Sukses

Parenting

Hindari Didikan yang Membahayakan Kesehatan Mental Anak, Mari Kenali Istilah Eggshell Parenting

Fimela.com, Jakarta Parenting bukanlah hal yang mudah. Selain memenuhi kebutuhan fisik anak, mengasuhnya juga tentang membentuk perasaan dan pertumbuhan emosional mereka. Cara Sahabat Fimela berperilaku di sekitar anak-anak dan bereaksi terhadap perilaku mereka dapat berdampak besar pada kesejahteraan emosional, bahkan di kemudian hari. 

Banyak orangtua yang merasakan perasaan bersalah, cemas, dan bahkan takut karena tidak memenuhi harapan parenting yang ditetapkan oleh masyarakat atau bahkan diri sendiri. Entah Sahabat Fimela lebih condong ke parenting yang lembut gaya yang lebih otoriter. Tidak jarang orangtua khawatir tentang dampak parenting terhadap anak, terutama ketika yang kamu alami tidak terlalu sehat. Beberapa gaya parenting anak dapat berdampak negatif terhadap kesehatan mental, termasuk gaya eggshell parenting.

Inilah yang perlu Sahabat Fimela ketahui tentang apa artinya eggshell parenting, contoh, tanda-tanda, risiko, dan cara memutus siklus tersebut yang dilansir melalui berbagai sumber. 

Apa itu eggshell parenting?

Sebelum Sahabat Fimela mulai khawatir, ketahuilah bahwa eggshell parenting lebih dari sekadar ledakan emosi yang terjadi sesekali. Semua orangtua berteriak atau merasa frustasi dari waktu ke waktu. Namun, dalam parenting yang tidak jelas, hal ini merupakan kejadian biasa di mana emosi orangtua tidak stabil, sampai pada titik seluruh mekanisme koping anak hancur. Hal ini menyebabkan mereka merasa sangat malu atau disalahkan.

Melansir dari popsugar.com, eggshell parenting, atau pola asuh kulit telur, adalah suatu bentuk parenting di mana sering terjadi ledakan emosi oleh orangtua karena suasana hati, pikiran, perilaku, dan keadaan relasional mereka yang sangat tidak dapat diprediksi dan sangat tidak konsisten sehingga menyebabkan anak menjadi sangat waspada untuk melindungi diri.

Dr. Sage menjelaskan, “Eggshell parenting sering kali mencerminkan sistem ketertarikan yang tidak terorganisir, di mana sumber rasa aman (pengasuh) juga menjadi sumber ketakutan (pengasuh atau orangtua).”

Orangtua yang tidak melakukan eggshell parenting mungkin merasa bersalah atau menyesal setelah ledakan emosi, baik kecil atau besar, orangtua ini biasanya tidak melihat perilaku mereka sebagai sesuatu yang salah, melainkan dibenarkan oleh sesuatu yang disebabkan oleh anak. Orangtua akan merasa tidak enak setelah membentak anaknya dan bahkan meminta maaf atas reaksi mereka setelahnya. Sementara, orangtua yang melakukan eggshell parenting tidak menganggap perilaku mereka tidak pantas, tidak meminta maaf, atau melakukan perbaikan dan mengabaikannya.

Contoh eggshell parenting

Melansir dari parents.com, contoh dari eggshell parenting, katakanlah seorang anak pulang dengan membawa nilai ujian. Orangtua mengucapkan selamat kepada anak. Setelah makan malam, orangtua memarahi anaknya karena tidak mendapat nilai lebih baik.

Perilaku yang tidak dapat diprediksi ini membingungkan, mengirimkan pesan yang beragam, dan tidak memberikan anak cerminan yang konsisten, perilaku dan pengaruh yang dibutuhkan anak dari orangtuanya agar merasa aman, tenteram, dan dipahami.

