Fimela.com, Jakarta Kita semua pasti pernah merasakan perasaan tak nyaman seperti rendah diri, sedih, kecewa, gelisah, dan tidak tenang dalam hidup. Kehilangan rasa percaya diri hingga kehilangan harapan hidup memang sangat menyakitkan. Meskipun begitu, selalu ada cara untuk kembali kuat menjalani hidup dan lebih menyayangi diri sendiri dengan utuh. Seperti kisah Sahabat Fimela yang diikutsertakan dalam Lomba Bye Insecurities Berbagi Cerita untuk Lebih Mencintai dan Menerima Diri Sendiri ini.
BACA JUGA
Advertisement
***
Oleh: Imas Kurnia
Saya adalah seorang ibu rumah tangga yang insecure melihat ibu rumah tangga lain yang bisa menemani anaknya belajar sejak bayi dengan Metode Montessori yang beragam dan bisa konsisten. Selain menemani anak belajar, pekerjaan rumah tangga seperti memasak, beres-beres rumah, dan sebagainya juga bisa ditangani dengan apik.
Begitu juga dengan pola pengasuhannya yang terlihat sempurna, tanpa ada bentakan, teriakan, maupun cubitan-cubitan kecil. Belum lagi mereka mampu menghasilkan uang dengan berjualan entah itu buku, cemilan-cemilan, baju, dan sebagainya, dan dengan mudahnya mengatur waktu.
Mereka terlihat begitu sempurna sehingga ketika saya bercermin, yang nampak adalah seorang ibu rumah tangga yang gagal, yang tidak bisa mengurus rumah dan anak dengan baik, yang tidak produktif, tidak menghasilkan, dan tidak berguna.
Advertisement
Merasa Insecure sebagai Seorang Ibu Rumah Tangga
Sempat merasa down ketika melihat anak-anak seusia lainnya sudah pintar ini itu, sudah mahir ini itu, punya fasilitas ini itu yang mendukung tumbuh kembang mereka dengan baik, punya support system yang sangat bagus. Bahkan melihat anak-anak seusia lain dengan lahapnya memakan semua masakan ibu mereka, lalu melihat anak sendiri yang berbulan-bulan lamanya GTM alias susah makan, benar-benar membuat saya stres dan tertekan.
Saya jadi mudah terpancing emosi, mudah marah pada anak dan suami, mudah tersinggung ketika mendengar atau melihat status orang lain yang membahas pola asuh anak, tumbuh kembang anak, dan sebagainya. Saya bahkan menjadi pemurung, tidak bisa diajak bercanda, susah diajak komunikasi dengan suami.
Puncaknya saya marah-marah pada diri saya sendiri. Saya membenci diri saya sendiri, sambil bercermin sambil merutuki diri sendiri dengan kalimat-kalimat "Kamu payah! Kamu gagal!" Dan itu berlangsung selama beberapa bulan lamanya. Saya sering tiba-tiba menangis sendirian malam-malam.
Kehilangan nafsu makan, tidak bersemangat membersamai anak. Saya sangat frustrasi kala itu. Berbicara dengan suami saat itu tidak banyak membantu.
Belajar Menerima Diri Seutuhnya
Hingga pada suatu hari, salah seorang teman lama yang jauh di pulau seberang menyapa lewat chat. Berawal dari basa-basi menanyakan keseharian, hingga akhirnya tumpah semua beban yang terpendam di hati.
Hari itu saya menangis sesenggukan sambil mengetik membalas chat-nya. Semua yang saya rasakan, ditanggapinya dengan sabar dan bijak. Saya merasa menemukan teman senasib dan sepenanggungan.
Meski bedanya, dia sudah berdamai dengan dirinya sendiri, memaafkan kekurangannya sebagai ibu dan istri, dan bangkit agar tidak terlarut dalam insecurities yang berlebihan. Sedikit banyak, curhat dengannya membuka pikiran dan hati saya. Perlahan saya mencoba bangkit.
Saya sharing dengan suami, bicara dari hati ke hati, dan beruntungnya suami saya sangat penyabar dan pengertian. Beliau membantu saya untuk bangkit dari insecurities yang berlebihan ini. Selalu mengingatkan dan menenangkan saya ketika dibutuhkan.
Kalimat yang sangat membekas di hati saya dari suami saya adalah, "Jangan melihat kesempurnaan yang ditampilkan orang lain di media sosial, belum tentu yang terlihat sempurna itu kenyataannya." Kalimat itulah yang membuat saya berhenti melihat kesempurnaan ibu lain dan membandingkannya dengan saya.
Sejak saat itu saya belajar berdamai dengan diri sendiri, berusaha memperbaiki diri pelan-pelan, dan selalu menyemangati diri sendiri dengan kata-kata positif.
Sekarang, dua tahun sudah berlalu, saya sudah berdamai dan bahagia dengan kehidupan saya sebagai seorang ibu dan istri yang mungkin terlihat biasa-biasa saja. Meski begitu, tidak ada lagi tekanan batin dan insecurity yang tersimpan di hati. Menjadi sosok ibu dan istri yang bahagia dan waras. Karena ibu yang bahagia adalah kunci kebahagiaan anak dan suami. Bye-bye insecurities!
#WomenforWomen