Sistem Zonasi dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) memang tengah menjadi polemik di tengah masyarakat. Bahkan, beberapa ketentuan dalam Permendikbud No 14/2018 berpotensi menuai masalah, seperti misalnya:
Ketentuan mengenai kewajiban sekolah menerima dan membebaskan biaya pendidikan bagi peserta didik baru yang berasal dari keluarga ekonomi tidak mampu yang berdomisili dalam satu wilayah daerah/provinsi paling sedikit 20 persen dari jumlah keseluruhan peserta didik yang diterima.
Aturan tersebut tercantum dalam Bagian Keenam tentang Biaya di Pasal 19 Permendikbud 14/2018. Keluarga ekonomi tak mampu wajib membuktikan lewat Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM).
Advertisement
"Celah ini dimanfaatkan orangtua karena tidak ada batas maksimal,"Retno Listyarti, Komisioner Bidang Pendidikan KPAI , saat ditemui di kantor KPAI, Jakarta Pusat, Rabu (11/7).
Lemahnya kontrol pemberian SKTM oleh kelurahan setempat, dimanfaatkan banyak orangtua agar anak-anak dapat bersekolah negeri. "Contoh memanfaatkan SKTM ialah orang mampu mendadak mengaku miskin,” tambahn Retno.
KPAI pun mengapresiasi langkah Gubenur Jawa Tengah Ganjar Pranowo yang sudah memerintahkan pihak sekolah untuk verifikasi faktual terhadap siswa yang mendaftar di jalur yang menggunakan SKTM
Berdasarkan hasil verifikasi Pemprov Jateng, ada 78.065 SKTM yang dianggap palsu dan dibatalkan penerimaannya. PPDB SMA di Jateng pun kembali dibuka.
"Karena kelemahan utama sistem zonasi adalah tidak meratanya standar nasional pendidikan di semua sekolah dan kuota daya tampung siswa di setiap wilayah yang belum jelas distribusinya," ujarnya.
Bukan hanya itu, sistem zonasi pun ditakutkan dimanfaat oleh orang yang tidak bertanggung jawab. Misalnya, cyber pungutan liar.
“Orangtua was-was hingga akhirnya percaya mafia pungutan liat. Padahal pungutan liar itu berbahaya karena tidak sesuai dengan tujuan pendidikan,” tutupnya.
(vem/asp)