Di Iran, sepertinya tidak sulit untuk menyalurkan keinginan duniawi biologis, sebut saja dengan nafsu. Remaja Iran sudah akrab untuk menyalurkan gairah seksual mereka melalui jalan Mut'ah. Cara untuk melakukan Mut'ah tidak susah yakni cukup mengunjungi masjid di Iran yang menyediakan fasilitas Mut'ah.
Perbedaan masjid penganut Syiah di Iran dengan masjid pada umumnya di Indonesia (yang cenderung Sunni) adalah di sana ada ruangan untuk melakukan transaksi Mut'ah. Nilai transaksi Mut'ah ditentukan dengan wanita yang dipilih serta waktu lamanya melakukan Mut'ah. Ada yang hanya satu jam, dua jam, atau bahkan tidak terbatas.
Karena praktik ini, seperti lansiran dari laman prisonerofjoy.blogspot.com, ada desas-desus yang beredar mengenai pergeseran tren di Iran. Di mana pernikahan Mut'ah bahkan lebih populer dibandingkan dengan perkawinan permanen. Dr. Shahla Ezazi dari Lembaga Studi Ilmu Sosial Iran menyatakan bahwa fenomena perkawinan Mut'ah berasal dari tuntutan sejumlah pejabat Iran yang menginginkan adanya hubungan gelar antara pria dan wanita sehingga mereka mencoba untuk melegitimasi hubungan ini melalui Mut'ah.
Namun masalah timbul setelah menunjukkan bahwa pelaku Mut'ah terbesar berasal dari kota Qum. Kota Qum dianggap suci di Iran yang merupakan pusat pendidikan ilmu agama di mana sebagian besar lulusannya menjadi ulama Syiah terkenal. Jadi pertanyaan besar timbul, apakah memang nikah Mut'ah itu menjadi keinginan bagi ulama Syiah sebagai jalan untuk melampiaskan nafsu seksual mereka dengan berganti pasangan?
Meskipun sampai saat ini pro kontra masih muncul. Ada pihak yang setuju dengan Mut'ah lantaran lebih baik daripada pelacuran karena harus melakukan pernikahan dulu sebelum berhubungan seksual sekalipun kawin kontrak. Sementara itu pihak yang melarang Mut'ah berpendapat bahwa sekalipun kawin kontrak, tidak baik melakukan 'perdagangan' terhadap perempuan.
Jadi, any other persepctive, Ladies?
Oleh: SERA UTAMI WIJAYA L.
Advertisement