Fimela.com, Jakarta Di bulan Juni ini, Fimela mengajakmu untuk berbagi cerita tentang keluarga. Untuk kamu yang seorang ibu, anak, mertua, menantu, kakak, atau adik. Ceritakan apa yang selama ini ingin kamu sampaikan kepada keluarga. Meskipun cerita tak akan mengubah apa pun, tapi dengan bercerita kamu telah membagi bebanmu seperti tulisan kiriman Sahabat Fimela dalam Lomba My Family Story: Berbagi Cerita tentang Sisi Lain Keluarga berikut ini.
***
Oleh: Revi Flow
Advertisement
Cerita tentang keluarga akan selalu menjadi cerita yang personal, mendalam, dan berbeda dibanding satu dan yang lain. Tapi saya rasa semua orang setuju, cerita sendiri adalah yang terbaik. Karena cerita itu membentuk diri kita yang sekarang. Cerita orang lain adalah bagaikan daftar pustaka untuk membentuk, memperbaiki, merefleksikan, atau apapun menjadi bentuk pemaknaan untuk cerita keluarga sendiri.
Keluargaku. Cerita ini berfokus pada aku dan suamiku, yang menanti kehadiran anak pertama, yang penuh dengan pengharapan, dan Allah kabulkan.
Advertisement
Menikah dan Ingin Memiliki Momongan
Agustus 2020 adalah tanggal di mana momen sakralku, moment mpian dan penantianku terjadi. Aku dinikahi oleh laki-laki baik dan bertanggung jawab yang kudefinisikan sebagai rembulan penerang gelap hidupku. Masih dalam suasana pandemi, kami menganggap ini sebagai blessing in disguise. Kami menganggap akad dan resepsi yang hanya terbatas menjadi pemantik kesakralan momen.
Tersebutlah semua berjalan lancar dan aku merantau mengikuti suamiku. Hari, minggu, satu bulan, dua bulan berlalu, lalu kudapati mensku yang telat, bungah hati, kubeli testpack, negatif. Kecewa tapi tak apa. Masih bisa berjuang.
Bulan berikutnya sama, dan kali ini kekecewaanya lebih tebal. Memasuki bulan kelima mulai meminum muktivitamin dan promild pribadi serta check USG, yang nyatanya tak apa-apa masih menyalakan api harapan kami berdua.
Rasanya hari hanya menunggu jadwal mens yang tentu saja berharap tak pernah ada secercah darah pun. Kondisi emosional, rasa khawatir dan was-was mulai menyergap. Pertanyaan-pertanyaan dari kekuarga, teman, sejawat mulai berdatangan yang entah kenapa setiap kalimat beraroma pertanyaan tentang sudahkan garis dua itu keluar itu malah mengecilkan hati.
Wanita sejatinya memang makhluk yang lemah perasaan, entah hormon entah kodrat, entah terpantik sesuatu. Ia yang merupakan tulang rusuk lelaki, yang melengkung dari tulang belakang di sekitar tubuh dan menempel pada tulang dada. Ia tulang rusuk yang menjadi titik perlekatan pada banyak otot, dan aktif selama proses pernafasan. Tulang rusuk itu, rasanya susah bernafas dengan tenang. Ia seakan berat dan memberatkan.
Itulah aku dengan segala pikiran yang menghinggapiku. Rasanya sesak. Sampai akhirnya suamiku menenangkanku dengan penuh kelemahlembutan. Mau bagaimanapun karena ia suamiku, maka kami adalah keluarga sekarang.
Anugerah Terindah
Rekatan hubungan kami ternyata menguat karena penantian ini, ia akan selalu jadi garda depan menenangkanku walaupun ia sendiripun rumit dengan pikirannya. Saat saling bertatap mata, kami tersadar ketakutan kami sama. Tapi gelombang kegelisahan yang sama itu berusaha kami halau dengan ikhtiar. Pejuang garis doa. Pejuang garis dua.
Olahraga, ramuan, saran dokter, bahkan bulan madu kedua kami lakukan, dzikir doa yang tak terputus pada Sang Pencipta bukti kami menghamba dan lemah akan impian. Aku dan suamiku, ini awal sekaligus cobaan terhebat pertama kami.sebagai keluarga baru.
Berturut-turut bulan berganti bulan. Sampai akhirnya doa kami dengan ajaibnya dengan kehendak-Nya terangkat di langit, setelah bulan ramadhan. Dua garis merah pertama dalam hidup kudapatkan. Akhirnya kami akan menambah satu nama di kartu keluarga.
Kertas itu bukti nyata tervalidasi yang setiap kupandangi sayu kuterharu akan perjuangan demi anakku, pengingat rasa pilu sekaligus haru.
Kini kupandangi muka bayiku, kelak ia akan tumbuh lalu bercerita pada sahabatnya, "Ini kisah keluargaku." Dengan versinya sendiri.
#WomenforWomen