Sukses

Parenting

Jangan Diabaikan, Ini Kenali Tanda dan Gejala Stunting pada Anak

Fimela.com, Jakarta Stunting menjadi kondisi kesehatan yang mengkhawatirkan dan sangat dihindari oleh para orangtua. WHO mengartikan stunting sebagai semacam gangguan pertumbuhan dan perkembangan yang kerap dialami anak-anak akibat dari gizi buruk, infeksi berulang, dan stimulasi psikososial yang tidak memadai. Seorang anak dikatakan stunting apabila mereka memiliki tinggi badan yang tidak sesuai dengan umurnya. 

Pada dasarnya, anak terkena stunting dikarenakan kondisi sang ibu saat masa kehamilan yang kurang mendapatkan gizi yang cukup. Sehingga berdampak besar pada tumbuh kembang anak yang terhambat. Kondisi stunting ditandai dengan tinggi badan anak yang lebih pendek dari rata-rata. Hal ini disebabkan karena kurangnya mendapatkan nutrisi seperti protein, vitamin, dan mineral. Meskipun tidak selalu, anak yang lahir dengan keadaan stunting cenderung akan mengalami keterbelakangan pertumbuhan dalam jangka panjang. 

Jangan pernah meremehkan stunting pada anak, sebab ini akan memicu kondisi yang lebih parah. Mereka akan lebih rentan terhadap penyakit dan berisiko mengalami kondisi kesehatan kronis di kemudian hari, seperti diabetes, penyakit jantung, hingga hipertensi. Kondisi stunting harus segera ditangani, jika tidak maka akan terbawa sampai dewasa. Lantas bagaimana dengan gejala dari stunting?

Penyebab umum stunting pada anak

Sebelum lanjut ke ciri-ciri stunting pada anak, cari tahu apa yang menyebabkan stunting pada anak terlebih dahulu. Seperti yang sudah diketahui, stunting adalah suatu kondisi dimana seorang bayi mengalami kesulitan dalam berkembang. Faktor utama yang paling umum adalah kurangnya asupan gizi yang cukup, ini mencakup protein, karbohidrat, lemak, vitamin, dan mineral lainnya. Biasanya, kondisi ini dirasakan dalam kurun waktu 1.000 hari awal kehidupan anak hingga umur 2 tahun. Selain karena pengaruh gizi buruk, stunting juga disebabkan oleh beberapa faktor lain, sebagai berikut:

  • Kondisi ibu saat hamil yang kurang memerhatikan nutrisi
  • Kondisi sanitasi yang buruk
  • Infeksi dari lingkungan 
  • Kurangnya akses air bersih
  • Pelayanan kesehatan yang terbatas

Gejala umum stunting pada anak

Median Pertumbuhan Anak WHO, mengatakan bahwa salah satu gejala stunting yang sangat umum terlihat adalah tinggi badan anak yang pendek di bawah minus dua standar deviasi untuk stunting sedang dan minus tiga deviasi untuk stunting berat. Pasalnya, tanda ini kerap serupa dengan kondisi tinggi badan anak yang pendek karena turunan orangtua. Maka dari itu, di bawah ini ada beberrapa faktor-faktor lain yang memperkuat diagnosis stunting anak. 

  • Berat badan cukup rendah. Stunting bisa dilihat pada kenaikan berat badan anak yang sangat lambat. Mereka memiliki berat badan yang tidak sesuai dengan umur dan tinggi badan normalnya.
  • Keterlambatan perkembangan fisik. Anak dengan stunting akan memiliki kondisi fisik yang lebih rentan daripada anak normal lainnya. Biasanya, mereka juga memiliki otot dan tulang yang cukup lemah. 
  • Perkembangan mental dan kognitif yang lambat. Selain terjadi secara fisik, stunting juga memengaruhi pola pikir dan kemampuan kognitif anak. Mereka akan lebih sulit untuk beradaptasi dan menyerap suatu informasi. Selain itu, mereka juga cenderung mudah emosi.
  • Sistem imun yang rendah. Akibat kekurangan gizi yang cukup parah, ini membuat si anak memiliki sistem kekebalan tubuh yang rendah. Mereka juga sangat rentan terkena penyakit menular.

