Menjadi seorang single parent adalah pekerjaan yang tidak mudah, karena pada dasarnyapun menjadi orang tua untuk siapapun, kapanpun dan dimanapun adalah berat, penuh tanggung jawab dan tak sembarang orang kuat. Apalagi jika karena suatu hal, baik karena bercerai atau pasangannya meninggal dunia, seseorang harus seorang diri mengemban tanggung jawab pengasuhan bagi anak - anaknya.
Tak heran jika banyak pakar pendidikan dan psikologi anak, menyimpulkan bahwa kualitas pengasuhan seorang single parent mayoritas lebih rendah daripada model pengasuhan dua orang tua yang masih komplit. Dan tak heran juga apabila dari sebuah penelitian mereka terhadap hasil pengasuhan single parent terhadap anak - anaknya, menyebutkan bahwa : Anak - anak single parent memiliki peluang 5 kali lebih besar untuk mengalami gangguan jiwa atau masalah psikologis lainnya. Anak - anak mereka konon dikatakan akan lebih rentan terhadap pengaruh negatif gaya hidup bebas, kawin muda, penyalahgunaan narkoba dan tindakan kriminal lainnya di masa - masa dewasanya.
Bagi para single parent dan siapapun orang tua, hal ini tentunya tidak diinginkan terjadi pada diri anak - anak mereka. Menjadi orang tua dengan peran ganda tentunya tak mudah dijalani, tetapi harus dipahami bahwa anak bukanlah penyebab dari kondisi ini. Bagi Anda yang pertama kali menjajaki peran sebagai single parents, Sutan Yasin dari SPINMOTION (Single Parents Indonesia In Motion) memberikan tips ABCDE dalam mengasuh anak secara optimal meski dalam segala keterbatasan seorang single parents.
Advertisement
Dituliskan oleh Yasin bin Malenggang untuk rubrik #Spinmotion di Vemale Dotcom
Lebih dekat dengan Spinmotion (Single Parents Indonesia in Motion) di http://spinmotion.org/
- #ibuibuHOT: Andra Alodita Fokus Asuh Anak, Rezeki Tetap Mengalir
- Si Kembar Tiga Sambut Petugas Kebersihan, Cute Banget! (+ Video)
- Tanya Larasati Kompak Dengan Suami, Urus Anak Tanpa Baby Sitter
- Beri Kepercayaan Suami Untuk Berperan di Masa Tumbuh Kembang Anak
- Mengapa Anak Dan Remaja Masa Kini Menjadi Sangat Agresif?
Advertisement
A (Atensi Terhadap Anak yang Cukup)
Atensi atau wujud perhatian yang cukup untuk anak, tidak melulu menyangkut masalah kuantitas atau lama dan seringnya perhatian diberikan. Namun juga menyangkut kualitasnya. Tak jarang single parent kewalahan dalam mengatur waktu antara bekerja atau mencari nafkah untuk keluarganya, dengan mengasuh anak - anaknya sekaligus mengurus serta mengelola rumah tangganya.
Single parent yang bekerja, biasanya harus menghabiskan sebagian besar waktunya untuk berada di kantor atau di luar rumah setiap harinya. Kebersamaan dengan anak secara fisik, hanya bisa dilakukan saat pekerjaan atau aktifitas di luar rumah telah selesai atau liburan. Itupun biasanya seorang single parent sudah kelelahan atau malah dalam kondisi masih terbebani pikiran dan perhatiannya oleh masalah pekerjaan.
Walau seorang single parent bukanlah Superman, namun semua permasalahan di dalam rumah tangganya khususnya masalah anak, memang mau tidak mau harus dihadapi apapun kondisinya. Atensi terhadap anak di masa ini bisa dilakukan dengan berbagai cara berkomunikasi. Berbagai fitur teknologi bisa menjamin kelancaran komunikasi antara seorang single parent dengan anak - anaknya. Tak ada salahnya, saat jam istirahat di kantor atau kesibukan lainnya, luangkan waktu untuk berkomunikasi dengan mereka baik secara texting, suara atau mungkin dengan video call.
Sampaikan pesan kuat bahwa anak - anak tidaklah sendirian, dan masih ada orang tua yang memperhatikan mereka. Menanyakan kabar mereka tentang aktivitas mereka di sekolah, berapa nilai yang mereka dapatkan atau sekedar menanyakan jenis makanan atau jajanan yang mereka makan cukup membuat mereka merasa diperhatikan. Ingat, mereka sudah kehilangan satu sumber perhatian dari salah satu orang tuanya, jangan sampai mereka kehilangan sebagian besar perhatian dari satu - satunya orang tua yang tinggal di dekatnya.
B (Bermain Peran Secara Seimbang)
Single parent yang memiliki anak di bawah usia atau balita, tentulah sebagian besar perannya adalah mengasuh anak - anaknya dalam keseharian. Sekalipun jika ada pihak lain yang membantu, tentunya peran mereka tidak bisa sepenuhnya menggantikan peran pengasuh yang sebenarnya. Membantu selamanya bukan berarti menggantikan.
