang serius. Beberapa anak dengan depresi berat, misalnya, dapat menunjukkan perilaku destruktif, seperti menggigit, mencakar, atau menendang benda di sekitarnya. "Jika anak sering kali melukai dirinya sendiri atau orang lain saat tantrum, ini adalah tanda bahwa mereka mungkin membutuhkan penanganan psikologis lebih lanjut," ungkap Dr. Amira.

Perilaku seperti menendang, memukul, atau mencubit orang lain saat mengamuk juga perlu diwaspadai. Kondisi ini menunjukkan bahwa anak mungkin kesulitan dalam mengelola emosinya dan memerlukan bantuan profesional untuk mengatasi masalah tersebut. Jika perilaku agresif ini terus berlanjut, orang tua harus segera menghubungi psikolog untuk mendapatkan diagnosis yang tepat.

Anak Tidak Mampu Menenangkan Diri Sendiri

Tantrum sering kali menjadi panggung ekspresi yang dramatis bagi anak-anak, sebuah cara untuk menarik perhatian dari orang tua yang kadang teralihkan oleh kesibukan sehari-hari. Di balik suara tangisan dan teriakan yang menggelegar, tersembunyi harapan bahwa seiring berjalannya waktu, si kecil akan belajar seni menenangkan diri setelah badai emosinya mereda. Seperti yang diungkapkan oleh Dr. Amira, ketidakmampuan anak untuk menenangkan diri setelah ledakan emosi bisa menjadi sinyal adanya tantangan dalam kemampuan mereka mengatur emosi. Sering kali, memberikan ruang bagi anak untuk meluapkan perasaannya menjadi kunci untuk meredakan gejolak tersebut, seolah mengatakan, Aku di sini, dan aku mendengarmu.

Namun, ketika perilaku tantrum terus berulang dan anak tampaknya terjebak dalam siklus yang tak berujung, mungkin sudah saatnya bagi orang tua untuk melibatkan diri lebih dalam dalam proses pembelajaran emosi anak. Dalam situasi ini, kesabaran menjadi sekutu terbaik, dan dukungan menjadi jembatan yang menghubungkan anak dengan cara-cara yang lebih sehat dalam menghadapi emosi yang meluap. Dengan bimbingan yang penuh kasih, orang tua dapat membantu anak menemukan jalan menuju pengelolaan emosi yang lebih baik, sembari menanamkan ketahanan emosional yang akan bermanfaat sepanjang hidup mereka.

Langkah yang Harus Dilakukan Orang Tua

Tantrum pada anak memang merupakan bagian dari proses tumbuh kembang yang normal, namun ketika perilaku ini menjadi berlebihan atau menunjukkan gejala yang tidak biasa, orang tua perlu bertindak dengan sigap. Salah satu langkah awal yang dapat diambil adalah berkonsultasi dengan psikolog anak, yang dapat memberikan wawasan mendalam mengenai penyebab tantrum serta strategi penanganan yang efektif. Melalui diskusi ini, orang tua dapat memperoleh panduan untuk menciptakan lingkungan yang mendukung perkembangan emosional anak, sehingga mereka merasa aman dan dipahami.

Di samping itu, orang tua memiliki peran penting sebagai teladan dalam pengelolaan emosi, terutama saat anak mengalami kemarahan atau kekecewaan. Dengan memberikan contoh yang baik, anak akan belajar bagaimana menavigasi perasaannya seiring bertambahnya usia. Perkembangan sikap dan perilaku anak akan lebih optimal jika dibesarkan dalam lingkungan yang penuh perhatian dan kasih sayang. Apabila orang tua merasa kewalahan dalam menghadapi tantrum anak, segeralah mencari bantuan profesional dari psikolog untuk memastikan penanganan yang tepat dan efektif, demi kesejahteraan emosional anak di masa depan.

Apa yang menyebabkan anak sering tantrum?

Ledakan emosi pada anak dapat dipicu oleh beragam faktor, seperti kesulitan mereka dalam menyampaikan keinginan atau perasaan, rasa frustrasi akibat tidak dipahami, atau kondisi fisik seperti merasa lapar atau kelelahan.

Bagaimana cara menangani anak yang tantrum tanpa memarahinya?

Strategi paling efektif dalam menghadapi anak yang sedang tantrum adalah dengan menjaga ketenangan dan kesabaran. Usahakan untuk tidak memarahi atau menghukum mereka, karena tindakan tersebut dapat memperparah situasi. Izinkan anak mengekspresikan emosinya, dan setelah itu, bantu mereka untuk kembali tenang.

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

What's On Fimela
Loading