Fimela.com, Jakarta Banyak orangtua tidak menyadari bahwa setiap perilaku anak, khususnya selama di masa pandemi ini juga mencerminkan kesehatan mental mereka. Bahkan, belum banyak orangtua yang sadar bahwa emosi mereka juga berpengaruh terhadap emosi anak.
Perubahan emosi pada anak juga terkadang tidak disadari oleh orangtua karena orangtua belum paham akan setiap perilaku yang dilakukan oleh anak. Padahal, apa yang dirasakan orangtua, juga dirasakan oleh sang buah hati. Perbedaannya hanya ada di bagaimana cara mereka mengekspresikan emosi tersebut.
Advertisement
BACA JUGA
Menurut psikolog anak Fathya Artha, setiap anak selalu merasakan apa yang dirasakan oleh orangtuanya. Maka dari itu, orangtua perlu menjadi coach yang bisa menjadi panutan oleh anaknya, terutama dalam hal pengelolaan emosi.
Fathya menawarkan metode H-A-D-I-R yang bisa dilakukan orangtua dalam membantu mendampingi anak untuk mengelola emosinya. Untuk tahu lebih lanjut, simak penjelasan berikut.
Advertisement
Hadapi dengan tenang
Fathya menjelaskan bahwa penting bagi orangtua untuk memerhatikan setiap perilaku dan emosi yang anak tunjukkan.
“Apapun reaksi dan perilaku anak, itu bukanlah sesuatu yang harus direspon langsung. Jika direspon langsung, ada kecenderungan orangtua juga ikut emosi dan akhirnya berujung pada memarahi anak atas apa yang dilakukannya,” ujar Fathya dalam webinar berjudul “Orangtua Bahagia, Kunci Kesehatan Mental Anak” yang diselenggarakan oleh Tokopedia pada Kamis (22/7).
Orangtua perlu berhenti sejenak, menyadari apa yang sedang dilakukan anak, dan meresponnya dengan penuh intensi agar bisa berpikir lebih jernih dan mampu memikirkan apa yang harus dilakukan setelahnya.
Anggap semua perasaannya penting
Perilaku anak yang menandakan ada masalah dalam emosinya sangat beragam, dan hal iniah yang paling sulit untuk disadari oleh orangtua. Pada dasarnya, emosi yang dialami oleh anak dan orangtua itu serupa, namun cara mengekspresikannya saja yang berbeda.
Jika anak sulit diajak kerja sama, tantrum atau rewel, mencari perhatian lebih, bahkan mogok sekolah, hal-hal tersebut yang menandakan ada suatu masalah yang menyebabkan emosinya melonjak.
“Semua hal yang tidak biasa dilakukan oleh anak, namun tiba-tiba dilakukan itu artinya mereka sedang mengekspresikan emosinya. Orang yang sudah cukup dewasa lebih bisa untuk mengungkapkan emosinya. Namun, anak belum mampu untuk mengomunikasikan emosinya. Maka perlu kepekaan orangtua untuk bisa menyadari apa yang sedang terjadi dalam diri sang buah hati,” jelas Fathya.
Advertisement
Dengarkan tanpa distraksi
Tak bisa dipungkiri, di masa PPKM saat ini pastinya semua orang sedang melakukan semua hal dari rumah. Tentunya, orangtua yang bekerja juga akan melakukan pekerjaannya dari rumah.
Adanya situasi seperti ini akan membuat orangtua kehilangan boundaries antara berperan sebagai orangtua maupun berperan sebagai pekerja. Hal inilah yang membuat orangtua akhirnya tidak bisa mengelola waktu sekaligus emosinya dengan baik, yang akhirnya juga berdampak pada bagaimana menghadapi setiap perilaku anak.
“Kalau anak rewel, di saat orangtua juga lagi sibuk, kesampingkan dulu pekerjaan kita, lalu tangani dulu sang anak. Taruh dulu handphone-nya, tutup dulu WhatsApp-nya. Baru kita bisa mendengarkan mereka. Mungkin ini memang sulit, tapi sebagai orangtua, penting bagi kita untuk bisa menghadapi anak dulu,” jelasnya.
Realitanya, kebanyakan orangtua saat ini malah emosi menganggap anak adalah ‘pengganggu’ atas setiap kegiatannya. Namun, emosi inilah yang perlu orangtua kelola, agar tercipta positive parenting terutama dalam mengatasi emosi anak.
Ingat untuk bantu menamai emosi anak
Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, orangtua perlu peka terhadap setiap perilaku anak karena hal itulah yang menandakan adanya sesuatu dalam diri dan emosinya.
Maka dari itu, penting bag iorangtua untuk sadar, agar bisa menamai emosi apa yang sedang si anak rasakan. “Jika anak tiba-tiba nangis, cari tahu dulu penyebabnya, baru kita bisa menamai emosinya. Begitu seterusnya dan ini berlaku untuk setiap emosi yang mereka ungkapkan,” tambah Fathya.
Advertisement
Rembukan opsi, batasan dan solusi masalah
Ini merupakan tahap terakhir dalam mengelola emosi anak. Jika orangtua sudah menyadari dan mampu menamai emosi apa yang diungkapkan oleh anak. Lalu, langkah terakhir adalah menawarkan solusi apa yang bisa dilakukan untuk meredakan emosi tersebut.
“Jika orangtua sudah tahu bahwa anaknya sedang sedih, tawarkan apakah dirinya ingin dipeluk, dibuatkan sesuatu, atau bahkan ingin ditinggal sendiri dulu. Hal itulah yang bisa menumbuhkan sikap kompromi dan tidak memantik emosi kedua belah pihak antara orangtua maupun anak,” papar Fathya.
Perlu ada chemistry yang baik antara orangtua dengan anak dalam memahami emosinya satu sama lain. Pada dasarnya, kesehatan mental anak adalah kondisi ketika anak merasa aman. Maka dari itu, orangtua sangat punya peran penting dalam membantu anak memiliki rasa aman ketika bersamanya.
“Perlu diingat, stres itu normal dan perlu kita rasakan. Intinya, setiap emosi yang dirasakan oleh anak adalah emosi yang dirasakan pula oleh orang tua. Maka dari itu, orangtua harus bisa mengelola stres dan emosinya untuk bisa menjadi coach bagi anak,” kata Fathya menambahkan.
*Penulis: Chrisstella Efivania.
#ElevateWomen