Salah satu tantangan dalam membesarkan anak adalah menerapkan pola kedisiplinan yang mendidik. Seringkali, pola disiplin dilakukan atas dasar aturan baku dan konsekuensi. Peraturan dan kebiasaan tegas atas sesuatu hal memang merupakan nama lain dari kedisiplinan. Tapi, kebiasaan rutin dan menerapkan sikap ‘A’ untuk kasus ‘A’, sikap ‘B’ untuk kasus ‘B’ bukan dimaksudkan untuk menjadikan anak seperti robot ya Bunda?
Aspek penting pada kedisiplinan adalah konsistensi. Namun, sesekali memberikan kelonggaran pada situasi-situasi tertentu dimana anak tidak dapat melakukan seperti apa yang biasanya mereka harus lakukan, masih wajar-wajar saja kok, Bunda. Tapi, ingat, jangan mudah termakan rayuan anak ya. Berikan ketegasan dan bersikaplah konsisten mengenai sikap dan kebiasaan yang harus anak lakukan.
Sikap konsisten tersebut dimulai dari contoh yang diberikan oleh orang tua sendiri. Jangan sampai apa yang disaksikan anak hari ini dan besok berbeda karena orang tua hanya melakukannya sesuai dengan suasana hati atau mood saja. Konsistensi dapat berjalan dengan baik apabila didasarkan pada kesadaran dan rasa tanggung jawab.
Advertisement
Nah, seperti yang dilangsir dari earlychildhoodnews.com, konsistensi pada perilaku disiplin memang akan mengarahkan anak untuk melakukan apa yang seharusnya atau dapat ia lakukan dan apa yang tidak seharusnya atau tidak dapat ia lakukan. Namun, dalam pembentukan sikap konsistensi ini, aspek penting yang harus ditanamkan terlebih dahulu adalah rasa kesadaran. Dengan memiliki kesadaran tentang sebab-akibat dari perilaku yang dilakukan, anak pun akan bertanggung jawab atas apa yang ia lakukan.
Kemudian, berikan juga kepercayaan kepada anak. Disiplin bukan berarti mendikte dan memerintah. Setelah memberikan pengertian dan penjelasan kepada anak. tugas Bunda selanjutnya adalah mengawasi, memberikan kepercayaan, sambil sesekali mengingatkan anak jika diperlukan. Rasa kepercayaan yang diberikan oleh orang tua kepada anak dapat meningkatkan kontrol diri anak terhadap perilaku yang dapat atau tidak dapat mereka lakukan.
Sebaliknya, anak yang tidak terbiasa diberikan kepercayaan, ketika orang tua mereka lengah, akan cenderung mencari-cari perhatian orang lain. Mereka cenderung suka mengganggu, dengan sengaja melanggar peraturan, membuat keributan, dan melakukan perilaku-perilaku tidak baik lainnya. Mereka mungkin merasa bahwa akan selalu ada orang tua yang akan mengingatkan mereka ketika mereka tidak melakukan sesuatu yang seharusnya. Mereka cenderung kurang mandiri, kurang memiliki kesadaran, merasa tidak diberi kepercayaan, terlalu menggantungkan diri, dan akhirnya tidak memiliki self-control.
Jadi, menerapkan pola kedisiplinan kepada anak tidak semata-mata dilakukan Bunda dan orang tua saja ya. Kerjasama yang baik, komunikasi yang efektif, kesadaran dan tanggung jawab atas konsistensi adalah faktor-faktor penumbuh kontrol diri sehingga perilaku disiplin pun dapat tercipta.
Oleh : -tyz-
(vem/ver)