Fimela.com, Jakarta Pernahkah Sahabat Fimela mendengar internalizing behavior? Hal ini merupakan gangguan perilaku yang dapat mempengaruhi psikologis dan emosional, termasuk pada anak. Nyatanya, perilaku berbahaya tidak hanya tindak kekerasan yang ditujukan kepada orang lain, tetapi juga yang ditujukan pada diri sendiri. Beberapa anak tidak menyadari bahwa gangguan emosi yang dialami justru menyebabkan dirinya melakukan proses internalisasi emosi daripada mengeksternalisasi emosi tersebut.
Dalam beberapa kasus, anak yang tumbuh dengan kesulitan untuk menenangkan diri mungkin mengalihkan kecenderungan tersebut ke dalam dirinya sendiri, bertindak tidak baik terhadap diri sendiri ketika emosi muncul. Perilaku ini lah yang disebut sebagai internalizing behavior. Dilansir dari betterhelp.com, internalizing behavior termasuk kesedihan, penarikan diri, rasa bersalah, rasa malu dan rendah diri, keluhan somatik, kekhawatiran, depresi, dan kecemasan.
Singkatnya, internalizing behavior adalah perilaku yang diarahkan ke dalam diri sendiri. Pola perilaku ini sering kali tidak disadari oleh lingkungan sekitarnya. Dalam kasus yang parah, masalah internalisasi ini dapat menjadi gangguan yang mengganggu kesehatan mental anak. Bahkan, penelitian menyebutkan bahwa gangguan perilaku ini bisa membahayakan anak dan merugikan lingkungan di sekitarnya.
Advertisement
Advertisement
Externalizing Behavior dan Internalizing Behavior
Masalah perilaku pada anak dapat digolongkan sebagai externalizing behavior dan internalizing behavior. Externalizing behavior adalah jenis gangguan perilaku pada anak yang tidak terkendali dan diarahkan ke luar seperti agresi, pembangkangan, dan biasanya mengganggu orang lain. Artinya, perilaku-perilaku tadi ditujukan terhadap orang-orang di sekitar anak.
Sedangkan internalizing behavior adalah perilaku yang diarahkan ke dalam diri dan biasanya merupaka akibat dari emosi negatif. Anak bisa menyakiti diri sendiri atau memperlakukan dirinya sendiri dengan tidak baik. Emosi yang dapat memicu perilaku internalisasi seperti kesepian, isolasi, pengabaian, kesedihan, penderitaan, kemarahan, iri hati, kecemburuan, rasa tidak aman, keraguan diri, dan kebencian pada diri sendiri.
Penelitian menunjukkan bahwa internalizing behavior lebih banyak terjadi pada anak perempuan. Sementara anak laki-laki cenderung lebih banyak melakukan externalizing behavior. Perbedaan ini umumnya disebabkan oleh perbedaan budaya dibandingkan perbedaan biologi. Sebab, misal adanya pandangan masyarakat bahwa anak laki-laki tidak boleh menangis, anak perempuan harus bersikap baik, dan sebaginya.
Jenis Internalizing Behavior
Berikut beberapa jenis internalizing behavior yang dilakukan seseorang untuk melampiaskan emosi pada dirinya:
- Berpartisipasi dalam pembicaraan negatif dengan suara keras atau dalam pikiran
- Terlibat dalam aktivitas berisiko yang merugikan diri sendiri, bahkan secara tidak sadar, seperti penggunaan narkoba, seks berisiko, dan lain-lain.
- Memotong, membakar, mencakar, atau menggunakan bentuk fisik lainnya untuk menyakiti diri sendiri
- Menghina diri sendiri
- Menangis dan menyalahkan diri sendiri ketika terjadi konflik
- Menahan kegembiraan atau kesenangan dari diri sendiri
- Mengisolasi diri dari orang lain
- Gangguan pola makan
- Melakukan upaya bunuh diri
Faktor Risiko
Internalisasi melibatkan penggabungan nilai-nilai atau pola budaya ke dalam diri seseorang melalui pembelajaran dan sosialisasi. Berikut faktor risiko umum yang dapat mengindikasikan anak melakukan internalizing behavior:
- Konflik keluarga​
- Penolakan orang tua, permusuhan, atau gaya pengasuhan yang kasar​
- Kurangnya kehangatan orang tua​
- Mengontrol pola asuh
- Pengabaian masa kecil
- Pelecehan seksual​
- Penindasan​
- Kurangnya kontrol yang dirasakan atas kehidupan mereka sendiri​
Penulis: Maritza Samira
#BreakingBoundariesNovember