Fimela.com, Jakarta Merawat dan mengasuh anak menjadi tugas dan kewajiban orangtua maka tak heran jika mereka selalu memberikan yang terbaik untuk anaknya bahkan beberapa di antaranya justru mengatakan iya atas apa yang diinginkan anaknya. Selain itu, setiap orangtua memiliki penerapan pola asuhnya masing-masing yang tentu terbaik untuk anaknya. Pola asuh tersebut nantinya dapat menjadi salah satu faktor penentu sikap anak di masa depan.
Dilansir dari twinkl.co.id, pola asuh merupakan tindakan yang dilakukan oleh seseorang orang untuk merawat anak dan mengambil peran sebagai orangtua. Pola asuh sendiri terbagi dalam dua kategori besar yaitu pola asuh yang santai dan lembut atau pola asuh yang tegas dan otoriter. Namun, pastikan kamu menerapkan pola asuh yang sesuai dengan kondisi dan kebutuhan anak.
Jangan sampai kamu menerapkan pola asuh yang justru membuat anak tertekan dan menjadi pemberontak ketika sudah dewasa atau bahkan terlalu santai hingga anak menjadi tidak disiplin dan tidak ada arahan dalam hidupnya. Pertumbuhan anak seiring bertambah usia dapat menjadi salah satu pertimbangan untuk orangtua mengubah pola asuh yang sesuai.
Advertisement
Advertisement
Tanda overparenting
Pola asuh yang tidak tepat terkadang justru berdampak buruk pada anak pada usianya yang beranjak dewasa, seperti tidak mandiri atau tidak dapat mengambil keputusan sendiri. Salah satu pola asuh yang berdampak buruk terhadap anak yaitu overparenting. Dilansir dari timesofindia.indiatimes.com, overparenting merupakan keadaan orangtua yang mencoba untuk mengatur kehidupan anak mulai dari pilihan, keputusan, perilaku, hingga tindakan. Biasanya hal tersebut terjadi karena orangtua yang takut anaknya terluka, gagal, atau melakukan kesalahan. Namun, jika pola asuh ini terus menerus diterapkan akan memberikan dampak buruk kepada anak dan kamu. Maka dari itu, harus segera disadari.
Lalu, bagaimanakah tanda orangtua yang menerapkan pola asuh overparenting?
- Orangtua menjadi perebut kekuasaan. Dilansir dari verywellfamily.com, merebut kekuasaan dan terlalu menuntut kehidupan anak akan membuat mereka menjadi tidak dapat mengembangkan kemandirian karena menjadi terbiasa terlatih untuk diatur.
- Tidak membiarkan anak untuk gagal. Orangtua yang selalu menyelamatkan dan menolong anaknya ketika mengalami masalah dapat membuat anak justru menjadi tidak pernah belajar dari kesalahan yang dilakukannya dan tidak memiliki keterampilan untuk memecahkan masalah karena kegagalan dapat membuat seorang anak untuk belajar melakukan berbagai hal secara berbagai hal di masa depan.
- Terlalu memanjakan anak. Sikap terlalu memanjakan anak seperti tidak memberikan tugas atau membiarkan anak mandiri secara tidak langsung mendorong anak untuk tidak mempelajari keterampilan hidupnya. Selain itu, hal tersebut juga membuat anak melepaskan diri dari tanggung jawabnya yang akan merugikan mereka di masa depan.
- Mengambil ahli tugas anak setiap anak merasa lelah.
- Merencanakan dan mengelola aktivitas anak secara mikro.
- Menuntut setiap anak untuk mendapatkan perhargaan.
Efek dari pola asuh overparenting
Pola asuh overparenting yang terus diterapkan dalam jangka panjang justru memberikan beberapa efek samping bagi anak seperti yang dilansir dari parentingforbrain.com:
- Memiliki harga diri yang lebih rendah karena keterlibatan orangtua yang terlalu banyak sehingga membuat anak menjadi tidak percaya diri.
- Tidak memiliki keterampilan mengatasi yang tidak efektif. Hal tersebut, karena orangtua yang selalu mencari solusi tanpa berdiskusi atau berkompromi terlebih dahulu.
- Masalah kesehatan jiwa. Orangtua yang selalu takut terjadi sesuatu terhadap anaknya sehingga memberikan batasan terhadap aktivitas anak mendorong munculnya gejala depresi dan gangguan kecemasan.
- Bergantung pada orang lain karena orangtua yang terbiasa terlibat.
*Penulis: Fani Varensia.