Tak banyak orang mungkin tertarik dengan ilmu pengetahuan, perkembangan teknologi medis dan lain sebagainya. Namun kamu mungkin akan lebih perhatian terhadap inovasi dan perkembangan ilmu kedokteran jika tahu cerita Kacie Saxer-Taulbee berikut ini.
Ketika usianya masih 7 tahun, Kacie dan adiknya, Kailyn, diajak bicara secara pribadi oleh dua orang tuanya, yang terdiri dari dua ibu. Mereka menjelaskan pada Kacie dan adiknya tentang bagaimana seorang bayi dibuat dan dilahirkan. Mereka juga mengatakan kenyataan bahwa mereka berdua terlahir berkat adanya donor sperma.
Kedua orangtuanya yang sama-sama perempuan jelas tak bisa menutupi hal ini. Mereka kemudian menunjukkan sebuah folder dokumen mengenai bank sperma dengan informasi mengenai ayah Kacie dan Kailyn, yang dideskripsikan sebagai nomor donor 5010.
Advertisement
Informasi dasar yang mereka terima seperti berikut ini: pria ini adalah seorang profesor universitas yang lahir di New York pada tahun 1969 dengan tinggi badan 5 kaki 11 inci atau sekitar 180 cm, dengan warna rambut cokelat. Karena tak pernah merasa keluarganya kekurangan sosok ayah, Kacie pun mengabaikan hal ini hingga pada akhirnya ia tertarik pada pelajaran biologi.
Ia tertarik mempelajari DNA resesif dan dominan sehingga membuatnya penasaran dengan sejarah keluarganya sendiri. Ia pun mencoba mencocokkan sidik jarinya dengan ibu yang melahirkannya di rumah, tapi sepertinya DNA-nya lebih didominasi oleh DNA ayah. Dari sinilah ia menemukan apa yang tak pernah ia sangka sebelumnya.
Karena tak pernah tahu seperti apa ayahnya, ia pun mencoba mencari berbagai informasi di internet mengenai guru laki-laki yang lahir tahun 1969 di Ney York dan berharap bisa menemukan foto seseorang yang kira-kira mirip dengannya. Tapi hasilnya sia-sia, hingga kemudian ia mencari dengan keyword lain, yaitu "donor registry".
Ia menemukan website Donor Sibling Registry yang ternyata mengubah segala kehidupan yang ia tahu selama ini. Ia memasukkan nomor cryobank ayahnya dan menemukan data beberapa orang dengan kalimat, "Boy, born April 1998" dan "Girl, born November 1995. Perlu sekian detik untuk menyadari bahwa itu ternyata adalah data anak-anak yang sama "menggunakan" sperma ayahnya.
Dari data itu juga ia baru menyadari bahwa ada 16 orang saudara kandung dari ayah yang sama yang tersebar di seantero Amerika. Satu per satu ia mencoba menghubungi mereka, mengajak bertemu dan berbagi cerita. Ia merasa seakan menemukan keluarga yang hilang.
Apalagi ketika tahu bahwa beberapa dari mereka terlihat begitu mirip dengan dirinya dan adik perempuannya. Ia mulai bisa menggambarkan seperti apa wajah ayahnya dengan ciri-ciri fisik yang mirip dari sekian banyak saudara kandung yang ia temui tersebut. Ayah pasti orang dengan mata biru, berkulit putih, dan punya rambut cokelat gelap.
Kacie dan saudara-saudara kandungnya mulai membentuk grup di Facebook, saling kontak satu sama lain dan bahkan menjadi lebih dekat layaknya keluarga asli. Mereka bahkan menyebut grup mereka dengan 5010ers, ada 13 orang yang hingga kini masih kontak satu sama lain, 4 di antaranya tak bisa dihubungi.
Dibutuhkan keberanian dan tekad untuk bisa mendaftarkan diri dalam donor registry untuk menemukan "keluarga" ini. Di luar anggapan orang yang mungkin negatif dan lain sebagainya, mereka mengaku sangat bahagia bisa menemukan satu sama lain. Mengakui sejarah tentang diri sendiri adalah hal mungkin jadi suatu ketenangan pribadi, karena kamu lebih mengenal tentang siapa dirimu.
Itu juga yang mungkin dirasakan Kacie maupun 16 saudara kandungnya. Jika bisa digambarkan, ini dia 16 saudara kandung yang tersebar di seluruh Amerika yang dimiliki Kacie, siapa dan di mana saja mereka berada. Ia membuka kotak asal usul yang benar-benar membuatnya tercengang sekaligus bersyukur.
(vem/feb)