Sebuah kisah nyata oleh seorang putri yang begitu sayang pada sang papa. Sampai kapanpun, putri cantik ini akan menjadikan papa sebagai cinta pertama. Cinta pertama seorang buah hati kepada pada tercinta.
***
Advertisement
Namaku Hanny, saat ini aku bekerja di luar kota yang tidak memungkinkan aku untuk sering pulang dan menemui kedua orang tuaku. Mungkin kalau dengan ibu, kita punya sejuta cerita yang bisa dibagi, tapi dengan ayah aku rasa nggak akan sebanyak itu ya. Tapi aku punya cerita tentang papa, tentang ayahku yang akan selalu menjadi cinta pertamaku. Cinta anak kepada orang tuanya.
Papaku saat ini sudah berusia 57 tahun, ia menderita Parkinson sudah lebih dari 10 tahun. Kata dokter, ini akibat dari terlalu terforsirnya tenaga papa dari dia masih muda. Dan hingga sampai sekarang, papa tidak pernah lepas dari obat Parkinson ini. Meski begitu, papa masih suka sekali membina Pramuka baik di SD,SMP maupun SMA. Sampai akhirnya, 2 tahun belakangan ini kami meminta papa berhenti karena sudah tidak memungkinkan lagi bagi beliau untuk mengendarai motor sendirian dengan kondisi kesehatan beliau.
Meski cerita bersama papa tidaklah banyak, tapi cerita itu begitu terasa bahwa sebenarnya cinta papa adalah sama besar dengan cinta mama padaku. Waktu aku kecil, aku tidak begitu dekat dengan papa, karena papa bukan orang yang suka ngobrol atau sekedar bercengkerama bersama keluarga. Bersama papa, aku tak bisa bercerita sebebas aku cerita ke mama. Kami, anak-anaknya terlalu takut dengan papa.
Ayah, orang yang mencintai kita dalam diam. Seseorang yang tak pandai menangis. Tapi ia, ia adalah seseorang dengan hati yang penuh perhatian dan begitu memahami. Bahkan, ketika orang lain tak pernah bisa paham.
Dan kisahku, akan aku mulai dari sini...
***
Kisah nyata ini dikirim oleh Hanny untuk mengikuti Lomba Menulis Vemale.com Kisahku dan Ayah. Kamu juga bisa mengirimkan kisah tentang ayah dan berkesempatan memenangkan hadiah spesial dari kami berupa batik Negarawan.
(vem/mim)Advertisement
Saat Aku SMP Hingga Aku SMA
Dimulai saat SMP, saat pulang sekolah, aku mengalami kecelakaan angkot yang aku tumpangi. Untungnya aku tidak apa-apa, hanya lecet sedikit. Karena masih kecil plus shock karena kecelakaan itu, aku pulang ke rumah dengan menangis. Bahkan sampai masuk rumah pun aku masih dalam keadaan menangis. Papa hanya melihatku saat aku pulang tanpa bertanya kenapa aku menangis, aku makin kesal karena papa seperti tidak peduli denganku.
Tak lama, mamaku pulang kerja dan langsung ke kamarku dan bertanya kenapa. Aku senang mama datang (meski biasanya jam segitu mama belum waktunya pulang). Ternyata papa langsung menelepon mama saat melihatku menangis, menyuruh mama untuk cepat pulang dan bertanya alasan aku menangis. Dari situ aku tahu, papa jauh lebih khawatir, sampai-sampai papa menyuruh mama pulang cepat, tapi sampai sekarang aku belum tau kenapa papa tidak bertanya langsung padaku.
[startpuisi]Kasih sayang ayah sama besar dengan kasih sayang ibu. Meski ia tak pandai mengungkapkannya, kasih sayang itu nyata adanya.[endpuisi]
Kemudian saat SMA, papa memaksaku masuk sekolah favorit di mana papa juga menjadi pembina pramuka di sana. Kali ini aku ikut kemauan papa, aku lolos masuk di sekolah favorit itu. Tapi dari kelas 1, papa sudah mulai menjejali pikiranku bahwa aku harus bisa masuk IPA agar aku bisa melanjutkan studi ke fakultas kedokteran seperti impian papa. Sayang, impianku bukanlah dokter, aku ingin belajar Bahasa. Ya, aku ingin belajar bahasa.
