Fimela.com, Jakarta Salah satu tantangan terberat bagi para orang tua adalah saat dengan berat hati harus menerima kondisi dan kenyataan memiliki bayi yang lahir dengan kondisi tidak normal alias prematur. Pasalnya, kondisi ini bisa menimbulkan berbagai permasalahan rumit seperti dampak medis, sosial dan ekonomi.
Menurut riset dari organisasi kesehatan dunia (WHO), 1 dari 10 anak lahir prematur. Bahkan, setiap tahun diperkirakan 15 juta anak di seluruh dunia lahir sebelum waktunya, yakni lebih dari 3 minggu sebelumnya. Di Indonesia sendiri, berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) pada 2019 menunjukkan 85% kematian pada anak yang baru lahir disebabkan oleh kelahiran prematur.
Advertisement
BACA JUGA
Anak yang lahir secara prematur memiliki risiko lebih tinggi dengan masalah kesehatan jangka panjang yang serius. Tak hanya Si Kecil, ibu pun perlu mendapatkan perhatian dalam memulihkan diri. Kondisi ibu yang melahirkan prematur cenderung memiliki kondisi yang tidak baik, seperti kekhawatiran berlebih, stres dan kelelahan akibat anak perlu diperhatikan lebih ekstra.
Advertisement
Faktor Risiko Penyebab Kelahiran Prematur
Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi Konsultan Fetomaternal, Dr. dr. Rima Irwinda, Sp.OG(K) menjelaskan, “Faktor risiko yang berpotensi menyebabkan kelahiran prematur dapat dikategorikan dalam 3 karakteristik, yakni karakteristik ibu, nutrisi dan kehamilan,” paparnya dalam webinar Bicara Gizi dengan tema “Tantangan dan Penanganan Kesehatan bagi Ibu dan Anak Kelahiran Prematur” oleh Danone Specialized Nutrition Indonesia (Danone SN Indonesia) dalam rangka memperingati Hari Prematur Sedunia, Rabu (17/11).
Ia menambahkan, karakteristik ibu ini meliputi usia, kebiasaan merokok dan kondisi psikologis. Sementara karakteristik nutrisi terkait indeks massa tubuh, kenaikan berat badan selama kehamilan, kebiasaan makan, minum kopi dan konsumsi suplementasi. Sedangkan karakteristik kehamilan terdiri atas riwayat persalinan, memiliki anak kembar, masalah kesehatan selama kehamilan dan riwayat pemeriksaan USG.
Lalu, Apa yang Harus Dilakukan?
Menurut dokter Rima, hal utama yang harus dilakukan adalah memberikan edukasi untuk mendukung kehamilan yang sehat, konsultasi kepada ahlinya dan menekankan pentingnya memahami faktor risiko kelahiran prematur.
Ia mengungkap riwayat kelahiran dapat meningkatkan risiko prematur bagi ibu yang memiliki riwayat abortus (1,9 lebih berisiko), riwayat persalinan prematur (3 kali lebih berisiko) dan riwayat persalinan sesar (2,9 kali lebih berisiko).
“Selain itu, usia ibu melahirkan kurang dari 19 atau lebih dari 35 tahun, stres maternal yang dialami ibu dan jumlah cairan ketuban yang tidak normal juga dapat meningkatkan risiko preterm. Salah satu upaya untuk menurunkan risiko kelahiran prematur dapat dilakukan dengan memperhatikan kebutuhan nutrisi melalui suplementasi Omega 3, Zinc, vitamin D3 atau multi-mikronutrien,” tambahnya.
Cara Merawat Anak Prematur
Kesulitan utama dalam kasus prematur adalah perawatan anak lahir prematur tersebut. Di kesempatan yang sama, Dokter Spesialis Anak Konsultan Neonatologi Dr. dr. Putri Maharani TM, Sp.A(K) menyebut anak lahir prematur memiliki kesulitan untuk beradaptasi dengan kehidupan di luar rahim akibat ketidakmatangan sistem organ tubuhnya seperti paru-paru, jantung, ginjal, hati dan sistem pencernaannya.
“Upaya untuk meminimalkan dampak negatif selama perawatan adalah menjaga agar BBLR berada dalam kondisi yang optimal untuk tumbuh dan berkembang, salah satunya dengan menerapkan development care,” tutur dokter Putri.
Prinsip development care ini meliputi keluarga, meminimalkan stres serta mengoptimalkan pemberian ASI sebagai nutrisi tepat yang terbaik bagi bayi. Ada pun faktor penting bagi tubuh kembang anak kelahiran prematur dengan pemantauan berkala, perawatan dan penanganan khusus.
Faktor kenyamanan dapat menurunkan metabolisme tubuh yang pada akhirnya bisa meningkatkan siturasi oksigen. Dengan demikian, anak lahir prematur yang mendapatkan intervensi kenyamanan yang kondusif pun bisa memaksimalkan energi yang dimiliki guna mendukung tumbuh kembangnya sehingga lebih cepat dalam mencapai kondisi kesehatan yang optimal. Membangun ikatan yang kuat (bonding time) antara orang tua dan Si Kecil bisa dilakukan untuk mendapatkan faktor kenyamanan tersebut.
Stimulasi sejak dini juga menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi tumbuh kembang anak baru lahir. Dokter Putri menambahkan, “Stimulasi dapat merangsang hubungan antar sel otak atau sinaps. Kerap memberikan rangsangan dapat dikatakan bisa menguatkan hubungan sinaps tersebut. Variasi rangsangan akan membentuk hubungan yang semakin luas dan kompleks sehingga menstimulasi terbentuk multiple intelligent,” katanya.
Ia pun menjelaskan bahwa pemberian stimulasi ini harus diimbangi dengan pemeriksaan deteksi dini tumbuh kembang oleh tenaga medis dan orang tua. Dengan begitu, hal tersebut bisa membantu menemukan penyimpangan tumbuh kembang anak secara dini sehingga intervensi atau rencana tindakan akan lebih mudah dilakukan.
Dalam rangka Hari Prematur Sedunia, penting bagi orang tua khususnya ibu untuk memahami berbagai edukasi terkait kelahiran prematur. Dengan pemaparan dari para kedua ahli di atas, diharapkan Sahabat Fimela sudah bisa mendapat banyak edukasi mengenai masalah ini.
Penulis: Atika Riyanda Roosni
#Elevate Women