Novi Rahayu Restuningrum, Universitas Yarsi
Banyak orang tua menyadari bahwa membesarkan anak yang bisa menguasai dua bahasa dapat memberi mereka sebuah keuntungan dibanding membesarkan anak-anak yang hanya menguasai satu bahasa. Dalam kompetisi global, generasi muda diharuskan menguasai setidaknya dua bahasa, yang salah satunya adalah bahasa internasional.
Advertisement
Saya adalah ibu dua anak yang menguasai dua bahasa; bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Kedua anak saya, masing-masing berumur 17 tahun dan 11 tahun, fasih berbahasa Indonesia dan Inggris. Mereka dapat dengan lancar bergonta-ganti kedua bahasa tersebut tanpa ada masalah.
Membesarkan anak yang menguasai dua bahasa internasional: sebuah pilihan
Saya selalu menginginkan anak-anak saya untuk bisa menguasai dua bahasa. Saya mulai berbicara dengan anak perempuan saya dalam bahasa Inggris sejak dia berusia enam tahun.
Namun, saya selalu bertanya-tanya apa cara terbaik yang bisa membuat anak saya mahir berbahasa Inggris, sementara kita sebagai orang Indonesia terbiasa menggunakan bahasa Indonesia untuk berkomunikasi.
Lalu, saya menyadari bahwa membesarkan anak dalam dua bahasa membutuhkan suatu kondisi di mana saya dan anak-anak saya bisa berbahasa Inggris tanpa interupsi.
Karena itu, ketika saya mendapat beasiswa untuk mengejar PhD dalam bidang Pendidikan di Melbourne, Australia, saya membawa anak-anak saya bersama saya dari tahun 2011 sampai tahun 2015.
Paparan adalah kunci
Di Indonesia, membesarkan anak dwi bahasa bukanlah hal yang baru. Sebagian besar orang Indonesia memang menguasai dua bahasa atau bahkan beberapa bahasa secara otomatis, karena mereka bisa berbicara setidaknya dua bahasa – bahasa Indonesia dan bahasa daerah. Sebagaimana kita ketahui, di Indonesia terdapat banyak bahasa daerah. Oleh karena itu, praktek menguasai dua bahasa adalah sesuatu yang telah dilakukan tanpa disadari, tanpa orang perlu memikirkan atau merencanakannya.
Banyaknya dan model paparan terhadap sebuah bahasa adalah faktor penting untuk dapat menguasai sebuah bahasa. Menguasai bahasa-bahasa asing lebih sulit ketimbang mempelajari bahasa daerah karena bahasa daerah didengar setiap saat dan dalam kondisi tidak formal.
Ketika orang belajar bahasa Inggris, mereka belajar dalam format yang terstruktur di ruang kelas dan forum resmi. Oleh karena itu, mereka bisa saja mendapatkan pengetahuannya tapi sering kali gagal menggunakan bahasanya secara baik dan benar.
Sementara itu, orang mendengar bahasa daerah di kehidupan sehari-hari. Orang mulai belajar dan menggunakan Bahasa Indonesia ketika mereka mulai masuk sekolah, karena Bahasa Indonesia adalah media komunikasi dan pembelajaran dalam pendidikan formal. Sementara itu, paparan terhadap bahasa daerah berlangsung berlangsung sejak bayi dalam keluarga di mana orang tua berbicara menggunakan bahasa daerah.
Bahasa Inggris adalah bahasa asing yang tingkat paparannya rendah, sehingga kebanyakan orang Indonesia tidak kuasai.
Mengingat mempelajari bahasa Inggris perlu dilakukan di konteks yang terstruktur, terkadang aspek natural bahasa tersebut berkurang. Namun, anak-anak masih bisa dapat belajar dan menguasai bahasa Inggris, tentu saja tergantung paparan mereka terhadap bahasa yang bersangkutan.
Konteks formal dan informal
Seorang anak yang pandai dua bahasa biasanya mendapatkan kepiawaiannya lewat paparannya terhadap bahasa-bahasa tersebut baik dalam kondisi formal maupun informal.
Dalam konteks keluarga, orang tua memegang peranan penting.
Orang tua harus memberikan konteks yang tepat ketika anak mereka belajar bahasa Inggris untuk memastikan bahwa proses pembelajaran mereka berlangsung natural.
Terdapat beberapa strategi yang para orang tua bisa pilih untuk bisa membuat anak mereka pandai dua bahasa, yang diadaptasi dari metode yang dipaparkan ahli bahasa dari Amerika Suzanne Romaine dalam bukunya Bilingualism.
Satu orang tua - satu bahasa
Metode ini berlaku ketika salah satu orang tua berbicara menggunakan bahasa Inggris setiap saat, sementara yang satunya berbicara dalam bahasa Indonesia atau lokal.
Hal ini akan memberikan anak-anak mereka paparan yang alami dalam pembelajaran kedua bahasa. Untuk melakukan metode ini, orang tua harus kompeten berbahasa Inggris.
Rumah lawan sekolah
Untuk metode ini, orang tua bisa menyuruh anak-anak mereka untuk berbicara bahasa tertentu dalam konteks tertentu. Misalnya, anak-anak diberikan konteks berbahasa Inggris di luar rumah yaitu sekolah, sementara di rumah, mereka harus berbahasa Indonesia. Hal ini bisa berlaku sebaliknya.
Saya sendiri telah melihat banyak orang tua yang tidak bisa berbahasa Inggris mengirim anaknya ke sekolah yang menjadikan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar karena mereka tidak bisa mengajarkan bahasa Inggris di rumah.
Pengubah natural
Cara ketiga adalah orang tua bisa memberikan konteks di mana bahasa-bahasa tersebut digunakan. Orang tua bisa secara otomatis bergonta-ganti bahasa, dan mereka harus melakukan ini semenjak anak mereka lahir. Sekali lagi, untuk melakukan metode ini, orang tua harus bisa berbahasa Inggris secara fasih.
Strategi-strategi di atas diperuntukkan bagi orang tua yang ingin anaknya menguasai bahasa Inggris tanpa kehilangan bahasa nasional atau daerahnya.
Fenomena di mana anak-anak yang belajar bahasa Inggris kemudian tidak bisa berbahasa lokal telah menimbulkan perdebatan tentang cara terbaik dalam pengajaran bahasa Inggris kepada anak-anak, sekaligus apakah menguasai bahasa asing (dalam hal ini Bahasa Inggris) adalah langkah yang bijak. Hal ini menunjukkan bahwa jika tidak dilakukan dengan baik, membesarkan anak secara bilingual akan menghalangi proses komunikasi.
Tidak ada orang tua yang menginginkan hal hambatan proses komunikasi itu terjadi. Oleh karenanya, diperlukan kebijakan dalam memberikan pembelajaran bahasa asing (Inggris) kepada anak-anak.
Novi Rahayu Restuningrum, Lecturer in English, Universitas Yarsi
Sumber asli artikel ini dari The Conversation. Baca artikel sumber.
(vem/kee)