Kehilangan orang terkasih jelas meninggalkan luka dan duka yang sangat mendalam. Bahkan kadang rasa duka atau kesedihan itu tak akan bisa hilang seumur hidupnya. Dan salah satu cara untuk mengatasinya adalah dengan menyibukkan diri melakukan sesuatu.
Yi Jiefeng, wania asal Shanghai ini sudah 12 tahun membantu proses penghijauan di Mongolia Dalam. Dilansir dari odditycentral.com, sudah jutaan pohon yang ia tanam dalam kurun waktu belasan tahun tersebut. Dan itu semua dilakukannya bukan tanpa alasan. Ada kisah haru di balik dedikasinya tersebut.
Tahun 2000, putra tunggal Yi, Yang Ruizhe meninggal akibat kecelakaan di Jepang. Tragedi itu membuat Yi sangat terpukul. Tapi hidup harus terus berlanjut. Agar bisa mengatasi rasa sedih dan duka yang mendalam, Yi memutuskan untuk menyibukkan diri mewujudkan satu impian besar Yang.
Advertisement
Yang punya impian ingin menanam pohon di daerah Mongolia Dalam. Ia punya impian untuk mencegah kekeringan yang makin parah di daerah tersebut. "Dia sudah sangat mencintai alam sejak kecil," kenang Yi. "Dia suka dengan hal-hal yang berkaitan dengan alam seperti angin, hujan, tanaman, dan hewan," tambahnya lagi mengenang putra tercintanya.
Yi dan suaminya akhirnya menggunakan uang asuransi Yang sejumlah 270 ribu dolar atau sekitar 3,5 miliar rupiah untuk membuat yayasan nirlaba Green Life tahun 2003. Keduanya tadinya sama sekali tak punya pengetahuan tentang dunia pertanian. Sehingga usaha penghijauan pertama mereka gagal. Tunas-tunas pohon yang ditanam saat itu terbawa angin kuat dan hempasan pasir.
Tapi Yi dan sang suami tak menyerah. Mereka berkonsultasi dengan pakar kehutanan setempat dan mencoba menanam tunas baru di musim berikutnya. Dan syukurlah sejak saat itu kemudian proses penghijauan bisa berhasil tiap tahunnya. Setidaknya tunas-tunas yang ditanam 85 persen di antaranya masih bisa tetap bertahan.
Organisasi Green Life sendiri makin lama makin berkembang. Hanya saja dana masih jadi kendala tersendiri. Yi dan suaminya bahkan telah menginvestasikan uangnya di proyek tersebut sampai-sampai menjual dua rumahnya. "Karena dana kami terbatas, kami hanya bisa memiliki tim operasi kecil sementara banyak sekali hal yang harus dilakukan. Usiaku 66 tahun sekarang. Tapi aku hanya bisa tidur rata-rata tiga hingga empat jam tiap hari. Kadang malah kurang dari itu. Semuanya agar bisa menabung banyak uang untuk proyek organisasi," ujar Yi.
Meskipun begitu, jumlah relawan dan donatur juga semakin bertambah sejak tahun 2008. Semoga usaha mereka bisa berbuah manis dan usaha Yi untuk mewujudkan impian putranya bisa berhasil.
- 49 Menit Paling Tak Terlupakan, Kulepas Bayiku dengan Ikhlas
- Setiap Ulang Tahun, Anak Ini Dipakaikan Gaun Pengantin Agar...
- Pria Ganteng Ini Bukan Pacarku, Faktanya Bakal Bikin Kamu Kaget!
- Tak Tega Melihat Ayam Dimasak, Anak Ini Menangis Sedih
- Alunan Piano Ayah Meninabobokan Si Kecil, Videonya Viral!