Malam tadi seorang ibu tengah dalam galaunya. Ia mengingat si bungsu kecilnya yang laki - laki, sudah sebulan dalam 'penguasaan' ayah kandungnya. Ayah kandung anak laki-lakinya yang sudah beberapa tahun bukan lagi menjadi suaminya, alias telah bercerai.
Perceraian memang adalah salah satu gerbang masuk menuju kebingungan demi kebingungan, kikuk dan ketidaknyamanan bagi kedua mantan pasangan dalam rumah tangga, juga bagi anak - anak yang terpaksa harus turut mengalaminya juga. Rasa tak nyaman ini terutama muncul saat kedua mantan pasangan 'harus berbagi hak, kewajiban dan peran' sebagai orang tua bagi anak-anaknya. Karena anak, bagaimanapun juga, di mata sebagian besar orang adalah segalanya, yang akan diperjuangkan dengan segala daya dan upaya serta dengan semua cara.
Sebulan telah berlalu, sang ibu merasa hidupya sungguh hampa dan tak lengkap. Dalam sebulan dia selalu merasa ada yang hilang dalam keseharian. Suara laki-laki kecil tetangga yang lewat atau sekedar gelak ketawa anak - anak yang terdengar pun sudah cukup membuatnya gelagapan mengingat anak laki-laki kecilnya yang jauh dari gapaian. Bahkan setiap bayangan kehadiran seorang anak laki-laki yang seumuran dengan putranya, membuat rindu pada anaknya semakin bertambah. Seolah seribu manusia di sekitarnya tak akan membuat hidupnya ceria, jika anak laki-laki satu-satunya tak ada di sampingnya. Berlebihan kah? Silakan menjadi ibu atau orang tua terlebih dahulu sebelum menilainya.
Rindu yang muncul kepada seseorang saat ketiadaanya, mengingatkan kepada yang bersangkutan akan arti penting seseorang tersebut bagi dirinya. Rindu bukanlah kelemahan atau kekurangan yang harus malu ditutup-tutupi. Namun justru kelebihan yang dimiliki sebagai manusia yang juga diberi anugerah menyoal rasa kasih dan sayang. Berusaha tegar dan kuat menghadapi rindu memang akhirnya harus dilakukan jika rindu harus muncul karena berjauhan dengan seseorang. Namun menampakkan dan mengakuinya adalah salah satu cara untuk sedikit mengurai jerat rindu yang kadang sedemikian 'mencekik' hati. Walau rindu hanya akan terobati oleh kehadiran seseorang yang menjadi tujuan satu-satunya bagi rindu yang tengah meraja.
"Aku benar - benar 'mati gaya' tanpa anakku," Demikian pengakuannya dengan wajah sendu penuh rindu. Mengakhiri barisan cerita kecemasan akan nasib anaknya, keluarlah kalimat demi kalimat kekhawatiran akan ketidaknyamanan dan tak tercukupinya kebutuhan harian anaknya. Walaupun notabene anaknya tengah berada dalam pengawasan ayah kandungnya sendiri yang tentunya juga akan memberikan yang terbaik bagi anaknya. Namun tetap saja rasa itu ada dan tak bisa dihilangkannya.
"Sudahlah mbak, ditunggu saja nanti dia juga akan kembali padamu. Ibunya. Karena dia akan tahu dan menyadari tak ada seorangpun yang bisa menggantikan ungkapan cinta dari seorang ibu, sekalipun bapaknya. Wis yakin saja!"
Ya hanya itu yang bisa saya disampaikan untuk membantunya meredakan api rindu. Dengan menyemai dan menanam harapan, rindu yang memang tak bisa pudar setidaknya bersedia 'tuk sabar menunggu. Karena rindu dan harapan adalah teman seirama sejalan. Tanpa harapan, rindu akan menjadi sembilu yang kadang bisa sampai membinasakan. Setidaknya seperti saya dengan sepenggal harapan yang terus dipupuk untuk suatu saat bisa bertemu dengan mendiang ibu yang sudah berpulang bertahun-tahun yang lalu.
Jika Anda rindu, iringi dengan menanam harapan. Agar rindu lebih terasa nikmatnya saat akhirnya bisa bertemu dengan yang dirindu.
Dituliskan oleh Yasin bin Malenggang untuk rubrik #Spinmotion di Vemale Dotcom. Lebih dekat dengan Spinmotion (Single Parents Indonesia in Motion) di http://spinmotion.org/
Advertisement