Anak bagi sebagian besar orang tua adalah dunianya, raja diraja yang menjadi tujuan utama pengabdiannya, serta ditempatkan posisinya di atas segala kepentingannya sendiri. Dan 'demi anak', sekali lagi adalah kartu truf paling sakti yang akan mengalahkan yang lain - lainnya. 'Demi anak' jugalah yang membuat para orang tua akan melakukan hampir semua cara agar anak - anaknya bahagia. Keseharianya melulu hanya untuk menjaga, memelihara dan mengasuh anak - anaknya, serta mencukupi kebutuhan makan anak - anaknya, terlebih jika anak - anaknya masih kecil. Kecukupan porsi makanan dan asupan gizi, akan sedemikian diperhatikan lebih dari apapun termasuk porsi makanannya sendiri.
Ingatkah cerita seorang janda miskin yang berbohong kepada anaknya bahwa perutnya masih kenyang saat anak yang disuapinya bertanya apakah ibu sudah makan? Atau cerita lain tentang ibu yang memberikan sepotong daging, satu - satunya lauk yang tersisa kepada anaknya? Ia berkata bohong bahwa dia tak suka daging saat anaknya bertanya: "Kok cuma sepotong untukku, lalu ibu makan dengan lauk apa?"
'Kalahkan aksi (sendiri), (untuk) menangkan nasi (bagi anaknya)' demikian modifikasi saya atas peribahasa masyarakat Manado yang terkenal dengan 'hobi makannya'. Dari peribahasa tersebut, tampak makan ditempatkan lebih tinggi daripada beraksi, bergaya atau berpenampilan. Yang mungkin hampir bisa dipastikan juga bahwa orang tua disana juga akan lebih memperhatikan kecukupan makan bagi anaknya ketimbang hal - hal lainnya. Jangankan untuk anak - anaknya, untuk diri sendiri saja makan sudah menjadi hal yang utama dan diistimewakan. Namun bukan berarti para orang tua di kota atau daerah lain tidak melakukan hal yang sama terhadap anaknya seperti orang tua di Menado. Seperti diuraikan sebelumnya bahwa sebagian besar orang tua di dunia akan mengalahkan perut dirinya sendiri demi nasi untuk anak - anaknya. Walau ada juga misalnya seorang ibu yang lebih memilih 'memenangkan' lingerieuntuknya sembari 'mengalahkan' seragam anaknya yang telah usang dan sobek.
Advertisement
Dari uraian di atas bisa disimpulkan bahwa menjadi orang tua yang sebenar - benarnya adalah berarti siap dan rela untuk mengesampingkan kebutuhan, kepentingan bahkan ego pribadi untuk mendahulukan kebutuhan anak - anaknya. Termasuk urusan makan. Bak induk burung yang sejak fajar merekah, pergi mencari serangga atau kumbang. Terbang ke sana kemari dengan perut dan tembolok yang kosong sejak semalaman, namun giliran mendapatkan buruannya, dia buru - buru pulang untuk menyuapkannya kepada anak - anaknya.
Dedikasi, integritas dan pengorbanan orang tua menjadi sedemikian istimewa karena dibumbui semangat yang militan dan cinta tak bersyarat kepada anak - anaknya. Hingga tak heran jika ada orang tua yang sampai berani mengatakan, "Untuk anakku, nyawapun kupertaruhkan." Saat melihat anak - anaknya kenyang dan tercukupi kebutuhannya, orang tua akan merasakan dan 'merayakan satu kemenangan dengan mengalah'.
** Terinspirasi dari peribahasa warga Kota Menado yang berbunyi: "Lebe baik kala aksi, daripada kala nasi" yang disampaikan oleh seorang ibu sekaligus orang tua tunggal bagi anaknya.
Dituliskan oleh Yasin bin Malenggang untuk rubrik #Spinmotion di Vemale Dotcom. Lebih dekat dengan Spinmotion (Single Parents Indonesia in Motion) di http://spinmotion.org/
(vem/wnd)