Induksi persalinan merupakan prosedur untuk melancarkan proses persalinan. Induksi persalinan menjadi sangat penting dilakukan ketika proses persalinan berisiko membahayakan ibu dan janin. Prosedur yang juga dikenal dengan nama induksi melahirkan ini dilakukan dengan tujuan untuk merangsang otot rahim guna mempermudah persalinan.
Induksi akan diberikan saat seorang ibu hamil tidak juga mengalami persalinan pada hari yang sudah ditetapkan. Dengan induksi, memicu kontraksi pada rahim sebelum yang alami terjadi. Induksi pada dunia kedokteran dikenal sebagai tindakan untuk mempercepat proses persalinan. Namun, dokter tidak sembarangan menerapkan prosedur ini.
Advertisement
BACA JUGA
Ada beberapa cara induksi alami yang sampai hari ini masih dilakukan untuk merangsang kontraksi. Beberapa di antaranya memang memicu pro dan kontra.
Nah, untuk lebih jelasnya, Fimela.com kali ini akan mengulas serba serbi induksi persalinan sampai pada jenis induksinya. Dilansir dari beragam sumber, simak ulasan selengkapnya berikut ini.
Advertisement
Seputar Induksi Persalinan
Secara sederhana, tindakan induksi persalinan dilakukan untuk merangsang kontraksi rahim guna mempercepat proses persalinan. Namun, prosedur ini tidak boleh dilakukan sembarangan karena memiliki beberapa risiko. Oleh karena itu, para ibu hamil perlu mengenali alasan, metode, dan risiko induksi persalinan sebelum menjalaninya.
Pada usia kehamilan 42 minggu, cairan ketuban mulai berkurang. Jika tidak segera dilahirkan, berbagai risiko gangguan pada janin dapat terjadi, mulai dari gawat janin hingga kematian. Oleh karena itu, diperlukan induksi persalinan demi menyelamatkan nyawa ibu serta janin yang dikandung.
Beberapa Kondisi yang Membutuhkan Tindakan Induksi Persalinan
1. Belum terjadinya kontraksi saat air ketuban telah pecah
Air ketuban yang telah pecah lebih dari 24 jam sebelum persalinan dapat meningkatkan risiko infeksi pada kehamilan. Oleh karena itu, dokter biasanya akan mempertimbangkan beberapa tindakan, seperti induksi persalinan atau memantau tanda-tanda persalinan secara normal.
Namun, jika ketuban pecah di bawah usia kehamilan 37 minggu atau prematur, dokter akan memantau kondisi bayi dalam kandungan terlebih dulu. Hal ini disebabkan karena tindakan induksi persalinan pada usia kehamilan tersebut hanya akan disarankan bila ada indikasi medis tertentu.
2. Usia kandungan telah melewati waktu perkiraan persalinan
Jika pada usia kehamilan 42 minggu masih juga belum terlihat tanda-tanda akan melahirkan, maka risiko bayi meninggal dalam kandungan dan masalah kesehatan lain akan semakin tinggi. Oleh karena itu, dokter biasanya akan merekomendasikan prosedur induksi persalinan.
3. Mengalami kondisi dimana kehamilan berisiko tinggi
Jika ibu hamil memiliki kondisi tertentu, seperti tekanan darah tinggi, diabetes, atau kondisi lain yang bisa berdampak terhadap janin, dokter akan menawarkan prosedur induksi persalinan. Hal ini dilakukan demi keselamatan ibu dan bayi dalam kandungan.
Selain itu, beberapa kondisi lain juga dapat menjadi alasan dilakukannya induksi persalinan, seperti adanya infeksi pada rahim, bayi berhenti berkembang, oligohidramnion, preeklamsia, atau abruptio plasenta.
Advertisement
Jenis-Jenis Induksi Persalinan
Ada beberapa jenis induksi persalinan yang akan disesuaikan dengan kondisi ibu hamil dan masalah kehamilan yang dialami. Berikut ini adalah jenisnya:
1. Menggunakan teknik membrane stripping
Dokter atau bidan akan menggunakan jarinya untuk memisahkan lapisan kantung ketuban dengan leher rahim. Teknik ini dapat melepaskan hormon prostaglandin yang berdampak untuk memicu terjadinya persalinan.
2. Mematangkan leher rahim
Pada teknik ini, dokter akan memberikan obat berisi hormon untuk menipiskan atau mematangkan leher rahim, baik dalam bentuk obat minum (oral) atau obat yang dimasukkan ke dalam vagina (suppositoria).
Selain dengan pemberian obat, metode ini juga dapat dilakukan dengan memasukkan kateter yang mengandung larutan garam ke dalam leher rahim.
3. Memecahkan air ketuban
Metode ini serimg dikenal dengan istilah amniotomi dan dilakukan saat kepala bayi sudah berada di panggul bawah dan leher rahim dalam kondisi setengah terbuka. Metode ini dilakukan dengan membuat lubang kecil di kantung ketuban. Pada prosesnya, ibu hamil akan merasakan semburan cairan hangat saat kantung ketuban telah dipecahkan.
4. Menggunakan obat-obatan yang diinfuskan ke pembuluh darah
Metode ini menggunakan hormon oksitosin, yaitu hormon sintetis pemicu kontraksi rahim, yang dimasukkan melalui pembuluh darah. Infus hormon oksitosin ini dilakukan jika leher rahim mulai menipis dan melunak.
Prediksi Risiko yang Timbul Setelah Induksi Persalinan
Meskipun tindakan ini merupakan tindakan medis untuk memperlancar proses persalinan, tetapi induksi persalinan juga tidak lepas dari risiko. Oleh karena itu, induksi persalinan hanya dilakukan atas pertimbangan dan alasan yang kuat. Ada beberapa risiko yang dapat timbul dari induksi persalinan, di antaranya:
- Rasa nyeri hebat dibandingkan dengan kontraksi pada persalinan normal.
- Lemahnya detak jantung dan berkurangnya suplai oksigen pada bayi, karena kandungan oksitosin atau prostaglandin pada obat induksi persalinan.
- Terjadinya infeksi pada ibu dan bayi.
- Perdarahan yang terjadi karena otot rahim tidak berkontraksi setelah proses persalinan (atonia uteri).
- Pecahnya rahim hingga membutuhkan pengangkatan rahim.
Tindkaan induksi persalinan tentu tidak disarankan apabila ibu hamil mengalami kondisi tertentu, seperti infeksi herpes genital, riwayat operasi caesar dengan sayatan vertikal, riwayat operasi besar pada rahim, prolaps tali pusat, atau jalan lahir terlalu sempit untuk bayi.