Secara naluriah, anak seusia mereka akan merasakan kenyamanan yang lebih di tangan dan sentuhan orang tuanya sendiri. Pada anak - anak yang lebih dewasa, peran single parent menjadi lebih beragam. Bukan saja menjadi pengasuh, kadang harus berperan sebagai teman yang baik dan mau mendengarkan setiap keluhan. Tapi ada kalanya single parent harus menunjukkan diri sebagai pemimpin yang tegas dan layak disegani. Anak - anak harus juga melihat bahwa di rumah mereka masih ada 'Leader of The Pack' yang juga harus dituruti. Kendali tetap harus dipegang, kapan ditarik dan kapan diulur, tinggal melihat situasi dan keadaan.
Lakukan perubahan dari satu peran ke peran yang lain ini dengan mulus. Tentunya harus dengan belajar juga, karena sebagai manusia, single parent juga harus selalu belajar dalam kesehariannya. Belajar memainkan peran.
Advertisement
C (Cermat dan Cepat Mengidentifikasi Permasalahan)
Sebagai seorang single parent, satu - satunya dewasa di dalam rumah tangga, kepekaan terhadap permasalahan apapun yang muncul dalam rumah tangganya adalah hal yang penting. Terutama permasalahan di seputar anak - anak. Tak jarang walau hanya masalah kecil, namun bisa jadi besar jika tidak diselesaikan dan berdampak besar di masa - masa selanjutnya.
Keluhan sekecil apapun harus ditanggapi. Jangan sampai mereka akhirnya memilih menyimpan permasalahan sendiri atau justru melarikan permasalahan ke hal - hal lain yang justru semakin memperkeruh masalah. Apalagi jika hal itu akan merugikan dirinya sendiri. Mintalah saran dan nasihat dari pihak yang tepat untuk masalah anak - anak yang sekiranya tidak bisa diselesaikan sendiri. Guru di sekolah atau psikolog, adalah pihak - pihak yang tepat untuk dimintai pendapat. Cepat mengidentifikasi masalah, lalu segera menyelesaikannya, sangat penting dalam membentuk rumah tangga single parent yang stabil dan kuat menghadapi masalah.
D (Disiplin dan Delegasikan Wewenang serta Tanggung Jawab kepada Anak)
Belajar disiplin dan ajaklah anak - anak untuk disiplin. Kelebihan dari seorang single parent adalah bahwa dialah penentu keputusan terakhir dan satu - satunya dalam sebuah rumah tangga. Namun kelebihan ini bisa berubah menjadi kelemahan juga jika tidak diterapkan sebagaimana mestinya. Keputusan yang telah diambil, haruslah dijalankan dengan tertib dan berkelanjutan. Jadilah contoh dan panutan dalam hal menjaga kedisiplinan. Apapun itu. lambat laun, anak - anak akan memahami, meniru dan akhirnya nyaman dalam kebiasaan menjalaninya. Dan mereka juga akan sadar bahwa keputusan adalah untuk kebaikan mereka juga.
Ajari anak - anak memiliki rasa tanggung jawab terhadap diri mereka sendiri dan lingkungannya. Dari masalah yang kecil seperti, jam mandi, waktu belajar, menaruh barang pada tempatnya adalah hal - hal sepele, yang apabila tertib dilakukan akan menjadi kebiasaan baik yang akan terbawa hingga dewasa. Jika bisa jangan bebani dulu anak - anak di bawah usia dengan pekerjaan berat rumah tangga yang belum saatnya mereka lakukan. Usia mereka adalah usia bermain dan belajat. Namun jika mereka sendiri yang ingin belajar untuk mengerjakan, jangan segan - segan libatkan, dengan menyesuaikan porsi dan kemampuan mereka. Kemauan anak - anak untuk belajar apapun harus disambut dan diterima dengan semangat mengajari dan respon yang antusias. Jangan lewatkan kesempatan.
Advertisement
E (Empati Terhadap Kondisi Apapun yang Dialami oleh Anak)
Ingat, anak - anak juga mengalami kekecewaan dan kesedihan yang mendalam karena 'kehilangan' salah satu anggota keluarga. Single parent yang mengalami kekecewaan akibat perceraian, biasanya membutuhkan waktu untuk mengobati kekecewaannya. Namun jangan sampai hal ini membuat berpaling dari problem yang sama pada diri anak - anak. Justru dengan saling berbagi dalam semangat keterbukaan dan rasa solidaritas antara orang tua dan anak, kekecewaan atau kesedihan bisa disusutkan secara bersama - sama.
Belajarlah berempati, berandai - andai menjadi mereka, bayangkan jika menjadi mereka, dan mencoba menyelami apa yang akan dirasakan jika menjadi mereka. Jangan heran jika nanti mereka juga akan melakukan yang sama. Hingga yang muncul adalah saling empati, saling mendukung dan pada akhirnya justru mempererat hubungan orangtua single parent dengan anaknya.