Fimela.com, Jakarta Istilah generasi stroberi menggambarkan generasi yang mudah terluka dan rentan terhadap tekanan hidup, seperti buah stroberi yang mudah hancur. Kondisi ini sering membuat mereka dianggap kurang tahan banting dalam menghadapi tantangan. Namun, ada sejumlah faktor yang bisa menyebabkan anak-anak tumbuh dengan sifat seperti ini, terutama dari cara pola asuh dan lingkungan mereka dibentuk.
Di era modern ini, kemajuan teknologi dan perubahan sosial juga turut andil membentuk generasi ini. Lingkungan yang serba cepat, penuh kenyamanan, dan banyak fasilitas membuat anak-anak terbiasa dengan kemudahan instan. Tanpa disadari, hal ini bisa mempengaruhi cara anak menghadapi masalah sehingga mereka lebih mudah merasa tertekan.
Agar dapat memahami bagaimana anak-anak bisa tumbuh menjadi generasi stroberi, penting untuk mengenali faktor-faktor yang mendorong karakter ini. Berikut beberapa penyebab utama yang perlu diperhatikan agar anak-anak bisa tumbuh lebih tangguh.
Advertisement
Advertisement
1. Pola Asuh yang Terlalu Protektif
Terlalu melindungi anak dari tantangan dan masalah sering kali membuat mereka kurang terlatih dalam menghadapi kesulitan. Orang tua yang terlalu protektif cenderung ingin menghindarkan anak dari hal-hal negatif atau kegagalan. Meski niatnya baik, hal ini justru membuat anak tidak terbiasa menghadapi ketidaknyamanan.
Dampaknya, anak bisa tumbuh dengan minim kemampuan problem-solving dan lebih rentan terhadap stres saat menghadapi tekanan kecil sekalipun. Penting bagi orang tua untuk memberi ruang bagi anak dalam belajar mengatasi masalah, sehingga mereka memiliki kekuatan mental yang lebih tangguh di masa depan.
2. Kebiasaan Memanjakan dengan Kenyamanan Instan
Perkembangan teknologi yang menyediakan segala hal secara cepat turut membentuk karakter yang menginginkan hasil instan. Ketika anak terbiasa dengan hal ini, mereka cenderung kehilangan kesabaran dan kesulitan dalam menahan diri saat harus berusaha lebih keras untuk mencapai sesuatu.
Kenyamanan instan, seperti kemudahan dalam akses hiburan atau bantuan teknologi, dapat menyebabkan anak cepat bosan dan mudah putus asa saat menghadapi kesulitan nyata. Mengajarkan anak untuk menghargai proses dan usaha yang bertahap adalah cara yang efektif untuk menghindari terbentuknya karakter yang lemah dalam menghadapi tantangan.
Advertisement
3. Minimnya Pengalaman Menghadapi Kesulitan
Anak-anak yang dibesarkan dengan segala kebutuhan yang tercukupi tanpa pernah mengalami kesulitan cenderung tidak memiliki kemampuan bertahan yang kuat. Pengalaman menghadapi kesulitan, seperti kegagalan atau kekurangan, bisa menjadi pelajaran penting bagi anak agar mampu bertahan dalam berbagai kondisi.
Ketika anak jarang atau bahkan tidak pernah dihadapkan pada situasi sulit, mereka kehilangan kesempatan untuk belajar menjadi tangguh dan fleksibel. Karena itu, memberikan anak pengalaman berharga dalam menghadapi berbagai tantangan sesuai dengan usianya bisa membantu mengasah daya juang mereka.
Menjadikan anak-anak generasi yang tangguh memerlukan keseimbangan antara dukungan dan pemberian tantangan. Dengan menghindari pola asuh yang terlalu protektif dan memperkenalkan mereka pada proses menghadapi kesulitan, anak-anak dapat tumbuh lebih kuat dalam menghadapi dunia yang penuh tantangan.