Fimela.com, Jakarta Selepas masa ASI eksklusif, kebutuhan makan anak perlu diasup dari MPASI (makanan pendamping ASI), di samping ASI. Komposisi antara ASI dan MPASI berubah seiring waktu; komposisi ASI semakin sedikit, sedangkan MPASI makin banyak.
Di usia 12 – 23 bulan, komposisi makanan anak terdiri dari 70% MPASI dan 30% ASI (dan/atau susu formula). Mengingat lambung bayi/anak yang ukurannya kecil, IDAI (Ikatan Dokter Anak Indonsia) merekomendasikan pemberian MPASI dalam porsi kecil-kecil melalui tiga kali makan utama dan satu sampai dua kali snack atau selingan.
Dari sini terlihat bahwa snack merupakan bagian dalam memberikan asupan nutrisi untuk si Kecil.Untuk itu snack tidak sekadar enak, tapi juga harus padat nutrisi, meski porsinya kecil.
Advertisement
Lalu snack sehat seperti apa? Sebagaimana telah kita ketahui, anak membutuhkan nutrisi makro dan mikro. Ia menjelaskan, kebutuhan karbohidrat tak harus selalu nasi; bisa juga ubi, kentang, pasta, dan lain-lain. “
Makro dari karbohidrat, lemak, dan protein. Untuk protein, utamakan protein hewani. Protein nabati bonus saja,” ujar dr. Lucia Nauli Simbolon, Sp.A, M.Sc.
Adapun asupan lemak, harus dihitung juga dari yang terkandung dalam protein hewani. Protein bisa dari ikan yang kaya akan DHA, telur, daging merah, ayam maupun unggas lainnya, ataupun susu. “Yang pasti, makanan harus beragam karena tidak ada makanan yang sempurna,” imbuhnya.
Jangan lupakan nutrisi mikro berupa vitamin dan mineral. Salah satu yang paling krusial yaitu zat besi. ASI hanya menyuplai 0,5 mg zat besi per hari, sedangkan anak usia 1 – 3 tahun membutuhkan zat besi sebesar 7 mg/hari. Lagi-lagi, sumber hewani diutamakan karena zat besi heme (dari hewani) memiliki penyerapan yang lebih tinggi yaitu 23%, dibandingkan zat besi non-heme (dari nabati misalnya sayuran hijau) yang hanya 3 – 8%. Snack sebagai bagian dari MPASI, harus mengandung nutrisi penting untuk mendukung tumbuh kembang anak.
Advertisement
Snack sehat untuk anak
Banyak orangtua memberikan sayuran rebus dan buah untuk snack. Ini boleh saja, tapi jangan terlalu banyak karena sayur dan buah mengandung serat tinggi, yang bisa menghambat penyerapan nutrisi penting, serta membuat si Kecil cepat kenyang. Bila ingin memberikan buah/sayur sebagai snack, maka jaraknya jangan terlalu dekat dengan waktu makan utama berikutnya.
“Anak harus mendapat makanan bergizi dari protein hewani dan mengandung cukup zat besi,” dr. Lucia mengingatkan.
Jadi, alih-alih memberikan jajanan tak karuan untuk si Kecil, lebih baik memberinya puding susu, dimsum ayam-brokoli, perkedel daging, pangsit ayam/daging, otak-otak ikan, atau risoles isi daging/ayam dan wortel.
Snack buatan sendiri tentu lebih terjamin kandungan nutrisi dan kebersihannya. Pangan ultra-olahan atau ultra-processed food seperti sosis, bakso kemasan, biskuit, dan makanan ringan, sebaiknya dibatasi.
“Makanan seperti ini memang bisa meningkatkan nafsu makan karena bumbunya (enak) sehingga membuat berat badan anak naik, tapi jangan diberikan untuk jangka panjang,” tandas dr. Lucia. Jangan takut menambahkan bahan lain seperti keju, butter, dan santan ke dalam snack.