Saat pemilihan jurusan di kelas 2, papa memaksaku untuk masuk IPA, tapi kali ini aku menolak keinginan beliau. Tanpa sepengetahuan papa, aku memilih Bahasa sebagai pilihan jurusan. tapi ternyata salah satu guru bilang ke papaku bahwa aku memilih Bahasa bukan IPA seperti yang diinginkan papa. Mulailah aku perang dingin dengan papa. Papa mulai marah-marah dengan alasan bahwa Bahasa tidak akan bisa membawa sukses. Hanya orang dengan ilmu pasti yang bisa sukses.
Tapi tekatku sudah bulat. Dengan penolakan papa, hal ini justru membuatku semakin terpacu untuk menjadi yang terbaik di bidang Bahasa. Sampai akhirnya aku berontak dan bilang ke papa bahwa aku bisa buktikan di jurusan Bahasa, aku bisa menjadi yang terbaik dan bisa punya kerjaan yang bagus dengan kemampuan bahasaku. Hingga akhirnya, papa pun menyetujui permintaanku untuk melanjutkan kuliah di jurusan bahasa apabila aku bisa meraih nilai terbaik di jurusan Bahasa saat aku SMA.
Tibalah aku di masa kelulusan. Syukurlah, aku meraih peringkat ke-3 danem tertinggi di kelas Bahasa dan danem tertinggi ke-4 di sekolah. Piagam penghargaan pun aku bawa pulang, aku serahkan ke papaku sebagai bukti bahwa aku mampu. Meski beliau tidak bilang apa-apa, mama mengatakan jika papa bangga padaku. Ia bangga aku bisa membuktikan kesungguhanku dalam jurusan ini. Sangat senang hati ini mendengar bahwa papaku bangga kepadaku.
[startpuisi]Ayah, perlakuanmu memang tak sama seperti ibu. Karena itulah, aku bisa tumbuh utuh sebagai pribadi. Ayah, kau tak pernah mengatakan kau cinta padaku. Tapi yakinlah, aku memiliki cinta sama besar kepadamu.[endpuisi]
Sampailah aku di masa di mana aku masuk universitas yang aku mau, tepatnya di jurusan Bahasa. Aku tidak bilang ke papa bahwa bahasa yang aku ambil berbeda dengan jurusan Bahasa saat aku SMA. Ternyata papa udah menyiapkan kejutan untukku sebagai hadiah aku masuk universitas Bahasa yang aku mau. Papa telah menyiapkan kejutan berupa buku-buku dan kamus Bahasa Jepang. Waktu SMA, aku memang mengambil jurusan Bahasa Jepang. Dan saat kuliah, aku mengambil jurusan lain yakni jurusan Bahasa Perancis.
Aku cukup kaget ketika papa memberiku hadiah ini. Perasaan ini menjadi dua, antara senang dan sedih. Tapi akhirnya, aku harus jujur kalau aku mengambil jurusan Bahasa Perancis dan bukan Bahasa Jepang seperti yang papa kira. Papa kaget, kenapa bisa jauh beloknya ke Bahasa Perancis. Awalnya cukup membingungkan baginya, tapi ia bisa menerima keputusanku dengan baik. Dan dengan terpaksa, aku menjual buku-buku serta kamus yang dibelikan papa untukku kepada temanku yang mengambil Bahasa Jepang saat kuliah. Uang hasil menjual buku itu, selanjutnya aku belikan buku-buku Bahasa Perancis.
Kehidupan di bangku kuliah dan kerja pun aku mulai...
Kuberikan Kejutan Menarik Untuk Papa di Hari Ultahnya
Saat aku kuliah, aku tinggal jauh dari orang tuaku. Aku tinggal di kos yang deket dengan kampus di mana aku menimba ilmu. Aku hanya pulang 2 minggu atau 1 bulan sekali. Saat jauh begini, mama lah yang lebih sering menelepon ku. Papa tidak pernah menelepon langsung ke aku tanpa ada mama. Sampai suatu hari, aku menerima telepon dari papa. Aku kaget, kenapa tiba-tiba papa telepon. Aku sudah berpikir macam-macam. Aku takut ada sesuatu yang buruk sedang menimpa mama atau keluarga yang lain. Tapi ternyata, papa menelpon karena papa kangen. Senangnya hati ini.
Aku bertanya apa ada mama di sana, papa bilang mama belum pulang kerja. Jadi memang betul, bahwa memang papa yang ingin meneleponku. Ia benar-benar sedang merindukanku. Merindukaku, buah hatinya yang sedang jauh darinya untuk menimba ilmu. Saat itu papa telepon tidak lama, hanya bilang kangen dan tanya aku lagi ngapain, tapi cukup membuat mataku berkaca-kaca bahagia karena ini pertama kalinya papa benar-benar meneleponku hanya untuk bertanya kabar dan bilang kangen. Selama ini, papa sama sekali tidak pernah menunjukkan perasaan itu pada kami anak-anaknya.