Tanda-tanda eggshell parenting

Melansir dari popsugar.com, ada 4 tanda-tanda eggshell parenting yang dikutip dari para ahli. Berikut di antaranya:

1. Perubahan suasana hati yang tidak dapat diprediksi

Umum bagi orangtua yang tidak siap untuk menyerang dan berubah dari 0 menjadi 100 dengan sangat cepat, dengan sedikit atau tanpa tanda peringatan untuk mempersiapkan anak menghadapi perubahan perilaku orangtuanya. “Ini bisa jadi merupakan reaksi terhadap sesuatu yang telah atau sama sekali tidak ada hubungannya dengan anak tersebut. Orangtua yang tidak berdaya melampiaskan rasa frustasinya pada anak, meskipun anak itu bukan penyebabnya,” jelas Emily Guarnotta, seorang psikolog klinis berlisensi.

2. Menyalahkan atau menindas

Orangtua yang tidak bertanggung jawab mungkin tampak mempermalukan atau menindas anak dengan menggunakan taktik pelecehan verbal dan emosional yang membuat anak merasa negatif terhadap dirinya sendiri. Dr. Sage menjelaskan, “Seorang anak tidak pernah bisa benar-benar rileks dalam pikiran dan tubuhnya sendiri, sering kali menyalahkan dirinya karena menerima cinta yang buruk dari orangtuanya. Jauh di lubuk hati, seorang anak sering kali menginternalisasikan pengalaman-pengalaman ini sebagai rasa malu yang memas pantas diterima.”

3. Mengirim pesan campuran

Karena perilaku orangtua sebagian besar dipengaruhi oleh suasana hati apa pun yang mereka alami pada saat tertentu, mungkin sulit bagi anak, atau orang lain, untuk mengetahui apa yang diharapkan. “Jika seorang anak menumpahkan minuman ke lantai, orangtua yang sedang dalam suasana hati baik mungkin tetap tenang dan hanya meminta anak untuk membersihkannya. Namun, orangtua yang sama dalam suasana hati buruk mungkin menjadi marah, merendahkan anak secara verbal, atau bahkan menggunakan kekerasan,” jelas Dr. Guarnotta.

4. Tidak pernah meminta maaf

Seperti yang telah disebutkan, orangtua yang melakukan eggshell parenting tidak merasakan penyesalan sama seperti orangtua yang tidak melakukan parenting tersebut, jika mereka berperilaku negatif terhadap anak sehingga jarang sekali ada permintaan maaf setelah ledakan kemarahan. Dr. Guarnotta mengatakan, “Bahkan ketika orangtua berperilaku sangat di luar kebiasaan, mereka melihat orang lain sebagai penyebab suasana hati dan tidak bertanggung jawab atas perilakunya, sehingga anak-anak merasa mereka selalu bersalah.”

Risiko melakukan eggshell parenting

Orangtua yang tidak berdaya adalah mereka yang tidak aman secara emosional dan sering bergumul dengan berbagai bentuk traumanya. Melansir dari popsugar.com, Dr. Sage mengatakan, “Karena sifatnya yang sangat tidak dapat diprediksi, pola penguatan yang terputus-putus, dan kurangnya penyediaan lingkungan yang umumnya bagi anak-anak, hal-hal tersebut menyebabkan anak menjadi sangat waspada terhadap suasana hati, pikiran, dan pola relasional mereka.”

Namun, hal ini tidak berarti bahwa orangtua tidak bisa bersikap penuh kasih sayang. Faktanya, mereka biasanya memang demikian. Masalahnya adalah meskipun mereka tampak ‘aman’, seorang anak harus mengembangkan mekanisme penanggulangan yang dapat mereka gunakan ketika orangtua tiba-tiba mengubah perilakunya dan menjadi ‘tidak aman’. Perlu dicatat, “Jauh di lubuk hati, anak dari orangtua yang tidak tahu apa-apa sering kali menginternalisasi pengalaman-pengalaman ini sebagai rasa malu yang pantas mereka terima,” jelas Dr. Sage.

