Fimela.com, Jakarta Salah satu tantangan terbesar orangtua dan guru dalam hal mendidik anak adalah memastikan anak tetap termotivasi dan mampu memahami materi yang sedang diajarkan.
Semenjak pandemi, tantangan ini menjadi semakin berat karena proses belajar mengajar yang kehilangan sebagian unsur sosialnya.
Sebuah survei yang dilakukan oleh KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia) tahun lalu menunjukkan bahwa sekitar 76,7% siswa mengaku tidak senang dengan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ), dan 81,8% mengaku proses tersebut menekankan pada pemberian tugas, bukan pada diskusi.
Advertisement
Sebuah penelitian yang dipublikasikan pada Jurnal Studi Guru dan Pembelajaran Agustus 2021 lalu juga menjelaskan bahwa dalam implementasi PJJ yang sukses banyak dipengaruhi oleh faktor eksternal, seperti waktu pembelajaran yang fleksibel, presentasi guru yang terbatas interaksinya dan monoton, dan kebingungan siswa atas sistem PJJ yang kian berubah.
BACA JUGA
Beberapa hal ini akan berpengaruh pada menurunnya motivasi belajar siswa, dan pada akhirnya menyebabkan learning loss atau gagal terbentuknya pengetahuan/pembelajaran baru.
Psikolog anak dan remaja dari PION Clinician, Katarina Ira Puspita, dalam hal ini berpendapat bahwa di masa pandemi ini sistem pembelajaran jarak jauh punya struktur yang kurang jelas dibandingkan di kelas formal.
“Tidak semua keluarga punya area belajar khusus, sehingga anak bisa belajar di mana saja dan sulit menghindari distraksi dari lingkungan sekitar. Hal ini akan mempengaruhi fokus dan konsentrasi serta performa belajar anak”, jelasnya.
Katarina menyampaikan absennya elemen sosial membuat proses belajar menjadi kurang menyenangkan. Anak sulit untuk bertanya langsung jika ada hal yang kurang dipahami, karena tidak semua orangtua bisa mendampingi.
“Sekolah seringkali jadi identik dengan tugas sehingga anak lebih jenuh dan tidak termotivasi,” ujarnya.
Advertisement
Belajar semakin menyenangkan
Agar proses belajar dan mengajar tetap menyenangkan, orangtua dan guru bisa memanfaatkan berbagai platform teknologi yang ada. Menurut penelitian dari Neurosensum Indonesia Februari lalu, 87% anak-anak Indonesia sudah akrab dengan dunia media sosial sebelum menginjak usia 13 tahun - dan platform media sosial yang paling banyak digunakan adalah YouTube (78%).
Sehingga, Zenius hadir membantu si kecil belajar sambil jelajahi dunia pembelajaran virtual melalui ZeniusLand serta web series lucu, menghibur, sekaligus mendidik berjudul “Cerita Tiga Sekawan” untuk menambah semangat eksplorasi belajar anak .
Melalui platform ini, anak-anak usia 7 hingga 12 tahun akan bisa belajar bahasa, matematika, dan bidang lainnya berdasarkan Asesmen Kompetensi Minimum (AKM) secara interaktif dan menyenangkan.
“Belajar untuk mencapai target orang tua atau sekolah memang tidak salah, namun motivasi eksternal seperti itu akan lekas menguap begitu target tersebut tercapai. Sehingga, dibutuhkan pengalaman yang memicu emosi positif agar materi mudah dipahami selama mungkin,” ujar Founder dan Chief Education Officer Zenius, Sabda PS.
Hal ini sejalan dengan yang disampaikan oleh Katarina tentang bagaimana menjaga semangat dan motivasi belajar si kecil. Orangtua dan guru perlu menciptakan suasana menyenangkan dan membangun emosi positif anak dalam hal belajar.
Ini bisa dilakukan dengan memvariasikan kegiatan dalam proses belajar setiap harinya seperti menyelingi penjelasan materi dengan kegiatan. Selain itu, berilah anak kesempatan untuk memilih pelajarannya agar mereka semakin semangat.
“Upayakan agar anak bisa praktek langsung dengan memberikan project yang memicu kreativitasnya. Terakhir, penggunaan media interaktif seperti video atau permainan bisa membuat anak lebih senang dan mau terlibat dalam proses pembelajaran,” paparnya.
Sabda mengatakan cerdas di sini berarti memiliki keterampilan dasar (fundamental skills) yang baik, mulai dari matematika dasar, membaca, dan penalaran ilmiah. Selain itu, kurikulum rancangan kami juga memiliki misi untuk menumbuhkan kecintaan terhadap belajar dalam diri semua orang sejak dini.
“Ketika orang sudah memiliki kecintaan belajar sejak kecil, mereka akan memiliki kemampuan untuk menyerap konsep pembelajaran dengan mudah,” ujar Sabda.
Katarina mengatakan dalam bukunya yang berjudul ‘Research-Based Strategies to Ignite Student Learning: Insights from a Neurologist and Classroom Teacher’, Neurolog Judy Willis menunjukkan bagaimana pengalaman menyenangkan meningkatkan kadar dopamin, endorfin, dan oksigen pada otak anak.
Kadar dopamin yang meningkat akan menambah motivasi dan semangat, kadar endorfin yang meningkat bisa menurunkan tingkat stres, dan kadar oksigen yang meningkat bisa memperlancar kerja otak.
#elevate women