Akhir-akhir ini jagat sosial media diramaikan oleh bocah SMP bernama Bowo Alpenliebe. Berkat aplikasi Tik Tok, dirinya menjadi viral dan terkenal. Tak hanya di Tik Tok, Bowo pun cukup terkenal di Instagram dengan followers 32K. Bahkan, ia telah memiliki fans dan kerap menggelar meet and greet dengan para fans.
Setiap kali menggelar meet and greet, Bowo bahkan membanderol biaya administrasi yang tak kalah dengan kalangan artis untuk bisa bertemu dan selfie bareng. Untuk bertemu Bowo, para fans harus membayar uang sebesar Rp 80 ribu hingga Rp 100 ribu.
Sayangnya, setelah melakukan meet and greet banyak fans yang kecewa. Lantaran Bowo pulang duluan karena rusuh, atau kecewa setelah melihat wajah asli Bowo.
Alhasil, Bowo menjadi bahan celaan di sosial media. Bahkan, di kolom komentar Instagramnya Bowo pun diserang dengan komentar negatif, dengan kata-kata yang tidak pantas diucapkan.
Advertisement
Seperti akun, @jullian_syah menulis komentar, “dah item jelek lagi,” tulisnya. Atau @saidega, “Ini ya bocah hitam dekil, bauk, jelek, hidup pula lagi,” komentarnya.
Bowo yang saat ini masih duduk di bangku SMP menjadi bulan-bulanan kata-kata jahat dari warganet. Seakan para pembully itu tak sadar bahwa efek kata-kata jahat mereka bisa berakibat fatal bagi Bowo yang belum cukup umur.
Bahaya Bully di Media Sosial
Erlinda, M.Pd, selaku Ketua ICPW Indonesia Child Protection Watch sekaligus Praktisi Pemerhati anak, mengatakan bullying di sosial media sangat berbeda dengan kekerasan atau bullying verbal.
Menurutnya, penindasan di sosial media sangat membahayakan karena kita tidak tahu perkataan atau komentar yang ditujukan hanya bercanda atau bullying sekedar marah dan gimmick belaka. Sebab bullying memberikan efek yang tidak baik pada korban.
Sebaiknya, menurut Erlinda anak di usia sekolah tidak intens dalam bermain sosial media. Bahkan lebih baik tidak dikenalkan sama sekali, sebab belum cukup mental untuk mendapat bullying atau cyber crime.
Efek bullying pada anak
Secara umum, efek bullying membuat anak yang tadinya ceria menjadi pendiam atau sebaliknya, yang tadinya pendiam jadi sensitif dan pemarah. Bahkan pola makan berubah, hingga tidak ingin pergi ke sekolah.
“Biasanya anak cenderung menghindari pergi ke sekolah karena ia khawatir teman di sekolah menggunakan sosial media. Dan tahu bahwa dirinya sedang dibully. Maka ia takut penindasan terhadap dirinya semakin parah. Anak pun akan menjadi depresi karena mental anak-anak masih labil,” ujar Erlinda saat dihubungi redaksi Vemale.com, Selasa (3/7).
Lebih lanjut, Erlinda menjelaskan bahwa, jika anak dekat orangtua, efek bullying terhadap anak lebih ringan karena anak berani berkomunikasi. Sebaliknya, jika anak tidak berkomunikasi dengan orangtua, ia akan menjadi trauma. Dan jika dalam kurun waktu yang lama anak trauma, ia akan memiliki pribadi yang cepat marah, anti sosial, bahkan bipolar.
Intan Erlita , M.Psi, Psikolog pun mengatakan
efek bullying akan membuat anak tersebut tidak percaya diri, menarik diri dari lingkungan, cenderung takut, dan merasa tidak nyaman.
“Efeknya bisa sementara, menetap tergantung sejauh mana bullying tersebut, atau seberapa berat bully itu. Jika menahun, efek tersebut akan menjadi karakter bagi anak kita, tapi misal jika orangtua bisa mendeteksi lebih awal, efek bully tidak lama dan tidak berbekas,” papar Intan.
Agar tidak terjadi bullying pada anak
Intan mengatakan sebagai orangtua harus memberikan informasi kepada anak, karena kita tidak bisa membendung arus sosial media.
Anak harus didampingi dan diajarkan bagaimana mendeteksi bahwa followers di sosial media membahayakan. Intan mengatakan, bisa kasih contoh sesuai usia anak dan memberitahunya juga harus sesuai usia.
”Jangan nakutin tapi lebih ke arah biar anak tahu. Bisanya tips agar tidak kena penindasan di umur 15 bawah, akun anak diprivate, kemudian biodata di akun media sosial cantumkan akun ibu dan bapaknya. Hal ini menunjukkan bagi mereka yang ingin berniat jahat kepada anak, agar takut bully karena ada orangtua yang turut serta dalam media sosialnya,” ucapnya.
Orangtua juga harus cepat tanggap, biasanya anak yang terbuka akan menceritakan masalahnya dan mencari solusinya.
“Kita lihat sejauh mana bullying bahaya terhadap anak kita. Kita lihat penindasan tersebut levelnya gimana, kalau anak bisa tanganin sendiri, kita kasih support saja, tapi kalau orangtua harus turun tangan yah kita turun tangan, tapi jangan berlebih, biarkan anak untuk menyelesaikan masalahnya, kita mendampingi biar dewasa nanti jadi tidak terbiasa berlindung, lari dari masalah,” tambahnya.
Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) bidang Pendidikan, Retno Listyarti, juga mengatakan orang dewasa, baik orangtua maupun guru harus memberikan contoh model pengguna media sosial yang bijak. Misalnya anak dicontohkan untuk tidak memosting konten yang mengandung unsur SARA, menebar kebencian, kata-kata kasar dan pornografi.
“Anak-anak yang terkena bullying pasti akan depresi yang tidak baik bagi tumbuh kembangnya karena mudah marah,” ungkapnya.
Tik Tok diblokir
Tik Tok yang melambungkan nama Bowo pun kini baru saja diblokir oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo).
Hal ini dibenarkan oleh Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Rudiantara.
“Benar... situs TikTok kami blokir," ujar Rudiantara yang dilansir dari Liputan6.com.
Pemblokiran tersebut berlaku untuk delapan sistem penamaan domain atau domain name system (DNS) Tik Tok. Ia memaparkan, banyak konten di Tik Tok yang negatif, terutama bagi anak-anak. Ia pun mengaku sudah berkoordinasi dengan Kementerian PPA dan KPAI.
Sosial media memang sudah tidak bisa dihindari lagi dari gaya hidup. Untuk itu kita harus bijak menggunakannya, agar tidak ada hal negatif yang terjadi.
- 4 Fakta Penting Seputar Pilkada Serentak 2018
- Ladies, Mulai 25 Juni, Perpanjangan dan Pembuatan SIM Wajib Psikotes
- Si Cantik Sonia Ben Anmar yang Mesra dengan Anwar Hadid
- Dilecehkan Pemain Bola, Tagar #SaveViaVallen Ramaikan Dunia Maya
- Generasi Muda Muslim yang Membanggakan dan Berprestasi di Zaman Modern
- FIMELA Fuchsia Market 2018 Hadir Kembali, Ini Sederet Acara Serunya