Lahirnya program kemitraan bidan desa dan dukun beranak dilatarbelakangi dengan masih sulitnya masyarakat pedesaan menerima keberadaan bidan desa. Kecenderungan masyarakat desa yang lebih memilih menggunakan jasa dukun beranak dibandingkan bidan desa saat bersalin juga menimbulkan keprihatinan tersendiri.
Seperti dikutip dari situs kesehatanibu.depkes.go.id, program kemitraan bidan-dukun adalah bentuk kerjasama yang saling menguntungkan dalam upaya menyelamatkan ibu dan bayi, dengan menempatkan bidan sebagai penolong persalinan dan dukun sebagai perawat ibu dan bayi dalam masa nifas.
Jadi, dukun tidak lagi menolong ibu yang bersalin secara langsung. Jika ada ibu yang meminta jasa dukun untuk menolong persalinannya, maka dukun akan mengantar ibu tersebut ke klinik bidan desa terdekat.
Advertisement
Meskipun pada awalnya banyak dukun beranak yang tidak setuju, namun lama kelamaan program ini membuahkan hasil. Dukun beranak tidak lagi merasa bersaing dengan bidan desa; mereka justru semakin solid dengan bidan desa.
Kekompakan ini yang setidaknya ditunjukkan oleh dukun beranak dan bidan desa kabupaten Bulukumba. Seperti dikutip dari laman midwifery.blog.uns.ac.id, kekompakan dapat terlihat dari pembagian honor antara dukun beranak dan bidan.
Sekali mengantar pasien, dukun beranak mendapat honor 50 ribu dan biaya transportasi 15 ribu. Pendapatan dukun beranak semakin meningkat setelah adanya program kemitraan ini. Jika sebelumnya bidan desa mendapat 5-20 ribu, kini mereka bisa mendapat 40-75 ribu setiap membantu persalinan.
Oleh: Pravianti
(vem/ver)