Penyakit tidak menular masih menghantui masyarakat. Hal tersebut terlihat, ketika mayoritas penggunaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) digunakan untuk mengobati penyakit tidak menular.
Direktur Kesehatan Keluarga dari Kementerian Kesehatan RI, Eni Gustina, MPH, mengatakan negara telah banyak mengeluarkan uang untuk pengobatan penyakit tidak menular (PTM).
Menurutnya, Kementerian Kesehatan telah melakukan berbagai upaya salah satunya adalah sosialisasi terkait konsumsi gula, garam dan lemak (GGL). Berkaitan dengan SKM, Eni mengatakan bahwa Susu Kental Manis bukan diperuntukan untuk bayi dan anak-anak karena kandungan gulanya yang tinggi.
Advertisement
“SKM ini adalah hampir 50 persen isinya gula sehingga tidak bisa disetarakan dengan susu berprotein tinggi,” ujar Eni saat ditemui dalam acara penandatangan MoU antara PP Muslimat NU-YAICI tentang Edukasi Masyarakat Bijak Menggunakan SKM di Jakarta, Senin, (30/7).
Oleh sebab itu, pemerintah mengeluarkan Peraturan Menteri Kesehatan No. 63 Tahun 2015 tentang Pencantuman Informasi Kandungan Gula, Garam dan Lemak.
"Konsumsi gula (orang dewasa) sehari maksimal 50 gram atau sekitar empat sendok makan. Balita hanya 35 gram atau sama dengan tiga sendok makan," tambahnya.
Bahkan, baru-baru ini Susu Kental Manis (SKM) tengah menjadi polemik. Eni pun menyikapinya dengan tidak menyarankan pemberian SKM pada bayi dan balita. SKM hanya boleh dikonsumsi untuk topping atau pelengkap makanan.
"Jangan diberikan dalam bentuk tunggal, seperti untuk minum susu. Kalau kelebihan gula sejak kecil jantung anak akan bekerja keras dan akan terkompensasi saat mereka dewasa nanti," lanjut Eni.
Karena polemik itulah, Badan POM mengeluarkan Surat edaran No HK.06.5.51.511.05.18.2000 tahun 2018 tentang Label dan Iklan pada produk Susu Kental dan Analognya (subkategori pangan 01.3) dan menegaskan bahwa SKM tidak untuk dikonsumsi anak-anak
BPOM dan Kemenkes RI pun menjalin kerjasama dengan PP Muslimat NU bersama YAICI untuk mengedukasi masyarakat mengenai bagaimana cara mengonsumsi SKM yang tepat.
"Kami menganjurkan asupan oangan kepada anak secara agama. SKM adalah pilihan terakhir bisa juga tidak dipakai, kalau terpaksa, gunakan secara bijak," papar Ketua Harian II PP Muslimat NU, Dr Hj Sri Mulyati MA.
Langkah ini tidak hanya sebagai upaya perlindungan konsumen (terutama anak-anak), namun juga untuk mengajak produsen dapat ikut serta mengedukasi masyarakat agar dimasa mendatang, tidak ada lagi salah penggunaan SKM.
Edukasi bijak menggunakan SKM nantinya akan langsung menyasar masyarakat di sejumlah kota di Indonesia. Dengan edukasi langsung terhadap masyarakat diharaplan secara perlahan persepsi masyarakat dapat berubah. masyaraka juga dapat lebih memahami fungsi produk susu kental manis sebagai bahan makanan dan tidak ada lagi yang memberikan untuk konsumsi atau minuman anak.
Perlu diketahui, sejak BPOM mengeluarkan HK.06.5.51.511.05.18.2000 Tahun 2018 Tentang Label dan Iklan Pada Produk Susu Kental dan Analognya (Kategori Pangan 01.3), susu kental manis menjadi topik yang diperbincangkan publik.