Ladies, dua artikel lalu sudah membahas kemunculan fenomena mairil dan polanya dalam kalangan pesantren. Kini, yuk kita lihat apa sih sebenarnya faktor yang menyebabkan timbulnya fenomena ini.
Kondisi pesantren yang sangat ketat membatasi interaksi heteroseksual sepertinya memang menjadi alasan utama mengapa hubungan homoseksalitas malah menjadi semakin erat. Thesis Saifuddin Zuhri,UGM Yogyakarta 2006 yang diulas oleh kanal3.wordpress.com secara garis besar membahas 7 faktor fenomena ini:
1. Lingkungan pesantren yang ‘terpisah’ dari dunia luar.
2. Seringnya pertemuan dengan komunitas yang itu-itu saja
3. Kekangan aturan pesantren dan nilai gama yang diterapkan sangat ketat sehingga membatasi ruang gerak santri.
4. Larangan dalam kitab-kitab yang malah membuat santri lebih penasaran.
5. Penggunaan statement dalaq, nyempet, atau mairil yang mebuat suasana lebih cair adan mengasikkan.
6. Model kamar yang terlalu sempit sehingga malah mendukung fenomena ini.
7. Tempat pemandian terbatas dimana santri sering mandi bersama, sehingga turut mengekspos seksualitas santri.
Advertisement
Selain itu, rahima.or.id juga menyatakan bahwa para santri umumnya menghabiskan seluruh masa remaja mereka (12-18 tahun, umur masuk dan lulus santri) di pesantren. Padahal, dalam umur ini, santri mulai mengalami perkembangan dan kematangan seksual. Gairah seksual pun sedang menggebu, sementara tidak ada lawan jenis yang bisa menjadi penyaluran. Sehingga tidak mengherankan ya Ladies, bahwa fenomena mairil ini pun sudah berlangsung turun temurun (dengan diam-diam, tentunya) dalam berbagai pesantren.
Oleh: Adienda Dewi S.
(vem/rsk)