Itu adalah beberapa gejala lainnya yang bisa menjadi pertanda bahwa anak mengalami stunting. Namun harus diperhatikan pula untuk segera konsultasi ke dokter untuk mendapatkan diagnosis yang tepat.

Bagaimana dengan penanganannya?

Mengatasi kondisi gizi buruk pada anak memerlukan beberapa pendekatan, ini mencakup pemenuhan nutrisi, pendidikan, hingga lingkungan sosial. Namun, yang menjadi fokus utama stunting adalah pemenuhan nutrisi terlebih dahulu. Dikarenakan stunting disebabkan karena kurangnya gizi, maka hal pertama yang harus diperhatikan adalah memberikan asupan makanan dengan nutrisi yang cukup.

Pemberian ASI yang tepat

Biasanya, rentang umur anak 1.000 hari sampai 2 tahun masih membutuhkan ASI sang ibu. Oleh karena itu, cara mengatasinya adalah dengan pemberian ASI sepenuhnya sampai minimal 6 bulan awal kelahiran. Melansir dari laman Cleveland Clinic, ASI ibu memiliki banyak kandungan protein dan kolostrum yang bisa meningkatkan sistem kekebalan tubuh. 

Setelah menginjak 7 bulan ke atas, mulai untuk membiasakan menyapih agar anak tidak kaget ketika sepenuhnya berhenti ASI. Kombinasikan ASI dengan makanan pendamping yang lunak secara berkala. Penting untuk melakukannya secara perlahan dan tidak tiba-tiba sebab anak cenderung rewel jika berhenti ASI. Pemilihan makanan pun harus memenuhi semua kebutuhan nutrisi dan mineral.

Perhatikan asupan bumil

Tips yang satu ini berlaku untuk ibu yang masih pada masa kehamilan. Melihat kondisi stunting bisa dipengaruhi oleh kondisi sang ibu saat mengandung, maka perlu adanya pencegahan terjadinya stunting pada anak saat kelahiran. Pasalnya, gizi ibu baik sebelum dan sesudah kehamilan akan berdampak besar pada pertumbuhan janin. Saat hamil, pastikan untuk mendapatkan asupan makanan yang sehat dan kebutuhan nutrisi yang terpenuhi. Hal ini akan mengurangi risiko terjadinya stunting pada anak.

 

Keadaan lingkungan sosial

Keadaan rumah yang kotor dan jauh dari kata bersih bisa meningkatkan risiko stunting, Lho! Selain faktor konsumsi, lingkungan tempat tinggal juga harus diperhatikan. Kebersihan yang buruk dan sanitasi yang tidak memadai bisa menyebabkan risiko terkena infeksi serta berbagai penyakit menular. Ini bisa memengaruhi perkembangan anak. Melihat kasus seperti ini, membuktikkan betapa pentingnya hidup di lingkungan yang bersih. Lakukan pembersihan rumah secara berkala. Jauhi tempat-tempat yang banyak debu dan dipenuhi dengan sampah. 

 

Tingkatkan akses pendidikan anak

Seperti yang diketahui, anak dengan kondisi stunting cenderung memiliki keterlambatan dalam menyerap informasi. Mereka akan sedikit berbeda dengan teman sebayanya. Perlu adanya pendekatan dan dorongan dari pihak orangtua untuk memberikan pengertian dan perhatian lebih, sehingga anak akan lebih mudah memahami serta bisa mengendalikan emosinya. 

Berlaku juga bagi para orangtua untuk meningkatkan kesadaran baik tentang pentingnya pemenuhan gizi, pola asuh yang baik, hingga pentingnya kebersihan. Cobalah untuk memperbanyak mencari informasi mengenai penyakit-penyakit menular, penanganan pertama anak sakit, ataupun apa saja makanan yang bergizi.

 

*Penulis: Balqis Dhia.

 

#Breaking Boundaries

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

Loading