Fimela.com, Jakarta Mengasuh dan mendidik anak baik secara mental maupun fisik sudah menjadi tanggung jawab orangtua sehingga seharusnya pola asuh yang diterapkan sesuai dengan kebutuhan anak. Pola asuh yang diterapkan orangtua juga dapat menjadi salah satu faktor terbesar penentu sikap anak ketika sudah beranjak dewasa. Namun, seringkali banyak orangtua yang hanya memikirkan keinginannya.
Bahkan tak sedikit orangtua juga yang menerapkan pola asuh yang justru sering menuntut atau terlalu mengatur hidup anak sehingga mereka menjadi pribadi yang tidak mandiri dan bisa mengalami gangguan mental seperti trauma akibat tertekan. Pola asuh yang terlalu santai justru akan membuat anak menjadi kehilangan arah dan merasa bebas serta dapat menyalahgunakan kesempatan yang ada.
Sedangkan, pola asuh yang ketat juga dapat membuat anak tertekan dan memberontak dan dapat berpengaruh pada kesehatan mentalnya. Jika hal ini sudah terjadi, tentu sebagai orangtua kamu perlu memperbaiki mental anak supaya tidak merasa tidak percaya diri atau justru menutup dirinya karena selalu terstigma dengan kata-kata yang dikeluarkan oleh orangtua saat sedang marah serta anak juga dapat merasakan trauma yang mendalam sehingga menghambat pertumbuhannya saat beranjak dewasa.
Advertisement
Advertisement
Mitos dan Fakta Memarahi Anak
Memarahi anak memiliki pro dan kontra di masyarakat karena biasanya untuk menanamkan perilaku-perilaku tertentu, tetapi juga dapat berdampak buruk pada kesehatan mental anak. Dilansir dari parentcircle.com, terdapat beberapa fakta dan mitos tentang memarahi anak.
Mitos:
- Memarahi dapat membantu mendisiplinkan anak
- Memarahi anak di depan umum dapat membuat mereka menjadi lebih mendengarkan
- Memarahi anak dapat membuat mereka menjadi jujur
- Memarahi anak dapat membantu orangtua dalam mengendalikan perilaku mereka
- Orangtua yang baik tidak akan merasa kesal atau marah pada perilaku anaknya
- Memarahi dapat membuat anak selalu mendengarkan apa yang orangtua katakan
Fakta:
- Memarahi tidak menanamkan disiplin dan justru menyebabkan tekanan emosional dan masalah perilaku
- Memarahi anak di depan umum dapat membuat mereka merasa terhina dan malu
- Memarahi anak juga justru membuat mereka menyembunyikan kebenaran
- Memarahi juga membuat anak menjadi takut atau menentang
- Orangtua boleh merasa kesal dan marah, tetapi tidak menyakiti anak
- Memarahi bukan kunci untuk anak mendengarkan dan justru dapat menyebabkan perilaku tidak kooperatif, atau kasar.
Tips Mengatasi Trauma Pada Anak Akibat Sering Dimarahi dan Dipukuli
Memarahi anak secara terus menerus dapat memberikan dampak negatif bagi kesehatan mentalnya dan menimbulkan trauma baginya. Oleh karena itu, sebagai orangtua penting untuk dapat membantu mereka mengatasi trauma yang dialami akibat sering dimarahi, diantaranya, dilansir dari warringtonwarrior.com:
- Meminta maaf. Minta maaf merupakan hal yang wajar dan wajib dilakukan ketika telah menyakiti seseorang. Oleh karena itu, ketika telah menyakiti hati anak, sebagai orangtua seharusnya kamu meminta maaf kepada mereka dan jelaskan alasan membentak atau memukul mereka.
- Mendengarkan perasaan anak. Berikan anak waktu untuk menenangkan diri, setelah itu kamu dan mereka dapat membicarakan secara perlahan serta cobalah untuk menerima semua emosi yang dirasakan anak. Mendengarkan anak dengan saksama akan membuat mereka merasakan ada seseorang yang memahami perasaannya.
- Berbagi cerita dengan anak. Dengan berbagi cerita, relasi antara orangtua dan anak akan terus terbangun sehingga dapat mengembalikan rasa percaya diri mereka dan membuatnya menjadi lebih nyaman untuk mengenal orang lain serta berinteraksi kembali.
- Jangan membenarkan perilaku buruk. Orangtua yang menyadari bahwa telah menyakiti anaknya tentu akan memperlakukan anak secara berbeda karena merasa bersalah. Namun, kamu juga harus memberitahu jika perilaku yang dilakukan salah dan berikan anak pengertian supaya bisa mengerti keadaannya.
- Pastikan anak merasa nyaman saat berinteraksi dengan orang lain. Kamu dapat memperhatikan reaksi atau perilaku anak ketika ia menanggapi sesuatu. Dengan hal tersebut, kamu dapat mengetahui apa yang dilakukan sebagai orangtua dapat membuat anak tetap nyaman sehingga mereka dapat melakukan sesuatu dengan lebih baik.
*Penulis: Fani Varensia