Meskipun disebut-sebut umum terjadi pada pria, tetap saja ejakulasi dini membuat penderitanya rendah diri. Ejakulasi dini memang bukan penyakit mematikan, tetapi gangguan yang ditimbulkannya akan menyebabkan kurangnya kepuasan pasangan saat bercinta. Akibatnya, keintiman dan keharmonisan dalam rumah tangga dapat terganggu.
Pria yang mengalami gejala ejakulasi dini diharapkan segera berkonsultasi dengan dokter untuk mendapatkan terapi yang tepat. Menurut mayoclinic.com, setidaknya ada tiga jenis terapi yang disarankan dokter bagi penderita ejakulasi dini. Terapi-terapi ini dapat juga diterapkan secara bersamaan pada seorang pasien. Terapi ejakulasi dini meliputi:
1. Terapi seksual
Terapi seksual bertujuan untuk mengkondisikan tubuh dan pikiran agar dapat mengendalikan ejakulasi. Contoh terapi ini adalah dengan melakukan masturbasi satu hingga beberapa jam sebelum bercinta sehingga pria dapat menunda ejakulasi saat berhubungan suami istri. Dokter mungkin juga akan menyarankan pria untuk menghindari berhubungan seksual selama waktu tertentu sehingga pria dapat melepaskan tekanan saat bercinta.
Advertisement
2. Terapi pengobatan
Terapi pengobatan dilakukan melalui pengobatan oral dan krim yang dioleskan pada Mr. P. Obat yang diminum berupa antidepresan yang baru dapat menunjukkan efeknya setelah 10 hari pengobatan. Pengobatan ini tidak disarankan karena mengambil keuntungan dari efek samping antidepresan.
Sedangkan krim yang dioleskan pada Mr.P berguna untuk mengurangi kepekaan rangsangan pada Mr.P. Sayangnya krim ini seringkali membuat pria kehilangan selera bercinta karena berkurangnya kepekaan terhadap rangsangan. Pada kasus-kasus tertentu, wanita yang terpapar krim dari Mr.P juga mengalami hilangnya hasrat bercinta.
3. Terapi psikologis
Terapi ini dilakukan bila ejakulasi dini diketahui disebabkan oleh masalah psikis pria. Pria akan disarankan untuk berkonsultasi dengan psikolog mengenai masalahnya dengan pasangan atau trauma yang pernah dialami. Dialog dengan psikolog akan membantu pria mengatasi stress dan mengurangi kecemasan.
Oleh: Ayu Liskinasih
(vem/rsk)