Fimela.com, Jakarta Pengroyokan yang dilakukan siswa kembali terjadi. Pengroyokan ini peristiwa ini kembali terjadi dua hari lalu di Kabupaten Talakar, Sulawesi Selatan. Seorang orangtua murid dan empat orang siswa mengeroyok seorang pegawai kebersihan sekolah. Tentu saja peristiwa ini menambah deretan catatan hitam dunia pendidikan.
Dihubungi Fimela (13/2), DR. Chairul Huda, SH.MH pakar hukum menyatakan tindakan yang dilakukan siswa tersebut dapat ditindak secara hukum. Siswa dapat dijerat dengan pasal 351 KUHP tentang penganiayaan.
Selain itu, Fimela juga menghubungi Retno dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (13/2). Saat dihubungi Retno menyatakan sangat menyesalkan kejadian tersebut.
Advertisement
"Tentu saja KPAI prihatin atas fenomena tersebut. Guru dan orangtua adalah orang-orang yang seharusnya dihormati oleh anak atau siswa,"Jelas Retno.
Advertisement
Upaya Pencegahan Bullying Anak kepada Orang Tua
Masih menurut Retno upaya pencegahan bullying yang terjadi di sekolah justru harus datang dari orangtua (pola asuh dalam lingkungan keluarga) dan dari guru (dalam pendidikan karakter di sekolah), sebagaimana tripusat pendidikan dari Ki Hajar Dewantara, yaitu pendidikan di lingkungan keluarga (pertama dan utama), di lingkungan sekolah dan di lingkungan masyarakat.
"Siswa yang bersikap agresif sangat dipengaruhi oleh karakter si anak. Karakter dibentuk sejak anak masih kecil melalui pola asuh dalam pendidikan di lingkungan keluarga. Jadi orangtua adalah orang yang bertanggungjawab terhadap pola asuh anaknya, karena anak berperilaku sesuai model atau contoh yang dilihatnya sejak kecil. Saat anak berperilaku agresif, dapat dipastikan ada pemicu sebelumnya, bahkan ada pembiaran ketika anak menunjukkan gejal agresif. Sekolah juga seharusnya tidak membiarkan anak- anak melakukan perbuatan salah saat berada di lingkungan sekolah, anak harus diajarkan memiliki tanggungjawab sosial," terang Retno.
Upaya Perlindungan KPAI Terhadap Anak
Seperti yang dijelaskan di awal pelaku pengroyokan dapat ditindak secara hukum. Retno menjelaskan jika para pelaku kekerasan, sekalipun itu anak, tetap bisa di proses hukum karena ada UU No 11/2012 tentang system peradilan pidana anak (SPPA), ini peraturan perundangan ketika anak menjadi pelaku pidana. Sedangkan saat anak menjadi korban, maka dikenakan UU No 35/2014 tentang Perlindungan Anak. Sesuai tugas dan fungsinya KPAI akan memastikan penggunaan UU tersebut saat pengawasan ke kepolisian.
Anak adalah aset bangsa. Ibarat lembar kertas yang kosong ia akan menjadi apa yang kita inginkan. Jadi, bagaimana menurut Sahabat Fimela?