Gangguan jiwa memang bisa terjadi pada siapa saja. Bahkan bisa terjadi pada anggota keluarga kita. Sudah terlalu sering orang dengan gangguan jiwa dan keluarga mereka tidak mendapatkan apa yang sesuai dengan martabatnya ketika berkontak dengan penyedia layanan kesehatan juga dengan masyarakat luas.
Tidak jarang, mereka yang menderita gangguan jiwa justru merasakan penghinaan mendalam dari cara mereka diperlakukan. Tidak jarang, profesional kesehatan mengabaikan masalah kesehatan jiwa dan orang-orang dengan gangguan jiwa dengan alasan tidak ada waktu atau berbagai alasan lainnya. Kalau pun akhirnya mereka dilayani, pelayanan yang ada pun nampaknya hanya sekedarnya dan tidak terlalu maksimal. Penyedia anggaran di berbagai pemerintahan yang juga menyulitkan anggaran pada sektor kesehatan dan sosial menjadikan sulit terwujudnya koordinasi rawatan yang ada.
"Akibatnya, orang dengan gangguan jiwa tidak mendapatkan layanan untuk penyakit lain yang dideritanya. Hal ini berdampak pada pengabaian kesehatan umum mereka dan akhirnya memendeknya rentang usia ODGJ (Orang Dengan Gangguan Jiwa)." ujar DR. dr. Nurmiati Amir, SpKJ (K) selaku Ketua Majelis Pengembangan Pelayanan Keprofesian Psikiater.
Tanggap darurat pun seharusnya dilakukan secara multisektoral, meskipun respon awal biasanya dilakukan oleh orang-orang setempat. Banyak dari responder lokal ini mampu memberikan bantuan dengan sikap yang hangat dan senantiasa menolong mana kala menghadapi penyintas (survivor) yang mengalami distress emosional. Tetapi, sebagian lain merasa tidak nyaman dengan distress emosional para penyintas sehingga membuat mereaka bersikap kaku serta berjarak. Sebagian orang mengabaikan sepenuhnya distress emosional. Pengabaian ini misalnya dengan memaksa penderita gangguan jiwa dipasung dan dibiarkan dicemooh oleh orang lain.
"Seharusnya psikologis harus disediakan secara rutin bagi orang yang mengalami distress yang berat. Dukungan dari keluarga dan orang profesional yang bisa menangani penderita gangguan jiwa perlu diberikan dengan baik. Bukan malah membiarkan mereka, mencemooh hingga memasung dan menghukum dengan perlakuan yang menyakitkan." ujar dr. Nurmiati
Ada pula ciri-ciri orang dengan gangguan jiwa seperti gangguan psikotik, marah-marah, ide aneh-aneh, mendengar suara-suara gaib hingga bicara yang kacau. Serta, ada pula gangguan depresi seperti murung, putus asa, pesimis, keluhan fisik, malas, tak bertenaga buat makan atau tidur serta daya ingat menurun. Beberapa orang dengan gangguan jiwa juga akan merasa bersalah berlebih, ragu-ragu dalam semua hal, menarik diri dan adanya usaha bunuh diri.
"Gangguan kecemasan biasanya memiliki ciri-ciri seperti perasaan berdebar-debar, keringat dingin, mudah kaget, tidak bisa tidur, sulit berkonsentrasi, rasa melayang, rasa ingin mati mendadak, nyeri dada, kepala dan mudah kesemutan," tambah dr. Nurmiati.
Untuk mencegah hal yang lebih buruk, sebaiknya lakukan terapi obat untuk memperbaiki keseimbangan kimia, pastikan untuk mengurangi ketegangan, rasa takut, murung dan memperbaiki tidur. Lakukan psikoterapi seperti Cognitive Behavioral Theraphy, Terapi suportif, relaksasi dan Psioedukasi agar perasaan makin nyaman serta tenang. "hal ini pun dapat dicegah dengan mengetahui gejala secara dini, mencegah menjadi lebih berat, meningkatkan adaptasi." Tambah dr. Nurmiati.
So Ladies, jika ada keluarga yang mengalami risiko gangguan jiwa, pastikan untuk mengetahui ciri-cirinya sejak awal dan pastikan memberikan perlindungan serta dukungan yang maksimal. Pastikan untuk selalu memperlakukannya dengan baik dan mengesankan pula.
- Karena Bencana Alam, Orang Bisa Alami Gangguan Jiwa, Ini Cirinya
- Perempuan Rentan Mengalami 5 Masalah Mental Ini
- Jangan Dianggap Remeh, Takut Badut Bisa Menyebabkan Trauma
- Mengenal Phone Anxiety, 5 Alasan Seseorang Takut Menerima Telepon
- Hobi Menggigit Kuku Ternyata Tak Hanya Karena Nervous, Kamu Harus Tahu Sebabnya
- Kenali Gejala Skizofrenia, Gangguan Kepribadian Ganda
(vem/mim)