Fimela.com, Jakarta Gadget memang menjadi tantangan orangtua dalam pola asuh anak generasi alfa. Penggunaan gadget yang masif oleh generasi milenial dilanjutkan generasi alfa, akhirnya membawa pengaruh pada pola pengasuhan dan karakteristik anak. Mereka memang lebih kreatif dan mandiri, tetapi cendrung tidak sabaran dan tidak mengenal proses.
“Ada istilah yang namanya instant gratification. Jadi, anak-anak ingin segera dipuaskan. Kepingin apa, harus dapat sekarang. Alhasil, mereka jadi gampang bosan, ngambek, dan cranky,” ujar psikolog Ajeng Raviando.
Advertisement
BACA JUGA
Ini pun ditunjukkan dalam survei GueSehat. Sekitar 30,3% partisipan mengaku kalau karakter yang paling dominan dirasakan dari anak-anak mereka adalah tidak sabaran. Sedangkan 5,2% ibu mengakui anak mereka cenderung individualis.
Selain tidak sabaran, kurangnya memahami proses juga membuat anak-anak generasi alfa memiliki empati yang lebih rendah, keterampilan sosial tidak terasah, dan kurang tangguh.
“Kalau orang yang memahami proses kan pernah salah, gagal, dan tahu kalau rasanya tidak enak. Dari kegagalan-kegalanan tadi, justru membentuk seseorang menjadi lebih banyak akal, tidak mudah menyerah, dan tidak mudah putus asa” jelas Ajeng.
Advertisement
Bagaimana Solusinya?
Meski terkesan sederhana, ternyata mengajarkan anak mengenai proses perlu dilakukan sejak dini demi masa depannya. Vera Itabiliana Hadiwidjojo, S. Psi., menuturkan bahwa anak yang tidak terbiasa menjalani proses dan menghadapi kesulitan secara mandiri, selalu dilayani, dan sebagainya, cenderung mudah frustasi saat menghadap rintangan atau kegagalan.
Orang tua juga harus tega membatasi penggunaan perangkat elektronik, salah satunya gawai, pada anak. Vera menganjurkan batasan penggunaan gadget untuk anak di bawah 18 bulan adalah hanya boleh melakukan video call. Sedangkan usia 18-24 bulan tidak boleh lebih dari 30-45 menit dan harus didampingi orang tua.
Untuk usia 2-5 tahun, anak boleh menonton selama 1 jam tetapi tidak boleh bermain game. Sementara untuk usia 6 tahun ke atas (usia sekolah dasar), hanya 1-2 jam sehari. Itu pun hanya menonton tetapi tidak boleh memasukkan aplikasi game apa pun di handphone. Kalau ingin bermain game, hanya boleh di akhir pekan.
Survei Guesehat menunjukkan, ini masih menjadi tantangan besar bagi ibu masa kini. Ketika anak dipisahkan dari gawainya, sebanyak 50,1% ibu menyebutkan bahwa buah hatinya akan uring-uringan tetapi perhatiannya bisa dialihkan dan 46,1% mengaku anak akan biasa-biasa saja. Namun, 3,7% ibu mengatakan anak mereka bisa sampai tantrum dan mengamuk.
Menurut Ajeng, selain karakter tidak sabaran, paparan gadget di bawah usia 5 tahun dapat menganggu perkembangan motorik kasar.
“Kalau kita bicara anak zaman sekarang, banyak lho yang tidak bisa main sepeda. Belum tentu juga mereka bisa berenang. Padahal, hal-hal dasar itu dibutuhkan oleh anak untuk bisa mempertahankan diri dalam kondisi tertentu,” tambah Ajeng.
Simak video berikut
#Growfearless with FIMELA