Para ahli ini menjelaskan bahwa sebagian besar orangtua yang melakukan eggshell parenting kemungkinan besar tumbuh dengan orangtua yang berperilaku serupa. Namun, hanya karena kamu memiliki orangtua dengan eggshell parenting, bukan berarti kamu menjadi salah satunya.

Bagaimana cara memutus siklus eggshell parenting?

Meskipun sulit untuk memutus siklus eggshell parenting, hal ini bukan tidak mungkin. Melansir dari popsugar.com, berikut ini cara yang bisa kamu lakukan.

1. Atasi trauma sendiri

Trauma dapat berupa peristiwa apa pun yang terjadi di masa lalu dan membuatmu merasa kewalahan dan tidak mampu mengatasinya. Trauma juga bisa merupakan akibat dari peristiwa berkepanjangan yang sangat membebani atau tidak dapat diprediksi. Disarankan untuk mencari terapis yang baik atau ahli kesehatan mental berlisensi untuk membantumu memproses beberapa trauma masa lalu dan berupaya menuju masa depan yang lebih baik untukmu dan anak-anak.

2. Pantau suhu internal

Ciri khas dari eggshell parenting adalah ketidakteraturan emosional yang sangat relatif tiba-tiba. Orangtua yang melakukan eggshell parenting bertindak sangat impulsif, dan intensitas itu mungkin terasa di luar kendali. Inilah pentingnya untuk memantau suhu internal kamu. Membayangkan diri memiliki termometer internal yang dapat menaikkan atau menurunkan suhu tergantung suasana hati dapat membantu kamu memanfatu perasaan. Jika kamu merasakan suhu tubuh meningkat, ini merupakan sinyal bahwa perlu mengambil tindakan untuk menenangkan diri atau mungkin perlu menjauhkan diri dari situasi tersebut.

3. Jeda antara pemicu dan respon

Ketika kamu benar-benar menemukan suatu pemicu, apakah itu terlambat ke kantor atau pulang ke rumah yang berantakan, dan kamu merasa diri memanas, cobalah berhenti sejenak sebelum bereaksi. Ada jarak antara pemicu dan respon. Jika kamu dapat memperluas ruang tersebut dan memberi diri waktu untuk mengevaluasi situasi, memikirkan potensi respon, dan memilih respon yang sejalan dengan nilai-nilai, serta menjadi orangtua yang diinginkan, maka kamu akan lebih konsisten didorong oleh nilai dan terkendali.

4. Akui kesalahan

Ini adalah tantangan besar bagi orangtua yang tidak tahu apa-apa, karena mereka sering tidak menyadari kalau sudah keterlaluan. Merupakan langkah penting untuk mulai mengesampingkan harga diri dan mengakui ketika kamu melakukan kesalahan. Orang atau peristiwa lain mungkin menyebabkan kamu merasa kesal, tetapi jika bereaksi berlebihan atau menyakiti orang lain dalam prosesnya, maka kamulah yang bertanggung jawab. Mengambil tanggung jawab atas tindakan adalah tanda kekuatan dan kedewasaan, serta menjadi teladan keterampilan hubungan yang baik bagi anak-anak.

5. Melatih teknik koping

Karena eggshell parenting cenderung berasal dari respons stres dalam tubuh, yang juga dikenal sebagai ‘lawan’ atau ‘lari’, teknik penanganan tertentu termasuk kewaspadaan, pernapasan dalam, yoga, atau apa pun yang membantu mengatur sistem saraf dapat bermanfaat. Mindfulness mungkin terasa sulit pada awalnya, terutama jika kamu memiliki trauma, jadi mulailah dengan perlahan dan maafkan diri sendiri. Cobalah mengambil 3x napas dalam-dalam setiap hari, berusahalah untuk fokus pada napas selama 3 napas tersebut, lalu tambahkan napas setiap hari hingga kamu dapat mulai melatih diri sendiri selama 20 detik. Lanjutkan latihan ini secara rutin untuk melihat hasil terbaik.

 

Penulis: Miftah DK

#Unlocking The Limitless

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

What's On Fimela
Loading