[startpuisi]Meski cintanya tak pernah diungkapkan secara langsung, cintanya tulus kepadamu.[endpuisi]
Saat ini, ketika aku sudah sangat jauh dari rumah, saat aku hanya bisa pulang kampung setiap 1 tahun sekali karena pekerjaan yang memang tidak bisa ditinggal, aku justru memiliki kedekatan yang lebih besar dengan papa. Sama dengan kedekatanku kepada mama. Setiap aku bilang aku mau pulang, papa selalu terdengar bahagia dan mengatakan, "mau disiapin apa, biar nanti papa minta mama masakin buat kamu." Karena aku lebih sering pulang kampung naik travel, papa selalu menungguku di depan rumah, selalu bertanya aku sudah sampai mana, selalu menyambutku dengan senyum begitu dia melihat mobil travel berhenti di depan rumah dan aku keluar dari mobil.
Dengan sigap Ia langsung bertanya, "barang-barang kamu yang mana aja? Biar papa yang bawa." Padahal, aku lebih sering sampe rumah di waktu subuh lho Ladies. Tapi, begitulah, seorang papa akan tetap menjadi super hero buat anak-anak dan keluarganya. Moment menyentuh lain yang nggak akan pernah aku lupakan adalah saat aku melihat papa menangis di hari ultahnya yang ke 56 tahun lalu.
Sebelumnya, kami tidak pernah merayakan ulang tahun papa dengan perayaan apapun. Tapi tahun lalu, akhirnya kami sekeluarga bisa merayakannya. Saat itu posisiku masih di luar kota, aku tidak bilang mama bahwa aku akan pulang untuk merayakan ulang tahun papa. Jadi, aku hanya bilang ke adikku yang di rumah soal kepulanganku ini. Aku paksa adik keduaku yang di Jakarta untuk pulang juga malam itu. Supaya apa. supaya saat jam 12 malam nanti, kami sudah ada di rumah semua untuk merayakan hari ultah papa. Dan akhirnya, jam 12 malam pun tiba. Adikku yang di rumah bilang kalau mama dan papa sudah tidur. Aku dan adikku yang kedua masuk diam-diam sambil siapin kue ultah sederhana buat beliau. kami ketuk kamar papa mama sambil menyanyi lagu happy birthday.
Papa dan mama langsung kaget melihat semua anak-anaknya yang jauh tiba-tiba datang tanpa pemberitahuan, di tengah malam pula. Dan untuk pertama kalinya, aku melihat papaku menangis. Tak lupa, ia selalu bertanya jam berapa kami berdua sampai (aku dari Bali dan adikku dari Jakarta). Aku bahagia akhirnya aku bisa merayakan hari ultah papa meski cuma sekali. Acara tak sampai di situ saja, acara kami lanjutkan dengan lunch keluarga keesokan harinya. Malamnya, aku harus kembali ke Bali dan adikku pun harus segera kembali ke Jakarta. Meski moment ini cukup singkat, aku sangat bahagia dan tak akan pernah melupakan moment ini.
[startpuisi]Sayangi dan cintai ibumu, ibumu, ibumu lalu ayahmu. Ayah adalah pahlawan untukmu dan keluargamu. Ayah, ia lah segala-galanya untuk keluargamu.[endpuisi]
Meski aku hanya bisa tinggal di rumah sangat sebentar, semua itu terbayarkan dengan senyum papa. Senyum bahagia yang tulus dari papa. Senyum di mana ia benar-benar bahagia telah memiliki kami. Ya, walau kami tak pernah bisa menjadi seperti apa yang ia harapkan. Papa, aku mungkin belum bisa membanggakan papa lebih lagi. Tapi aku akan selalu berusaha menjadi anak yang lebih baik buat papa dan mama. Aku janji akan menjadi kakak yang baik buat adik-adik. Terima kasih sudah mencintaiku dalam diam papa. Terima kasih sudah tidak berhenti menyebut namaku dalam doamu. Terima kasih dengan segala perhatian dan pengertian yang engkau berikan pada kami anak-anakmu.
Papa, engkau akan selalu menjadi cinta pertamaku. Dulu, sekarang ataupun nanti, aku akan selalu sayang papa. Baik-baik selalu papa. Doaku akan selalu menyertaimu.