Ladies, kalau kamu sering membaca berita, salah satu kasus yang sering terjadi adalah korupsi. Iya sih korupsi seolah sudah jadi makanan sehari-hari sampai kamu bingung pejabat mana lagi yang akan tertangkap karena mengambil uang rakyat. Berita terakhir adalah terungkapnya pejabat eselon III Direktorat Jenderal Pajak (DJP) yang telah tertangkap tangan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena menerima suap dari salah satu wajib pajak (WP) berinisial MH sekitar Rp 1,3 miliar.
Tertangkapnya WP membuat Menteri Keuangan Sri Mulyani berang. Menurutnya, segelintir orang yang mengambil uang negara adalah perilaku yang tamak.
Sifat Tamak Bisa Dicegah Sejak Anak-Anak
Advertisement
Dikatakan psikolog anak dan keluarga, Anna Surti Ariani S.Psi., M.Si, bahwa sifat tamak dimulai dari kebiasaan tidak bisa menahan diri. Kebiasaan ini sebenarnya bisa ditangkal sejak dini yakni semenjak seseorang masih balita.
"Di usia anak 1,5 hingga dua tahun mereka biasanya tantrum ketika tidak mendapat apa yang mereka mau. Orangtua yang panik melihat anaknya mengamuk, akhirnya memberikan apa saja yang diinginkan anak. Padahal itu adalah pelajaran pertama untuk menahan diri," papar dr,Anna ketika ditemui dalam program 'Anak Cerdas' bersama HSBC di bilangan Bendungan Hilir, Jakarta Pusat, Selasa, 29 November 2016.
Dilanjutkan dr.Anna bahwa selanjutnya anak jadi paham dengan menangis dan meraung, ia akan mendapatkan apa yang dia mau. Padahal cara efektifnya adalah dengan menenangkannya saja. Peluk, rangkul, dan sayangi dia dengan sabar.
"Jika dia merengek soal sesuatu yang baik buat dirinya, cobalah minta dia agar meminta dengan baik. Sebaliknya, jika ia meminta sesuatu yang buruk bagi dirinya, cukup ditenangkan saja," tambahnya.
Apa hubungannya menahan diri dengan korupsi? Ini membuat seseorang paham adanya batasan kebutuhan dan keinginan. Dengan demikian dia bisa menahan diri dalam membelanjakan hawa nafsunya. Pelajaran ini harus konsisten diterapkan dalam kehidupannya hingga nantinya itu akan jadi kebiasaan yang baik.
Dicontohkan dr.Anna, anak yang sudah masuk usia Sekolah Dasar juga harus diajari bahwa dia harus menjalani kewajiban. Barulah kemudian ia mendapatkan hak atasnya. "Jangan perbolehkan dia mendapatkan hak kalau belum melaksanakan kewajiban. Kalau dari kecil sudah dibiasakan menahan diri, pemahaman soal kebutuhan dan keinginan bisa dikontrol," tegasnya.
Edukasi Keuangan
Literasi keuangan sejatinya bisa diterapkan sejak anak sudah mulai bisa berhitung. Dari titik ini, dia sudah bisa diajarkan materi apa yang bisa dibelanjakan sesuai kebutuhan. Sisanya adalah materi yang merupakan keinginan.
Inilah yang kemudian coba diajarkan Prestasi Junior Indonesia (PJI) bersama HSBC dalam program 'Anak Cerdas'. Bentuknya dalam edukasi bersifat menyenangkan menggunakan tablet yang berisi pilihan-pilihan benda yang bisa mereka beli dengan uang virtual. Pendidikan ini berlangsung selama lima kali pertemuan dengan durasi masing-masing pertemuan 45 menit.
Program ini sudah dijalankan di delapan kota besar di Indonesia; Jakarta, Bandung, Medan, Semarang, Sidoarjo, Surabaya, Denpasar, dan Yogyakarta. Targetnya adalah anak-anak SD di kelas tiga hingga lima. "Dengan latihan macam ini, pengetahuan keuangan anak meningkat. Mereka bisa pulang ke rumah dan menjadi agen edukasi literasi keuangan buat keluarga," ujar Robert Gardiner selaku Executive Director PJI.
Sedangkan dari pihak HSBC, program edukasi keuangan sejak dini menjadi pendorong bagi bisnis yang berkesinambungan. Apalagi diajarkan melalui games edukasi yang menyenangkan. "Edukasi keuangan akan membantu kesejahteraan mereka sendiri ke depannya," tutur Nunik Sutyoko, Head of Corporate Sustainability HSBC Indonesia.
(vem/yel)