Selain meningkatkan cita rasa snack, bahan-bahan tersebut juga menambah asupan lemak yang dibutuhkan anak. Produk kental manis pun boleh saja ditambahkan dalam snack, misalnya ke puding susu, pie susu-buah, atau roti bakar keju. Ada tudingan bahwa kental manis bisa menyebabkan stunting. Hal ini perlu disikapi dengan bijak. Sebagaimana kita ketahui, banyak sekali faktor yang berperan dalam terjadinya stunting.
Tak hanya dari asupan makan anak, tapi juga faktor kebersihan lingkungan, kesehatan anak, hingga vaksinasi. Mengatakan bahwa bahan makanan tertentu bisa menyebabkan stunting sehingga perlu dihindari, kuranglah tepat. Seakan-akan stunting bisa dicegah hanya dengan menghindari konsumsi makanan tertentu. Padahal, persoalannya tidak sesederhana itu.
“Pada dasarnya, kental manis adalah susu yang kandungan airnya dihilangkan lalu ditambah gula. Kental manis diperuntukkan sebagai tambahan pada makanan dan minuman,” jelas Ketua Pengurus Pusat Perhimpunan Dokter Gizi Medik Indonesia (PDGMI), Dr. dr. Elvina Karyadi, M.Sc, Sp.GK.
Sepanjang ditambahkan pada snack, kental manis sah-sah saja diberikan ke anak, dan tidak bisa dibilang sebagai penyebab stunting. Penambahan kental manis ataupun bahan lain seperti keju, justru membuat snack sehat buatan ibu jadi lebih menarik dan tidak membosankan.
Dari segi nutrisi dan kalori, snack rumahan lebih terjamin karena ibu bisa mengaturnya sendiri. Berbeda dengan snack yang dibeli dari luar, di mana kandungan kalori dan gulanya sangat tinggi, untuk menciptakan makanan/minuman yang menggugah selera pasar. “Kita sering lupa dengan gula tersembunyi yang banyak terkandung dalam snack sehari-hari seperti kue-kue, pastry, atau minuman kemasan. Jangan banyak gula tapi rendah protein,” tegas Dr. dr. Elvina.
Batasi Asupan Gula untuk Anak
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) menentukan batas konsumsi gula per hari adalah 50 gram gula atau setara dengan 4 sendok makan. Untuk anak, berdasarkan rekomendasi AHA (American Heart Association), batasnya hanya kurang dari setengah angka tersebut. Yaitu 24 gr/hari atau <6 sendok teh untuk anak usia 2 – 18 tahun.
“Minuman manis dibatasi tidak lebih dari 230 mililiter per minggu,” ujar Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (P2PTM) Kemenkes, dr. Eva Susanti, S.Kp., M.Kes.
Adapun anak usia <2 tahun sebaiknya diberikan gula tambahan sesedikit mungkin, hanya untuk menambah rasa pada makanan sehari-hari. Pemerintah akan memberlakukan cukai pada produk minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) tahun depan (2024). MBDK yang akan dikenakan cukai meliputi semua produk minuman yang mengandung gula, pemanis alami, maupun buatan.
“Terdapat lebih dari 50 negara telah menerapkan cukai pada minuman berpemanis. Penerapan cukai pada pangan yang tinggi energi dan rendah kualitas zat gizi, seperti MBDK berpotensi untuk memperlambat laju peningkatan prevalensi obesitas di Indonesia,” tutur dr. Eva.
Hal ini diamini oleh Dr. dr. Elvina. Menurutnya, cukai pada MBDK akan berdampak positif bagi kesehatan masyarakat. “Tujuannya untuk mengurangi konsumsi minuman manis atau berkarbonasi,” ucapnya.
Ini akan menggantikan kebiasaan minum minuman manis dengan pilihan yang lebih sehat. Dengan begini, diharapkan akan terbentuk pola makan yang baik di lingkungan keluarga sedini mungkin, dan pada akhirnya bisa menurunkan angka obesitas, diabetes, dan berbagai penyakit kronis lainnya yang berkaitan dengan asupan gula yang berlebihan.